Langsung ke konten utama

Suluk Ibu Kota

aku ingin terhenti di setiap stasiun
dan membawa raib kedua tanganmu saja
sepasang mata anak yang masih kecil
pandangannya menukik dari ujung peron
barangkali hendak bertanya-tanya
kemana aku bergegas 
membawa setumpuk garis-garis nasib
beban yang dipikul semenjak pagi
semenjak kabut tak dapat dibedakan lagi dari pengguna jalanan

kepada kawanku, sepanjang garis pemetaan di hadapan mall dan kantor-kantor yang menjadi silau menjelang sore
di tengah jembatan yang menguning pukul lima belas
aku mencium bau ocha
dan gaung irasshaimase

sushi dan ramen tersaji di atas meja
kita tak pernah tahu pengunjung mana yang paling tabah
menanti keduanya habis tertelan

seperti katamu ada yang terluka dan lemas
merasa lebih dingin dari udara di sekitaran komplek rumah kita
sebab pohon-pohon katamu, menjadi agen pertukaran
ketika oksigen mesti dipulangkan dan C O dua dilepaskan
keduanya jarang sekali bertemu

aku kesulitan mencari alasan kenapa membawamu bepergian sejauh ini
di dalam tasku tak ada peta
jarum kompas pun linglung
jalur pendakian di sebelah timur terbakar
lumut-lumut menghancurkan rute di barat
ombak bergejolak di Pantai Selatan
sedang di utara, beruang kutub yang hibernasi
baru saja menempuh pengasingan diri
dari Cumberbatch yang kesulitan melafalkan pinguin 

hanya ada aku, masih cemas merapikan saldo 
pindah di masing-masing halte
sambil menerka kemana bus yang kita tumpangi
melewatkan malam minggu di ibu kota


Jekardah, July 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...