Langsung ke konten utama

Si High Heels dan Earrings

Belakangan sejak training di sekolah yang baru, saya pun ikut menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, teman-teman baru, perbincangan baru, target baru, bahkan gaya berpakaian yang baru. Berbeda dengan sekolah sebelumnya, meskipun bertugas sebagai seorang preschool teacher, selama mengajar anak-anak di kelas saya diberikan kelonggaran untuk mengenakan high heels. Namun di sekolah yang baru, peraturan dalam berpakaian cenderung lebih ketat, salah satunya diwajibkan mengenakan sport shoes.

Jujur di minggu pertama, saya merasakan kesulitan memadumadankan pakaian yang mesti dikenakan agar nampak pas dengan sport shoes yang saya punya. Tidak jarang saya membuang waktu sia-sia menatap isi lemari, memeriksa satu-persatu koleksi yang saya punya walaupun tidak banyak. Sampai akhirnya saya memutuskan mengenakan apa saja dengan catatan nyaman ketika dipakai dan memiliki warna yang cukup neutral, misalnya hitam putih.

Dua minggu pertama, selain menenggelamkan diri dalam bacaan antologi yang baru dibeli, saya juga sesekali memerhatikan gaya berpakaian perempuan lainnya, yakni mengenakan pakaian formal dengan sport shoes. Wah ternyata lucu juga kalau dipasangkan dengan gaya tertentu. Akhirnya saya tiru saja.

Kemarin, sepulangnya dari sekolah, seperti biasa saat sedang off, Om Chef menyempatkan diri menjemput saya. Padahal jarak dari rumah ke sekolah X lumayan jauh dan ditambah dengan macet di sepanjang jalan. Setelah tiba di tempat saya, kami melanjutkan masak makan malam dan melakukan ritual cooling down. Kurang lebih satu jam melakukan obrolan ringan, Om Chef mengomentari gaya penampilan saya. Dibandingkan dengan tahun lalu, memang ada perbedaan. Sekolah mengalami kemunduran dari berpenampilan layaknya wanita karier menjadi anak kuliahan.

High heels dan anting-anting yang nampak mencolok karena ukurannya yang sedikit besar, dapat dikatakan identitas saya. Bahkan seorang teman baik pernah berseloroh seperti ini, "ngapain lo dandan rapih banget. Mau ngegebet siapa, orang di sekolah ga ada cowo. Kalo mau gini, ntar aja pas lo kerja kantoran." Wah, ada yang salah ya kalau saya berpenampilan seperti itu? Toh saya memiliki hak mau mengenakan apa saja, asalkan tidak mengganggu orang lain atau merusak fasilitas umum.

Tadi pagi, saya memutuskan untuk kembali mencoba mengenakan high heels. Hasilnya tidak buruk meskipun awalnya saya cukup khawatir kaki terasa lebih cepat lelah ketika menuruni atau menaiki anak tangga. Akhirnya saya mencari cara alternatif untuk menggunakan lift saat hendak menuju kereta MRT. Saya paham dan sadar yang saya lakukan tidak benar karena lift itu ditujukan bagi penumpang MRT berkebutuhan khusus.

Untuk Om Chef, terima kasih menjadi katalisator perkembangan cara berpenampilan saya. Jujur, terkadang memang dibutuhkan katalisator untuk mengingatkan rutinitas yang sempat saya tinggalkan.

Tajik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

A One Year-Old Bonding

I was having a brief and light conversation with my boyfriend about how to create more memorable stories, create sparks in our relationship, and make better plans for our future. What I deeply appreciate about him is that he never ceases making plans for us as if he knows exactly where we're going, the potential issues we are going to face, how to cope with hard conversations, and many more. Reassurance, emotional support, and acts of service speak louder than just words. In lieu of the conversation, we had opposite points of view on how we would build healthy relationships and bondings in marriage while each of us is trying our best to achieve our goals. In addition, I am aware of his endeavors to listen more, to be more transparent in making decisions, to welcome discussions, to work collaboratively, and to articulate what we feel and what we think about assertively. We want to find the best route that could accommodate our needs in particular. There was a funny moment when I sud...

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

Writing As A Love Language

:Vin Elk, Ars Magna, & Lady Loved* Lately, I have enjoyed writing a lot. Writing worked on me the way Dumbledore did while he was in Penseive, so he could experience his memories through other perspectives. He uses it to siphon the excess thoughts from his mind, pour them into the basin, and examine them at leisure. Writing has helped me to untangle my mind, examine what to deliver, communicate the messages verbally and non-verbally, and reflect on how this writing will evoke certain emotions or moods. Writing becomes the mirror that provides insight into who I am, what I desire, what I experience, what I value, and what I am not into. Writing becomes the language that deliberates my inner peace. On another level, writing could answer the quest that dwells in my mind.  I am glad to share what is significant for me right now. Being loved by the right person and people is heaven, and so is being respected, prioritized, supported, desired, and understood. The right person and peop...