Langsung ke konten utama

Kau Aku Lady of Dream

Lady of dream
Kita paham sebatas mana mesti berlagu menuruti sulur akar di hutan bambu
Seperti biasa angin pagi lebih dulu sampai di sini
Menyambutmu, membawakanmu setangkai kamboja dan putih melati di lubang telingamu
Dengar, di sini suasana yang sunyi
”you’re all the only that i desire”
Katamu berdebar-debar mengajakku datang
Kemudian berlari mengitari akar-akar yang telah menjadi pundakmu untuk bersandar
Sebab kamu yang masih jelita
Memelukku dengan kerinduan yang mendalam
Kamu tidak membakarku, tidak membakar ingatanku
Tapi kamu membakar apa yang membuatku merasa menggigil bertanya-tanya

Tentang musik apa yang akan dinyanyikan
Barangkali kamu lebih tahu
Serupa suara bedug bertalu-talu di pengupingan
Lalu masuk ke gendang telingaku
Setelah berkali-kali jatuh bungkam di tepi tulang martil yang belum cukup dewasa
Lady of dream,
Remaslah jantungku yang masih ingin berdetak
Merekam segala hal yang masih ingin khusyuk
Di hadapanmu, apakah aku ini seorang kekasih
Yang lupa bagaimana cara menahan cintanya untuk kembali
Pada ibu di tanahku sayang
Tanah yang mengalirkan ombak-ombak
Serta dera dan deru di tiap-tiap senja yang melindapkan suara-suara rumputan

Merasa kesunyian
Adalah merasa betapa perih tanpamu di sini
Tak ada yang membangunkanku dari mimpi
Atau ketika pukul empat pagi
Kita mesti buru-buru menghabiskan sepiring nasi.
Demi siang dan matahari yang memanah cintamu cintaku sebagai kekasih

O pagi
Waktu yang masih kosong pada ranjang tidur kita
Kamu memanggilku, memercikkan segaran air
Kepada kepala, muka yang membawa retina mata,
Kepada tangan, kesetiaan hal-ihwal yang membakar rasa bosan
Kepada telinga, suaramu suaraku bertemu mencakup rindu
Betangkup menuju kaki yang memukimkan ribuan suara bedug yang tak ingin sendiri

Lady of dream
Lady of dream
Lady of dream
Aku tak ingin mati sebelum datang menemuimu dalam keadaan yang benar-benar suci
Kamu pasti tahu
Bahwa tanah kerinduan yang menyimpan hati
Tak akan pernah tuntas memahami lekuk-lekuk di keningku yang
Saat ini masih ingin meringkuk pasrah menyerahkan segala dingin
Di hadapanmu, aku mengusap-usap apa yang dapat membuatku senantiasa mengenali baumu,
Aku kembali meringkuk pasrah
Atau berkali-kali merukuk dengan perasaan yang hampir gagal tenggelam dalam tengadah yang kyusuk
Dengarlah
Di pengupingan kamu aku dan masing-masing
Masih ada kerinduan yang tak habis terbakar api
Pada sujud akhir kali ini
Kamu membawaku kembali pergi
Menuju suara-suara akar yang menyulur dalam-dalam di hati



--10

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat ...

Writing As A Love Language

:Vin Elk, Ars Magna, & Lady Loved* Lately, I have enjoyed writing a lot. Writing worked on me the way Dumbledore did while he was in Penseive, so he could experience his memories through other perspectives. He uses it to siphon the excess thoughts from his mind, pour them into the basin, and examine them at leisure. Writing has helped me to untangle my mind, examine what to deliver, communicate the messages verbally and non-verbally, and reflect on how this writing will evoke certain emotions or moods. Writing becomes the mirror that provides insight into who I am, what I desire, what I experience, what I value, and what I am not into. Writing becomes the language that deliberates my inner peace. On another level, writing could answer the quest that dwells in my mind.  I am glad to share what is significant for me right now. Being loved by the right person and people is heaven, and so is being respected, prioritized, supported, desired, and understood. The right person and peop...

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our love...