Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

2020 Is Almost Here

When I blink, I see these past three years have become an ill-fated trip. Who then would even know that I'm ready or just pretend to be ready. I settle and fit myself under the universe's arms like always, while watching the skies blur past as it spins around quite fast. Universe has turned into an omniscient narrator rather than a person that will only come when I need it. In a particular way, I was headed to a place I'd never been. Right there, a door was ajar. I scanned the room and found it was empty. My eyes then landed on a wall that soon became a focal point. "Hey that was me, wearing new glasses and another sexy-nerd things."  The light's off as I stepped inside. Somebody or maybe something clicked a picture of mine. I remained looking at it and suddenly my sweaty palms touched a bottle of water painting in varied color. I smeared it on the picture and used my two hands as the paint brushes to make large strokes. This is another version of

Terima Kasih, Hidup

Beberapa menit lalu, saya memutuskan untuk berhenti sejenak melakukan apa-apa. Sambil duduk di kursi penumpang, perlahan saya pejamkan mata. Kemudian diikuti dengan menarik napas secara teratur dan perlahan. Terkadang pikiran saya kalut tak karuan. Hanya saja akan menjadi lebih terkontrol saat sedang berada di tempat ramai. Membaca gambar yang dipublikasi oleh fotografer perang jelas membuat saya bergidik sambil sesekali mengalihkan perhatian karena tidak sanggup melihat efek yang di terima oleh orang-orang yang bermukim di sekitar itu. Yang terkena dampak pun bermacam-macam, mulai dari janin dalam kandungan hingga yang secara fisik terlihat sama seperti kakek nenek kita. Ketika bom dijatuhkan dan senjata api diterjangkan, saya melihat beberapa yang masih hidup meski harus merelakan tubuhnya tidak utuh, meratapi kepergian orang-orang tercinta. Tangisan mereka menjadi indikasi ketidakberdayaan dan kekecewaan atas konflik politik di tanah mereka. Tidak sampai di situ, mata saya selan

Apa Saja?

Dua hari yang lalu, saya bermimpi mengenai dua hal. Yang pertama mengenai pembagian kelas dan partner mengajar untuk term tiga sampai dengan empat. Yang kedua berkaitan dengan fotografi yang hampir setengah tahun saya tinggalkan begitu saja. Makin ke sini saya makin memahami ambisi saya, yakni mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu dan dengan standar yang lebih baik. Tapi justru kesempatan untuk mengeksplorasi dunia luar menjadi semakin berkurang. Terkadang ada niatan untuk bangun lebih pagi, misalnya pukul lima, kemudian lari pagi sebentar sambil berkeliling menenteng kamera dan menangkap paling sedikit tiga atau lima momen. Ya memang bukan hal mudah untuk menghasilkan cerita yang baik lewat mata lensa. Diperlukan latihan mata dan kesadaran lebih dalam menjangkau hal-hal kecil. Beberapa tahun yang lalu yang bertekad ambil kuliah salah satu metode pengajaran anak usia dini dan dibarengi dengan kelas foto. Sayangnya terbentur dengan kesiapan fisik yang kurang prima, terutama

Ti Amo More Than Koala Loves Eucalyptus

Kemarin, Mas sedang off dan saya seperti biasa melakukan kegiatan di hari ke sekian pada bulan December. Mas memang rutin datang berkunjung. Kalau sudah begini, tiba-tiba saja dalam hati saya spontan menyanyikan lagu "Kemarin paman datang, pamanku dari desa. Dibawakannya rambutan pisang, dan sayur-mayur, segala rupa..." Saya adalah salah satu anak yang mengikuti tren menyanyikan lagu tersebut, baik di rumah maupun di sekolah. Sekarang nampaknya saya sedikit iseng, bernyanyi dengan mengubah kata paman menjadi Om Chef. Keduanya sama-sama bersuku kata dua. Mas baru tiba sekitar pukul setengah enam. Seperti biasa, kecerobohan membuat saya lupa satu hal penting hingga membuat Mas menunggu selama hampir setengah jam, ditambah KOHI sedang tutup. Setelah sampai, saya berlari menaiki anak tangga sambil berharap cemas Mas langsung putar balik dan pulang. Ternyata tidak. Justru dalam situasi yang cukup membuat saya tegang, sayalah yang merasa seolah sedang disambut Mas dengan seny

Tangan Kanan

Belakangan saya mulai muak dengan rutinitas itu-itu saja setiap hari. Katakanlah bangun pagi sebelum pukul enam, lalu dual atau tiga menit selanjutnya saya gunakan untuk mengumpulkan nyawa, barangkali berserakan di pojok kamar, di balik almari, di bawah roda koper, di sela lubang earphone, atau bahkan di samping saya sendiri, dengan diam-diam is meninabobokkan hingga membuat saya lantas begitu enggan bangkit bersiap-siap kerja sampai semalam suntuk. Duh Gusti, beberapa tahun lalu bukankah ini kesibukan yang saya idamkan, pulang ke kamar hanya untuk membersihkan tubuh dan lanjut tidur selama kurang lebih enam atau tujuh jam setiap malam. Mungkin saya sedang resah memikirkan tugas di sekolah tanpa henti. Jujur saja kepala pun terasa berat. Lantas kemana saya harus pergi? Apakah ada baiknya saya juga merencanakan perjalanan dimulai dari tempat-tempat terdekat? Tentu bukan ke pusat perbelanjaan, melainkan ke pameran di museum, perpustakaan, festival film Eropa, pertunjukkan teater, ke ta

C E R I T A

Mencintai diri, dapat berarti menjadi teman untuk diri sendiri, menjadi pendengar setia untuk diri sendiri, menjadi penasehat bijak untuk diri sendiri, menjadi benteng pertahanan untuk diri sendiri, menjadi terapis dan obat untuk diri sendiri, menjadi anak sekaligus orang tua untuk diri sendiri. Saya memeluk diri di tengah ketidakberdayaan dan ketidakmampuan mengolah pikiran, emosi, juga stigma yang tidak lelah berseliweran. Kepada diri meskipun tidak berfungsi baik pada hari ini, mari sejenak mendengarkan Simon and Garfunkel : When you're weary Feeling small When tears are in your eyes I'll dry them all I'm on your side when times get rough And friends just can't be found Like a bridge over troubled water I will lay me down Like a bridge over troubled water I will lay me down ... Hello darkness my old friend I've come to talk with you again Because a vision softly creeping Left its seeds while I was sleeping And the vision that was planted in m

November dan Beberapa Perjalanan ke Depan

Sepertinya baru saja 24 jam berlalu. Aku mendengar suara AC lebih kencang dari biasanya, suhu di kamar terasa lebih dingin. Aku tidak melakukan banyak hal layaknya sepertu tahun-tahun lalu, menikmati depresi yang kambuh. Sekadar menghirup udara luar atau meregangkan kelopak mata pun membuatku malas.  Setidaknya dalam 2 atau 3 jam sekali aku bangkit menuju kamar mandi melakukan hal-hal menyenangkan. Aku menyalakan keran air Dan mendengar riciknya bagai hujan di tengah hari. Di tempat baru ini, suhu hampir genap di angka 38 derajat Celcius. Dari jendela kamar mandi yang tidak terlalu lebar aku mengintip ke luar. Ketika melihat aspal, bayang-bayang fatamorgana nampak jelas.  Selepas mencuci tangan dan membasuh muka, aku kembali meringkuk tidak berdaya. Sesekali menarik selimut, melanjutkan membaca, atau iseng mengecek persiapan mengajar untuk satu minggu ke depan. Buku-buku yang akan aku pakai di kelas hanya tersentuh beberapa kali sambil membolak-balikkan halamannya.  "A

6pm hingga 6am

Turun dari lift Membaca peta Ingin makan shiratake Berpusing di sepanjang pemberhentian transjakarta Mobil merayap Jalanan padat Sinyal telepon melemah Bangku penumpang yang penuh Listrik padam Begitu pun air Aku berjalan di atas jembatan papan Parit-parit sedang dibongkar Banjir melebar Kawat besi tersangkut di rumah makan Tukang parkir bersedih Penjual kopi tersenyum Aku meraih beberapa koin dalam saku celana Dalam pikiranku mungkin kau akan pulang Waktu melambat Kau memintaku untuk tidur sebentar Memejamkan mata Menghitung pelan empat tujuh delapan Dalam hati, "Untuk meringkas waktu" katamu Namun tak ada yang sesenyap ini Seperti di kamar Kita tak perlu tahu kemana derit jam tengah malam dilenyapkan Jekardah, November 2019

D O B I

: Semarang Aku mungkin tidak akan meninggalkanmu Meski usia semakin panjang terjulur ke depan Dan pandangan mengabur beberapa meter saja Kabut masih sama seperti pagi minggu lalu Aku bangun pagi sekali Sekitar jam 4.30, aku pergi ke kamar mandi Mencuci wajah di bawah air yang mengucur Di sebelah keran, aku menaruh beberapa botol parfum dan taruhan yang ingin dimenangkan sejak beberapa tahun silam Seperti berburu, ketika sedang berhenti di tengah anak sungai Batu-batu mengkilat dan bening Aku bercermin di atas air yang tertampung dalam kendi Menimang dan menerka tubuh siapa yang kukenakan ini Aku berjalan keluar kamar Menjinjing pakaian basah Tapi aku tak juga lupa aroma yang melekat di pundak kananmu Aroma tulisan berdebu, ruangan kosong yang lama dibiarkan kotor, monitor laptop yang tergeletak di meja tamu, Siberian Husky yang berlarian dan pipis sembarangan, atau bahkan si pemalas Himalayan yang gemar menggeliat di atas sofa Di tanganku bola

Menerjemahkan Isi Kepala

Tidak apa-apa Tidak apa-apa jika matahari belum berhenti berpusing di tengah awan atau atap rumah kita yang nampak putih dari kacamata mirip sepasang mata kucing mengincar sepotong daging ikan kaleng atau sepasang mata kompeni yang mengawasi para kuli pelabuhan Di tengah-tengah tulisan yang sedang dikerjakan ini Tidak apa-apa seandainya kau sedang malas bergerak dari tempat tidurmu, merapikan celana pendek, meletakkan jaket Nike yang tersandar di meja tamu, atau sekadar tersenyum sembari menengok ke arah kaca memerhatikan matahari yang sama malasnya turun Aku berdiri mengambil spidol merah dari dalam tas laptop lalu melingkari kalender yang masih nampak baik di tahun ini Seperti lingkaran yang bercahaya di tengah kertas putih Aku melihat rupanya matahari  sama bulatnya dengan lingkaran itu Di tengah cuaca terik  Jalanan sedikit lebih sepi dari biasanya Orang-orang mencari pojokan Pikiran katamu, satu-satunya hal yang masih merdeka  Ketika mem

IMPRESI

"Kita sedang patah hati", katamu Sambil membuka kaca mobil lebih lebar Di trotoar seorang pria mengenakan kaos putih Menggigit ujung rokok yang kusam Kemudian menghisap kembali asap yang mengepul dari hidungnya Di sebuah tikungan gang sempit Sambil memicingkan kedua mata Ia seolah membutuhkan tempat untuk membayangkan pantai tropis Aroma khas garam terproyeksi dari pinggul para penari Hula Namun bebek-bebek plastik terlanjur terapung Berenang sangat cepat mengejar ketertinggalan Air tak susut, ombak pun tak surut  Berguling hingga ke tepi Ia memungut pasir, satu persatu bijihnya mengkilap Di tengah hari yang terik, air matanya kering Aku bersandar serendah mungkin menyerupai kursi malas yang diam di bawah lampu kamar tidur Melipat kedua tangan dan menekuk wajah begitu simetris Hingga menjadi kotak perhiasan Aku masukkan keyakinan satu persatu Cincin yang dipesan di taman budaya, tiket menonton gratis selama festival film Keju dan wine yang bicara dalam

Ti Amo

Saya mau sharing sedikit mengenai hal-hal kecil yang kadang terlupakan, tapi justru menjadi mood booster seharian. Berbekal ide pertanyaan dari sebuah tayangan 73 Questions for ... oleh Vogue, saya mencoba membuat cerita pendek mengenai hal-hal yang telah saya sebutkan. Saat bangun tidur, hal pertama yang saya lakukan adalah memberi kecupan pada Om Chef (sebentar lagi akan saya panggil Bapak Komplek), sambil skin to skin, terus lanjut tidur di pundak kanannya. Hal ini sejalan dengan apa yang saya ingin lakukan sebelum tidur. Keduanya dapat tercapai hanya ketika Om Chef sedang cuti. Meskipun belum bisa melakukannya tiap hari, atau bahkan tidak mesti setiap hari, berkat hal kecil itu saya dapat merasakan suasana 'love is in the air.' Begitu pun dengan energi 'sincerity' terasa memenuhi seisi ruangan (dan ya masih banyak lagi hal-hal kecil yang kami lakukan). Lalu aroma yang paling saya sukai, sebenarnya ada banyak. Salah empat di antaranya adalah aroma parfum saya, ar

15K

Oh well, belakangan saya sedang memikirkan satu hal mengenai perbandingan. Adakalanya ketika sedang berbelanja, misalnya di supermarket, saya kerap berhenti di depan lemari pendingin minuman yang memajang berbagai jenis yoghurt. Saya biasanya membeli yang seharga 10k -25k untuk satu botol atau cup. Setelah membeli yoghurt saya lanjut ke kedai kopi setempat, tidak jauh dari tempat tinggal saya, cukup berjalan kaki, lalu sampai. Ohya saya mulai terbiasa minum kopi sejak rutin makan nasi meskipun dalam sehari hanya satu kali. Ternyata hasilnya mampu menyelamatkan perut dari asam lambung berlebih. Di kedai kopi ini, saya membeli segelas kopi , affogato, seharga 15k ditambah 20% cash back melalui sebuah aplikasi. Sangat murah untuk kopi seenak ini, apalagi disuguhkan dengan dua scoop ice cream. Lantas apa yang menarik perhatian saya adalah perbandingan kedua harga antara yoghurt dan affogato. Dalam kepala saya, yoghurt cenderung memiliki reputasi yang lebih baik karena membantu melanc

Menandai Oktober

Sudah memasuki Oktober, sekaligus menjadi petanda menjelang penghujung tahun 2019. Selain menjadi lebih tua dari segi usia, saya berharap menjadi semakin matang dan bijak dalam mengambil keputusan. Saya sedang bergumul dalam keresahan dan kegelisahan. Pergumulan ini bukanlah untuk hal-hal yang masif, tentu bukan, melainkan pergumulan kecil yang kolektif. Ketika sedang ingin bernapas, rasanya ada yang tersangkut di saluran pernapasan. Kelegaan adalah sesuatu yang mesti dicari dan diupayakan. Di sela kesibukan yang semakin padat, ternyata masih ada semacam kehangatan dan ketentraman yang diam-diam menyelinap ke tubuh. Tidak hanya saat beristirahat sambil memadamkan lampu utama di kamar, tetapi juga saat sedang duduk di perjalanan menuju destinasi berikutnya, saya menemukan berbagai pertanyaan. Semuanya memiliki benang merah yang sama. Sebagai seorang pengajar dan pendidik, saya bisa apa selain mengajar dan mendidik sekaligus menjadi siswa bagi murid di kelas. Sebagai seorang yang g

ABFGKLPQVW

Ada telaga, dan cuma kita yang mondar-mandir di pagi hari Di deretan toko yang padat kendaraan dan sinyal LRT Kau mengantongi setumpuk gorengan yang basah Nominal kartu kredit yang melempam Dan paket telepon reguler yang mulai kosong Kau mantap menatap langkah ibu-ibu pengendara sepeda ontel Yang berteriak 'sui ora jamu' Sedang di kepalaku, sudah tak ada catatan kaki yang memperbarui makna jamu selain minuman sehat Kau panaskan di dapur yang mengepul, sedang oksigen dan asap yang menebal Mustahil dijadikan hutan Kau saring dengan filter kopi celup Lalu mencelupkan perlahan jarimu hingga tenggelam Seperti malam yang tidak pernah merasa cukup bising Ia timbul di hadapanku, menenggelamkan kita yang perlahan membuka pagar sebuah rumah makan sushi Pukul sebelas malam, tukang parkir berkeliaran Memanggili calon pembeli esok hari Namun kau terus masuk lebih dalam Menarik tangan kiriku sambil memegangi kunci di tangan kanan Anak tangga ini berusia lebih matang dar

Hai!

Kau tahu bahwa mengucapkan maaf, tolong, dan terima kasih, tidak keluar begitu saja dari mulut. Kata-kata magis itu mempunyai makna yang mendalam, baik bagi yang mengucapkan maupun bagi yang mendengarkan. Ketiganya tidak lantas diucapkan karena kita terbiasa mengucapkannya dan kemudian menjadi kebiasaan sehari-hari. Akan ada bedanya apabila kata-kata tersebut diucapkan tanpa betul-betul bermaksud meminta maaf, meminta tolong, dan berterima kasih. Jika benar demikian, yang diucapkan tidak lebih dari konsep abstrak, sebab kita 'tuman'. Tetapi, siapakah kita yang berhak menghakimi persepsi orang lain? Ah, ada satu hal lain yang ingin saya utarakan. Apabila kata maaf diganti dengan terima kasih, apa yang akan terjadi? Apakah logika bahasanya tetap sama? Misalnya seperti ini, ketika mengucapkan "maafkan saya terlalu banyak bicara" diganti dengan "terima kasih bersedia mendengarkan saya kali ini". Ucapan yang pertama disampaikan karena kita merasa 'insec

Bye Bye See You When I See You

This is the end of teaching training batch 59. I might say it's the toughest day amongst the other. I was the first participant who had to present the Small Group Time that was conducted during last Thursday. Frankly saying, it wasn't the presentation that made my heart beat fast. For at least a week before, I could predict it will run smooth. The thing I was worried about is making sure the Small Group Time simulation done well. Yesterday, all the participants including me planned to discuss it profoundly. To keep the SGT simulation looked like an actual SGT in the classroom, we agreed to share controls. We decided four participants would become the students with different developmental range, and the rest would be the observers. This morning, we came about an hour earlier. Before presenting the final exam we had breakfast first. It now becomes one of our daily routine before running to the next activities. I attempted to hit the hay early last night. Unfortunately aroun

Di Atas Kertas Padi

sebuah interpretasi bebas lukisan Egret under the Moon karya Xingjie Chen dan puisi Brimming Water karya Du Fu Aku menciptakanmu lewat kegagalan karangan cerpen yang masih kuncup berembun, dan dingin Juga seekor ular kurus yang menelan sebagian tubuhnya Kau bertanya padaku Apalah arti hormat yang kering di lapangan ini sedang upacara yang sesungguhnya telah dibubarkan sejak tak ada yang dapat kita makan Hari ini sebelum tiba di depan rumah Aku menyalakan sebentar saja mobil Menoleh ke arah kaca spion dalam Mengamati aroma tembakau dan gerak bibirmu Diam-diam bernyanyi pelan dalam hati Mata yang minus menabrakkan dirinya pada pembatas jalan eskalator gedung perkantoran, lahan parkir pertokoan Aku terdesak di antara dinding yang bertumpuk dan sempit berlubang, keropos, dan dipenuhi rayap Sekitar beberapa tahun yang lalu Barangkali juga seekor semut tinggal di sana Membangun buminya yang hancur dalam sebuah hutan Mesin-mesin yang bising menebangi kerajaannya Me

Ennui

I'm having a training of teaching the preschoolers for several weeks today. The class was started at 9 am to 4 pm. Within 7 hours of training, I could enjoy snack time for three times each day. The first and the third snack time took 15 minutes only and the second one took an hour long. During snack time, I usually munched biscuits and fries, sipped a cup of tea, while continuing to discuss the prior subjects. Whenever I encountered nothing to do, then I would marinate myself into a certain book that I brought from home, as simple as ABC. It wasn't that hard digesting all the materials given by the trainers. What I noticed from the whole activities was that I positively got bored very often. I know it absolutely is OK to feel this way. Somehow, the mundane thingy and I didn't get along. We couldn't proceed as good friends. Acknowledging the lack of enthusiasm might seem troublesome and it's a yes from me. I remained figuring out the best way to have it warded

Si High Heels dan Earrings

Belakangan sejak training di sekolah yang baru, saya pun ikut menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, teman-teman baru, perbincangan baru, target baru, bahkan gaya berpakaian yang baru. Berbeda dengan sekolah sebelumnya, meskipun bertugas sebagai seorang preschool teacher, selama mengajar anak-anak di kelas saya diberikan kelonggaran untuk mengenakan high heels. Namun di sekolah yang baru, peraturan dalam berpakaian cenderung lebih ketat, salah satunya diwajibkan mengenakan sport shoes. Jujur di minggu pertama, saya merasakan kesulitan memadumadankan pakaian yang mesti dikenakan agar nampak pas dengan sport shoes yang saya punya. Tidak jarang saya membuang waktu sia-sia menatap isi lemari, memeriksa satu-persatu koleksi yang saya punya walaupun tidak banyak. Sampai akhirnya saya memutuskan mengenakan apa saja dengan catatan nyaman ketika dipakai dan memiliki warna yang cukup neutral, misalnya hitam putih. Dua minggu pertama, selain menenggelamkan diri dalam bacaan antologi yang b

Popcorn Beraroma Karamel

sebuah interpretasi bebas dari film pendek hitam putih berjudul 'How Do You Know It's Love?' yang ditayangkan pada tahun 1950 Aku mencintai seorang pria dalam tubuhku Yang bermain dalam kubangan air yang kotor Memercikkan bagian yang basah dengan kedua kaki telanjang Dan berteriak kegirangan Aku lupa bahwa hari ini, ibu guru baru saja memberi tugas tambahan Soal hitung-menghitung sebarapa jauh jarak kematianku kini Sedang matahari yang baru saja lahir tadi pagi Wajahnya bulat dan berwarna begitu cerah Tapi pernahkah sekali saja kau tengok dari kaca jendela Di bawah sana, beberapa lantai di bawahmu Kita pernah sendiri, menimang kemana besok akan pulang Sebab tidak semua sekolah bersedia menjadi rumah Huruf-huruf menggantung di daun pintu dan terlihat abstrak Aku membayangkan a sebagai apel yang pernah kita cetak di atas selembar kertas putih Di bagian tengahnya merah Kau menambahkan dua helai daun di sisi atas Dan aku menempelkan setangkai ranting yang m

B E R P I K I R

untuk kita yang membaca Reading Laozhi dan Dream of Weizhi Night Snow - Bai Juyi seperti yang kelak kau tuturkan malam ini bahwa kita mesti bekerja hingga larut malam menyalakan sepasang mata pada layar laptop yang pasif aku menerima telpon tak berbayar seseorang yang berada jauh dari kota menanyakan kabar lambung dan ususku yang kurang baik menanyakan seperti apa rasanya perih dan sembelit sedang di jam makan siang yang padat matahari terlampau terang dan pendingin ruangan seolah saling menuding mengapa kita hanya duduk, memukul-mukulkan mata pena ke badan meja yang lebar sedang kertas A4 di sebelahnya menunggu saja ia tidak kemana-mana, tidak sesekali izin ke kamar kecil bercermin sejenak sambil membetulkan anak rambut yang mulai berkeliaran atau sekadar menggulung ulang lengan baju yang perlahan lengser dari lipatan ketika berhadapan dengan diri sendiri aku terpaku pada lubang yang menggantung di telinga mengira dapat mendengar kedatanganmu dari jarak yan

Mencoba Cara Baru

Selain mempersiapkan tugas selama training, saya juga sedang menyusun strategi bagaimana materi yang saya pelajari dapat secara maksimal diterapkan di kelas bersama anak-anak. Tapi mungkin akan berat awalnya karena saya harus berpacu dengan rasa penat. Salah dua cara yang mungkin akan efektif membantu adalah menerapkan silentium setiap hari dan peluk diri dengan media air (yeah you know what does it exactly mean).

Antasari menuju Vygotsky

"Kereta pagi akan melintas sebentar lagi" Kira-kira tiga menit sebelum tiba di hadapanku Ada yang terpekur, sedang duduk sendirian Suhu di stasiun ini membikin semacam ruangan Mengamati kedua bola mataku Siaran berita yang tersimpan dalam gadget Membaca bibirku, berulangkali mengisi kolom yang sedang kosong dalam catatan pembelajaran hari ini Jantungku kelap-kelip di jantung kemacetan yang bergerak tiada henti Di persimpangan jalan menuju Antasari Aku menggambar sekali lagi jalan putar paling cepat menuju gerbangmu Menerka secepat apa sinyal ponsel menangkap niatan ini Lalu mengubahnya menjadi petunjuk berwarna biru Ketika di kiri dan kananku Semua yang melaju minggir sejenak Menyiapkan pekerjaan rumah, rancangan kurikulum paling baru, atau lembaran konsep pendidikan Dan aku menerapkannya ke dalam diri Di hadapan sebuah cermin, Vygotsky menegakkan scaffolding Zona yang dibangun oleh bahasa Bahwa memahami apa yang dirasakan adalah tingkat tertinggi Pencapa

Memimpikan Hari Senin

Montessori School Crossing the Street by Janel Bragg ada pembagian yang begitu rumit, katamutentang hari-hari di ruang kelas aku bola plastik yang menggelinding di atas lantai seorang anak menatapku, menerjemahkan kantuknya yang berat lalu berpura-pura tidak melihatku sambil memuntahkan satu-persatu pesan orang tua dalam ranselnya ia masukkan ke dalam botol minum disimpan dalam lemari pendingin sebelum hari-hari berangkat menuju halte terdekat aku gula yang larut kau mengadukku perlahan pusaran yang berputar di tengah botol itu seperti sedang menarik rambutku memajangnya di tengah sebuah koridor sudah pukul sembilan namun kepada anak tangga, aku tersenyum memastikan kemenangan menunggu di tiap kalender bulan-bulan menjadi lebih singkat dari cuaca yang mengamuk di halaman sekolah kamu akan tiba sebentar lagi menyembunyikan ketakutan di tempat kerja Jekardah, July 2019

One Venti Each Is Never Enough

Jadi pertemuan kami saat ini dan selanjutnya bukan lagi soal sekadar berapa lama, atau sebanyak apa durasi kami akan bertemu. Tentu tidak, meskipun saya menghitung perbandingannya ada di angka 1 : 13. Jujur saja ini membuat saya sesak. Tapi yang mesti diingat adalah kami punya tugas, menjalankan professional life dan private life. Kami berdua menggeluti bidang yang harus dijalankan secara 'to be present'. Ketika badan kami sedang menjalani professional life, artinya pikiran pun dilimpahkan sebanyak 90% kurang lebih untuk itu. Waktu libur pun tidak banyak, ditambah tugas yang kerap dibawa pulang, tuntutan menjaga kondisi tubuh agar tetap prima, dll. Tidak jarang ketika bertemu, keduanya sedang dalam keadaan super penat. Jadi semalam, di kedai kopi yang secara pribadi saya meyakini takaran kopi dalam tiap gelasnya hanya beberapa persen dari isi secara keseluruhan, kami sempat berbincang ringan mengenai hal-hal baru di tempat bekerja. One venti each is never enough. Kebetulan

Loui Jover

: Loui Jover pernahkah sekali saja kau sentuh meja itu tempat debu-debu bekerja bergulung di tengah sinar pagi yang menusuk-nusuk jendela di ruang tamu di atas meja, aku merapikan beberapa bingkai foto tergeletak begitu kaku, sambil menatap langit yang sebentar lagi akan padam mengundurkan diri ke tempat peristirahatan paling nyaman tanpa mesti khawatir terganggu  siapakah yang lantas mengetuk pintu ketika urat-urat berwarna lebam tersingkap di antara benang-benang kimono tidurku kini menjadi jalan pintas entah akan mengantarmu kemana nanti kau adalah kuku yang baru saja dipotong aku mengumpulkan bagian yang terlanjur kotor dalam sebuah tayangan iklan deterjen dan urusan domestik lainnya tubuh kita terendam air dan busanya adalah gelembung yang pecah ketika suhu normal masih terjaga aku bernyanyi sambil sesekali mengganggumu yang tengah membayangkan adegan pada sebuah lukisan ada bagian tertentu yang ditimpa beberapa lembar tabloid yang seng

S I R E N

Seorang wanita dalam tubuhku Menatap kedua kakinya yang memar Ia menyimpan tatapan sedih  Namun tangis meluap juga ke permukaan Ia menyebutkan inisial namamu Berusaha berulang kali mengeja huruf kedua, ketiga dan seterusnya Menyusunnya menjadi kesatuan yang utuh Ia membangun keraguan dari sepasang daging di bibirnya Sebuah kata pun meletup Lalu sampai di telingaku Merangkak perlahan dari tulang rawan yang lunak Menyeberang ke tulang martil Hingga mendarat di tepian paling ujung Di atas gendang telinga, namamu adalah ujud dari rumah siput yang sebenar-benarnya  Aku teringat sebuah kejadian manis di suatu malam Waktu mencopoti jarum-jarum yang berputar pada sumbu Aku merayap dari yang terkecil hingga yang paling tinggi Kemudian berakhir tepat di angka dua belas Namun kemana mesti kugadaikan dua jari di kaki Jika mesti kupotong dan kutempelkan masing-masing di bagian kiri dan kanan kelima jari tangan Aku merebahkan segenap tubuhku Tulang-belul

Titik Nol

I know you're not gonna let me in, but I'll keep on asking how is your day. Lets chill and don't mistake this for something I'm begging too much. Missing somebody's presence doesn't sweep my anxiety away. It eternally exists. It brings one finger to its lips and says, hush don't you cry. Thanks to my inner child so I don't merely communicate with words but crying as well. I'm a little baby looks like an alien, escaping the mundane prison. The world is pathetic, or we're the ones who really are. Once I look outside, the glaring sun stares at me. After the dead hour, the dawn will break. Here it begins to grow light after the night. : al, 

Berita Hari Ini

'Unity in the Body' an abstract painting by Ruth Palmer tak ada matahari di kamarku selain pantulan yang nampak terang tertembak dari sudut dinding yang datar bayangan pukul tujuh pagi menghentikan sisa kantuk yang mesti diterjemahkan atau sekadar diamati seperti kedua mata ketajamannya mengintai keberadaanku aku pun terkapar di antara jajaran pohon persembunyian menjelang sore menghasilkan sudut-sudut lancip dan tidak beraturan mereka bercabang di kepalaku membikin semacam jalan buntu yang lebih menyesatkan aku terperosok ke dalam mimpi rumputan liar mengoyak sebagian kulit di lenganku ada yang terhenti misalnya kisah sepasang anak domba yang lincah tidak lagi melompat dan berlari atau ketakutan meninggalkan luka-luka kecil selama musim panas lantas di pertengahan laman Wikipedia bertajuk dog days Quintilis yang purba memanen hasil kebun-kebun mengorbankan festival pertanian di tangan seorang Romawi dalam sebuah rancangan kota yang teratur ak

Lebih Dekat dengan Diri

Coba perhatikan saja terlebih dahulu, begitu kata saya dalam hati. Saya mencoba untuk tidak bereaksi apa-apa. Terkadang ketika sedang marah, ingin sekali melampiaskannya pada apapun yang ada di depan saya. Tapi objek yang paling sepadan memang tembok. Sakit tidaknya itu resiko personal. Setidaknya dengan cara seperti itu, energi habis karena ada tindakan, bukan semata dipendam. Walaupun sama saja, dada dan otot perut nyeri. Untuk sekadar bereaksi, tidak jarang kepala saya eror. Padahal ini hal sepele. Ingin sekali seperti orang lain yang mampu melihat dan memerhatikan emosi seperti melihat dan memerhatikan makanan tanpa ikut memakannya. Hanya melihat dan memerhatikan bahwa emosi itu ada, meskipun ada tak mesti digubris. Ada saatnya hal ini berguna bagi saya barangkali ketika sedang berada di tempat umum. Namun ketika kembali ke kamar, nampaknya akan meluap juga. Lantas apa bedanya? Menyedihkan memiliki jiwa dan tubuh seperti ini. Ada yang mengatakan saya takut menemui diri sendiri.

Suluk Ibu Kota

aku ingin terhenti di setiap stasiun dan membawa raib kedua tanganmu saja sepasang mata anak yang masih kecil pandangannya menukik dari ujung peron barangkali hendak bertanya-tanya kemana aku bergegas  membawa setumpuk garis-garis nasib beban yang dipikul semenjak pagi semenjak kabut tak dapat dibedakan lagi dari pengguna jalanan kepada kawanku, sepanjang garis pemetaan di hadapan mall dan kantor-kantor yang menjadi silau menjelang sore di tengah jembatan yang menguning pukul lima belas aku mencium bau ocha dan gaung irasshaimase sushi dan ramen tersaji di atas meja kita tak pernah tahu pengunjung mana yang paling tabah menanti keduanya habis tertelan seperti katamu ada yang terluka dan lemas merasa lebih dingin dari udara di sekitaran komplek rumah kita sebab pohon-pohon katamu, menjadi agen pertukaran ketika oksigen mesti dipulangkan dan C O dua dilepaskan keduanya jarang sekali bertemu aku kesulitan mencari alasan kenapa membawamu beper

Mendidik Diri

Penanda saya sudah berada di pertengahan tahun 2019 adalah bulan Juli. Lalu saya menapak tilas sedikit apa yang telah dikerjakan sejauh ini. Tidak banyak, beberapa di antaranya masih dalam kategori my full time job. Katakanlah saya lebih berkomitmen dan serius menapaki satu persatu anak tanggal dunia pendidikan anak-anak, dan dilanjutkan dengan menggeluti kembali kegiatan story telling lewat tulisan khususnya puisi dan fotografi. Seorang bijak menasehati saya untuk fokus pada satu hal terlebih dahulu. Kemudian saya bertanya dalam hati, 'mau sampai kapan menunggu seperti itu?' Time is ticking, time waits for nobody. Saya meyakini kita semua dapat memulai suatu hal dengan serius kapan saja. Tidak perlu menunggu besok atau lusa. Saya meneguhkan diri untuk berhenti menjadi seorang medioker. Namun dalam berkarya, produktivitas seseorang akan berbilai lebih ketika ia sudah mati. Paradoks, tapi tak ada salahnya. Hanya ada dua pilihan, yakni lakukan sekarang atau tidak sama sekali.

B I Y U N G

bahwa dalam namamu Biyung kusantukkan kepala ini, di sebuah alas mirip ambal berbulu wajah-wajah masjid dan tafakur bertahan lama hingga sujud terakhir percakapan biasa dan tangis tak dapat dibedakan keduanya merdu dalam harmoni aku teringat doa sepuluh tahun terakhir tumbuh subur di buku harian dan bayang-bayang ketidakpastian  acapkali terdengar lirih,  seperti ada yang ingin menerkam,  dalam radius kurang dari sepuluh meter seekor anak kijang di padang rumput itu berlari mengejar kawanan dan induknya di seberang Biyung, aku kirimkan ketenangan di setiap sepertiga malamku namun ada yang terurai dalam tengadah yakni doa-doa yang kusut dan wudhu yang terserap di antara debu tayamum sekujur persendian dan lutut-lutut membiru aku bolak-bolikkan selimut setebal kayu di ruang tamu berusia hampir setengah abad kursi-kursi duduk pasrah tinggal kayunya mesti dipoles sedikit diplitur mengkilat bagai bangku yang berbaris dalam gereja pan

PANGGILAN BIYUNG DAN MADRE

Baby Al, begitu sapaan sayang dari saya pada si tergemas. Begitu pun dengan Baby Al yang menyematkan panggilan Bii pada saya. Terdengar seperti Bii untuk Bibi. Sebagian orang berseloroh demikian pada saya. Sehingga tidak jarang menjadi kesal kalau sudah diperolok seperti itu. Beberapa menit lalu tiba-tiba sayang teringat dengan istilah Biyung dalam Bahasa Jawa. Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia artinya Ibu. Panggilan Bii untuk saya mungkin pertanda kelak ketika menjadi seorang ibu, anak-anak dapat memanggil saya Biyung atau Madre. Biyung syarat dengan kearifan lokal meskipun saya bukan perempuan berdarah Jawa. Lalu bagaimana dengan Madre? Dalam persepsi saya, Madre merupakan simbol untuk banyak hal terutama dalam kebudayaan Latin. Madre memegang peranan penting dalam keluarga, misalnya sebagai sosok yang mengasihani, sosok yang mengayomi, seorang manager dalam urusan domestik, dll. Tidak sampai di situ saja, dalam beberapa keyakinan, Madre mempunyai kedudukan yang sangat

H I K A Y A T

Anak sungai itu dibuat menyerupai seekor burung di langit Ia hinggap dimana-mana, di puncak air mancur, di tengah kebun, di bangku taman sepanjang kota  Sekitar tahun lalu aku menerka  Hampir 13 purnama yang tidak pernah genap Tewas di langit apartemen Seseorang menodongkan pistol air dari sebuah lantai dasar Di atas keningnya, kebencian bersembunyi Menariki lipatan kulit yang berkerut Muara yang diapit kedua alis itu Mengerucut dan susut Lantas ketika kupandangi jendela kamar  yang menjual sisa kembang api di akhir tahun 2016 Burung-burung beringsut, begitu pun dengan matahari terbakar pada pukul lima sore Kenangan menetas, berkeping-keping sel telur meloloskan diri Di atas meja makan, aku menghabisi kesendirian Di tanganku, pucuk sakura yang kuncup pun luber Sepertiga kertas yang kosong mulai terisi Huruf-huruf Kanji menebar teror Seekor naga yang jinak, menulis hikayat Nantimitolo dan perjalanannya di India bersama Bodian Sebelum kit