Langsung ke konten utama

Apa Saja?

Dua hari yang lalu, saya bermimpi mengenai dua hal. Yang pertama mengenai pembagian kelas dan partner mengajar untuk term tiga sampai dengan empat. Yang kedua berkaitan dengan fotografi yang hampir setengah tahun saya tinggalkan begitu saja. Makin ke sini saya makin memahami ambisi saya, yakni mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu dan dengan standar yang lebih baik. Tapi justru kesempatan untuk mengeksplorasi dunia luar menjadi semakin berkurang. Terkadang ada niatan untuk bangun lebih pagi, misalnya pukul lima, kemudian lari pagi sebentar sambil berkeliling menenteng kamera dan menangkap paling sedikit tiga atau lima momen. Ya memang bukan hal mudah untuk menghasilkan cerita yang baik lewat mata lensa. Diperlukan latihan mata dan kesadaran lebih dalam menjangkau hal-hal kecil.

Beberapa tahun yang lalu yang bertekad ambil kuliah salah satu metode pengajaran anak usia dini dan dibarengi dengan kelas foto. Sayangnya terbentur dengan kesiapan fisik yang kurang prima, terutama memasuki musim penghujan. Alhasil saya harus merelakan kedua hal itu sementara waktu sambil mematangkan dan memperbaiki kemampuan saya dalam mengajar menggunakan metode active learning. Lalu kapan saya akan mulai menekuni salah satunya? Yang pasti segera.

Ah bagaimana dengan menulis? Sebagai pribadi yang gemar menulis, apalagi yang dapat saya lakukan selain menulis. Bagaimana dengan Mas? Soal itu jangan tanyakan sebab sedang saya jalani dan disyukuri. Ayolah MissMut, mari bersuka cita pada hal-hal kecil yang pelan-pelan berhasil dilewati.

Tabik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...