Langsung ke konten utama

S I R E N

Seorang wanita dalam tubuhku
Menatap kedua kakinya yang memar
Ia menyimpan tatapan sedih 
Namun tangis meluap juga ke permukaan
Ia menyebutkan inisial namamu
Berusaha berulang kali mengeja huruf kedua, ketiga dan seterusnya
Menyusunnya menjadi kesatuan yang utuh
Ia membangun keraguan dari sepasang daging di bibirnya
Sebuah kata pun meletup
Lalu sampai di telingaku
Merangkak perlahan dari tulang rawan yang lunak
Menyeberang ke tulang martil
Hingga mendarat di tepian paling ujung
Di atas gendang telinga, namamu adalah ujud dari rumah siput yang sebenar-benarnya 

Aku teringat sebuah kejadian manis di suatu malam
Waktu mencopoti jarum-jarum yang berputar pada sumbu
Aku merayap dari yang terkecil hingga yang paling tinggi
Kemudian berakhir tepat di angka dua belas
Namun kemana mesti kugadaikan dua jari di kaki
Jika mesti kupotong dan kutempelkan masing-masing di bagian kiri dan kanan kelima jari tangan

Aku merebahkan segenap tubuhku
Tulang-belulang menggigil
Tidakkah kau perhatikan kulitku kisut
Meringkuk sejadi-jadinya di atas lengan kananmu
Menjulur hingga ke pinggir dipan

Lalu kau ambil sepotong kain yang terlipat rapih 
Menariknya perlahan dan menyelimuti segala dukaku
Igauan terdengar kering
Bagai bulu pada ekor dan sayap burung
Tergesek di atas kulit lembu yang telah disamak
Aku menunggu kecupan selamat malam tumpah di keningku
Menunggunya dengan begitu tabah
Seperti jarak antara subuh dan petang

Sekali lagi aku menunggu
Meski keningku mulai dingin
Dan kecemasan sesekali mengusapnya dengan lembut
Ia menjelma seorang ibu yang menidurkan anak gadisnya di teras rumah
Sambil mengumandangkan nyanyian Siren

Laut menjadi teduh
Nelayan-nelayan ikut hanyut
Satu persatu terjun dari kapal
Di laut yang dalam mereka hanya diam
Menyelami ketenangan
Seumpama seorang wanita dalam tubuhku
Ia pulang saat kau datang 


Jekardah, July 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...