Langsung ke konten utama

Tahukah Kamu?

Carnival, by Vesselin Vassilev

Pernahkah kalian mengalami kondisi 'guilty pleasure'? Yup, kondisi ini terjadi ketika kita menikmati melakukan suatu hal dan begitu sungkan untuk mengakuinya, terutama pada teman dan keluarga. Masing-masing orang akan mempunyai 'guilty pleasure' yang berbeda. Itu wajar.

Lalu bagaimana dengan saya? What becomes my most guilty pleasure? Saya bisikin ya, tapi jangan bilang siapa-siapa. Kalau ketahuan, malah nantinya tidak menjadi 'guilty pleasure' lagi. Dengarkan dengan baik ya.

Saya paling menikmati bepergian seorang diri. Itulah 'guilty pleasure saya. Mengapa? Ketika sedang bepergian sendirian, saya mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengeksplorasi sebanyak-banyaknya. Ketika mengeksplorasi, saya tidak perlu khawatir ditunggu dan menunggu, tidak diburu waktu, kesempatan untuk bertemu orang-orang baru lebih besar meskipun secara pribadi saya paling menghindari kontak mata dengan orang asing (ya paradoks ini menjamur dimana-mana), dan saya mempunyai waktu lebih banyak untuk berbicara dan mendengar secara intim dengan diri sendiri. 

Suatu kali ketika sedang ke museum sendirian, saya lebih dapat menikmati moment kebersamaan dengan diri sendiri lebih lama. Saat tertarik pada spot tertentu saya bisa berdiri lebih lama di sana dengan berpikir liar, menggumam dalam hati, dan memberikan ruang untuk menyerap hal-hal baru. Ketika sedang bepergian seorang diri ke luar kota, apa pun alat transportasinya, saya dapat berinteraksi dengan orang yang duduk di samping saya, apalagi jika ia sedang mengerjakan hal unik, misalnya menyulam. Kegiatan ini kemungkinan besar tidak akan terjadi bila bepergian secara beramai-ramai karena saya sudah merasa nyaman berinteraksi dengan orang terdekat saja. Biasanya setelah melakukan semacam tanya jawab singkat, saya akan abadikan moment menyulam itu dengan kamera dilanjutkan dengan berkata dalam hati, 'betapa irinya melihat orang lain dapat menyulam seperti itu. Berapa banyak kesabaran yang dimiliki untuk menyelesaikan sulaman yang nampak rumit itu? Bagaimana mengatasi kepanikan saat benang atau jarumnya tidak berada pada titik yang diinginkan? 

Masih ada beberapa hal lagi yang masuk dalam kategori my most guilty pleasure, yakni menonton anime di usia seperempat abad, membaca buku (bisa juga ebook) tanpa diganggu sedetik pun, menulis, mendengarkan oldies melalui radio, bernyanyi di kamar mandi, bicara pada ikan di kolam, memotret sebanyak mungkin konser musik atau pertunjukkan teater tanpa menghiraukan orang di sebelah saya merasa terganggu atau tidak dengan yang saya lakukan, jogging mengenakan kaos dan legging baru, menonton seharian koreografi dari Kyle Hanagami, menonton film dari festival budaya, dan belanja sendirian di supermarket. Beberapa di antaranya mendapatkan protes terutama dari ayah dan ibu. Biasanya mereka akan bilang, 'cobalah untuk mengerjakan hal yang lebih produktif!' Komentar semacam ini terjadi ketika seorang anak seperti saya, yang dapat dikatakan menginjak usia dewasa, masih tinggal satu atap dengan orang tua. Memang tidak ada yang salah, tapi dengan begini, mau tak mau saya harus merasakan suka duka relasi kuasa. 

Khusus untuk berbelanja di supermarket seorang diri, yang saya nikmati adalah ketika saya bertanya dalam hati apakah perlu saya membeli ini, kalau beli yang itu apakah kualitasnya akan sebaik yang sebelumnya, atau beli yang ini saja (karena terkadang saya dikacaukan dengan melihat keindahannya semata tanpa mempertimbangkan nilai dan manfaatnya, sehingga berakhir tidak terpakai sama sekali). I'm sure I look terribly similar to Smeagol, a Gollum in Lord of the Rings, when he dotes over his precious. Suatu waktu saya pernah mendapati barang terbaru di sana, tanpa pikir panjang saya akan masukkan ke keranjang. Baru setelab beberapa minggu kemudian saya mulai bosan dan berburu barang baru lagi. Terlihat melelahkan, tapi jujur saya menikmatinya. 

Bagaimana dengan kalian? Sebelum mengakhiri tulisan, saya ucapkan selamat berakhir pekan! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...