Langsung ke konten utama

B I Y U N G

bahwa dalam namamu Biyung
kusantukkan kepala ini, di sebuah alas mirip ambal berbulu
wajah-wajah masjid dan tafakur
bertahan lama hingga sujud terakhir

percakapan biasa dan tangis tak dapat dibedakan
keduanya merdu dalam harmoni
aku teringat doa sepuluh tahun terakhir
tumbuh subur di buku harian

dan bayang-bayang ketidakpastian 
acapkali terdengar lirih, 
seperti ada yang ingin menerkam, 
dalam radius kurang dari sepuluh meter
seekor anak kijang di padang rumput itu berlari
mengejar kawanan dan induknya di seberang

Biyung, aku kirimkan ketenangan di setiap sepertiga malamku
namun ada yang terurai dalam tengadah
yakni doa-doa yang kusut
dan wudhu yang terserap di antara debu tayamum
sekujur persendian dan lutut-lutut membiru
aku bolak-bolikkan selimut setebal kayu
di ruang tamu berusia hampir setengah abad
kursi-kursi duduk pasrah
tinggal kayunya mesti dipoles sedikit
diplitur mengkilat bagai bangku yang berbaris dalam gereja

panas yang sungsang di kamarku
lewat reaksi kimia berubah menjadi uap
siaran Revolusi Industri terangkat ke depan pintu
dari balik kunci kamar yang mesti diputar ke kiri
oksigen dan cahaya menerobos kabel listrik
aku mengganti saluran tivi, menekan lebih lama tombol naik-turun suara
meningkatkan kontras warna
sambil menambah sesekali kadar kecerahannya
mengubah layar datar menjadi lebih cekung
seperti yang nampak dalam bilik sinema

citramu Biyung, bergerak maju mundur
di sebuah percetakan, lembaran wajahmu 
menumpuk di meja kasir
pasang-surut yang terdengar dari balik mesin fotokopi 
menculikku secara paksa, merampas kepulan asap secangkir kopi yang mulai dingin
tinggal ampasnya mengerak dan terendap

Biyung, sukmamu melintas dalam benakku
ketika pertama kali kuperhatikan kaligrafi 
di sudut lukisan Dewi Guanyin
milik seorang pelukis kontemporer
matanya setengah terpejam
bulan berpendar dari balik bahu
disusul teratai-teratai air yang mengembang

dengan menceritakanmu di sini Biyung
semacam keheningan menyelamatkanku
aroma satin tercium pekat
warna putih mendominasi lengkungan di tengah dadaku
sebuah kalung yang antik, dulunya terikat di sini
melilit bagai ular, mengintai mangsa dari lubang-lubang di parit
meski gelap dan pengap


seperti kata Sapardi, hanya dukamu abadi


Jekardah, July 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...