Langsung ke konten utama

Tanyakan dalam Hati

Bagaimana mungkin seseorang bisa berlaku tulus pada yang lain, sedang yang lain dapat berarti orang terdekat dari lingkaran keluarga dan teman, serta 'the outsiders' yang dapat berarti kekasih, 'the passersby', penjual sayur dan buah di pasar, rekan bekerja, anak didik, dan sebagainya? Bagaimana mungkin kita dapat menerapkan ketulusan?

Mungkin sederhananya seperti ini. Kita berlaku tulus karena sesungguhnya kita memahami ada nilai-nilai keluhuran yang terkandung dalam ketulusan. Ada semacam muatan positif, apabila mengisi tindak-tanduk kita, maka kedamaian dan kesejukan yang akan didapatkan. Atau juga satu hal lagi, pada dasarnya kita menyimpan keinginan untuk diperlakukan dengan cara yang sama, yakni secara tulus. Namun daripada menunggu diperlakukan demikian, kitalah yang memulainya terlebih dahulu.

Lalu bagaimana jika yang terjadi di luar ekspektasi? Bagaimana jika setelah berlaku tulus, tindakan kita tidak dibalas dengan kebaikan yang sama? Lantas marahkah atau kecewakah kita dengannya?

Bergumul seperti ini mungkin bukan barang baru. Hanya saja sejauh mana kita akan bereaksi, memilih untuk dikendalikan emosikah atau sebaliknya, cukup menjadi pengamat yang memahami diri kita sedang marah atau kecewa, sambil mengobservasi sebab dan akibatnya.

Terlalu prematur untuk mengatakan kita seolah dalam genggaman relasi kuasa. Bertindak tulus pun karena kita sebenarnya dikuasai oleh orang-orang di sekitar, oleh harapan-harapan semu, dan ketakutan akan diperlakukan di luar ekpektasi. Terlepas dari dikotomi salah atau benar, masih bersediakah kita untuk tulus? Atau jangan-jangan ini hanya 'trick' atau strategi pemasaran mengenai hubungan baik dan buruk yang berkedok relasi kuasa.

Ketika sedang dibungkam dan dipaksa tunduk, sadar atau tidak kita membayangkan diri berontak sekuat tenaga meskipun yang dikeluarkan suaranya kecil, sulit didengar dan dimengerti oleh lawan bicara. Namun tak salahnya mencoba.

Tabik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...