-Palembang Kota 1-
di balik kamp kota yang telanjang
aku ingin musnah
menjadi malam-malam
di atas sungai
yang memuarakan Musi
ke mulut Si Guntang
dan Ampera
di sini aku ingin kembali
memeluk suka cita
atas nama cinta
di air mancur
sebuah nama mengalir
menyebut-nyebut diriku
untuk mengerami
butir padi di pematang
sebab pancaroba yang
telah menjadi musim
tak lagi menjadi asing
bagi penduduk kota
dan akhirnya bermukim
di retinamataku
yang lembab oleh langit senja
di atas Sumatera
aku bentangkan kelima jari
mengepung cahaya lampu
dan lilin yang sering bertemu
diam-diam
berpagutan di hadapanku.
sambil menuang arak
di Batanghari Sembilan
mereka menyebutnya satu loki
yang mesti diminum
sampai pagi
-Palembang Kota 2-
kamu bernyanyi
Tentang Dirut yang
ditinggal bapaknya pergi
mendulang hujan di meja besi
lalu menulisi nama ibunya
paras ibunya
yang sejak lama
sudah mengabadi
”Dirut menangis”
katamu,
”bibirnya yang tipis itu
mengingatkan aku pada
tempat yang pualam
namun sepi”
seketika
suara-suara pada jam
12 malam telah menghilang
bersama knalpot-knalpot
dan mesin cuci restoran
busa di mulutmu
yang menyebut-nyebut
Dirut dengan bapaknya
kamu telan menjadi ketakutan
yang pada suatu waktu
akan mengekal dan mengakar
di tanah kehidupan kita
-Palembang Kota 3-
sehabis kamu makan
kamu minta diantarkan
tidur di kamar nol tiga
di lantai dua.
kamu sempat menitipkan
sesuatu
:
”oh sayang,
kecuplah aku kali ini
ambil satu rusukku yang
sudah membungkuk,
lima tahun lagi akan menjadi
titipan kepadamu yang bernyawa”
di balik tanganmu
aku merebahkan mimpi
mendulangnya
bersama ribut angin
seketika aku menangis
aku menjadi lemah
tubuhku gemetar
seluruh samudra
meremukkan persendian yang
membangun kerangka tubuhku
aku ingin hancur berkali-kali
memastikan bahwa kamu
benar-benar berkata menginginkan
hal yang tak pasti
terjadi seperti ramalan
kita telah gagal
menyusun dekap mata
yang berjauhan untuk
saling didekatkan
-Palembang Kota 4-
kami berlabuh menepi
di dekat pohon-pohon bambu
dan semak belukar
di kaki kami, telah
menjadi begitu tajam
barangkali sudah lama
tak dipotong oleh
tuannya
tuannya yang baik hati
telah berganti kuasa.
pohon-pohon bambu dipindah
ke arah kerumunan orang-orang yang
tak butuh kemarau di sumurnya
di tenggorokan mereka
mengalir air yang bersumber
dari telinga penjaga makam
Sultan
kami melubanginya
membolak-balik lapisan tanahnya
menjadi satu
dan berwarna merah cadas
seperti darah di hidung
kami. Bertahun-tahun
tak kunjung beku
-Palembang Kota 5-
tiba di bandara
kami memesan tiket
menuju kota yang sangat tua
bangku kursi dan meja
yang kerap diajak bercanda
di hadapan kami
telah berganti suasana
yang angker.
di antara penghuni-penghuninya
ada potongan jalan
menuju peristiwa
yang sangat limbung dan limas
pada halamannya
kami menemukan sepanjang
keris dan lading yang
siap menebang di sepanjang jembatan ingatan
di masa silam
tentang sejarah bagaimana
Musi diberi nama
dan mulai dikenal
menjadi tujuan utama berdagang. Demi
menggadaikan kasih sayang di antara
orang-orang yang tak
lagi berambut panjang
kami menyebut mereka
lelaki yang
mendalami hujan
atas kehendaknya sendiri
dan belum lama ini
lelaki itu telah
berusia selaksa pasukan
perangnya
bubuk mesiu di mukanya
berhamburan di ladang-ladang
yang menarikan Tanggai
lebih dalam
dan lebih mengerikan dari ledakan
yang akan memakan
semua kenangan
di suatu malam
Sekayu, 2010
di balik kamp kota yang telanjang
aku ingin musnah
menjadi malam-malam
di atas sungai
yang memuarakan Musi
ke mulut Si Guntang
dan Ampera
di sini aku ingin kembali
memeluk suka cita
atas nama cinta
di air mancur
sebuah nama mengalir
menyebut-nyebut diriku
untuk mengerami
butir padi di pematang
sebab pancaroba yang
telah menjadi musim
tak lagi menjadi asing
bagi penduduk kota
dan akhirnya bermukim
di retinamataku
yang lembab oleh langit senja
di atas Sumatera
aku bentangkan kelima jari
mengepung cahaya lampu
dan lilin yang sering bertemu
diam-diam
berpagutan di hadapanku.
sambil menuang arak
di Batanghari Sembilan
mereka menyebutnya satu loki
yang mesti diminum
sampai pagi
-Palembang Kota 2-
kamu bernyanyi
Tentang Dirut yang
ditinggal bapaknya pergi
mendulang hujan di meja besi
lalu menulisi nama ibunya
paras ibunya
yang sejak lama
sudah mengabadi
”Dirut menangis”
katamu,
”bibirnya yang tipis itu
mengingatkan aku pada
tempat yang pualam
namun sepi”
seketika
suara-suara pada jam
12 malam telah menghilang
bersama knalpot-knalpot
dan mesin cuci restoran
busa di mulutmu
yang menyebut-nyebut
Dirut dengan bapaknya
kamu telan menjadi ketakutan
yang pada suatu waktu
akan mengekal dan mengakar
di tanah kehidupan kita
-Palembang Kota 3-
sehabis kamu makan
kamu minta diantarkan
tidur di kamar nol tiga
di lantai dua.
kamu sempat menitipkan
sesuatu
:
”oh sayang,
kecuplah aku kali ini
ambil satu rusukku yang
sudah membungkuk,
lima tahun lagi akan menjadi
titipan kepadamu yang bernyawa”
di balik tanganmu
aku merebahkan mimpi
mendulangnya
bersama ribut angin
seketika aku menangis
aku menjadi lemah
tubuhku gemetar
seluruh samudra
meremukkan persendian yang
membangun kerangka tubuhku
aku ingin hancur berkali-kali
memastikan bahwa kamu
benar-benar berkata menginginkan
hal yang tak pasti
terjadi seperti ramalan
kita telah gagal
menyusun dekap mata
yang berjauhan untuk
saling didekatkan
-Palembang Kota 4-
kami berlabuh menepi
di dekat pohon-pohon bambu
dan semak belukar
di kaki kami, telah
menjadi begitu tajam
barangkali sudah lama
tak dipotong oleh
tuannya
tuannya yang baik hati
telah berganti kuasa.
pohon-pohon bambu dipindah
ke arah kerumunan orang-orang yang
tak butuh kemarau di sumurnya
di tenggorokan mereka
mengalir air yang bersumber
dari telinga penjaga makam
Sultan
kami melubanginya
membolak-balik lapisan tanahnya
menjadi satu
dan berwarna merah cadas
seperti darah di hidung
kami. Bertahun-tahun
tak kunjung beku
-Palembang Kota 5-
tiba di bandara
kami memesan tiket
menuju kota yang sangat tua
bangku kursi dan meja
yang kerap diajak bercanda
di hadapan kami
telah berganti suasana
yang angker.
di antara penghuni-penghuninya
ada potongan jalan
menuju peristiwa
yang sangat limbung dan limas
pada halamannya
kami menemukan sepanjang
keris dan lading yang
siap menebang di sepanjang jembatan ingatan
di masa silam
tentang sejarah bagaimana
Musi diberi nama
dan mulai dikenal
menjadi tujuan utama berdagang. Demi
menggadaikan kasih sayang di antara
orang-orang yang tak
lagi berambut panjang
kami menyebut mereka
lelaki yang
mendalami hujan
atas kehendaknya sendiri
dan belum lama ini
lelaki itu telah
berusia selaksa pasukan
perangnya
bubuk mesiu di mukanya
berhamburan di ladang-ladang
yang menarikan Tanggai
lebih dalam
dan lebih mengerikan dari ledakan
yang akan memakan
semua kenangan
di suatu malam
Sekayu, 2010
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin