Langsung ke konten utama

Duc in Altum

Dear Om Chef

Dua minggu bukan waktu yang sebentar jika terus-menerus diukur menitnya. Mungkin jeda selama empat belas hari dapat me-refresh kembali energi kita yang sempat putus sambung, terutama karena sesungguhnya masing-masing dari kita punya tugas yang mesti dirampungkan setiap hari. Soal bekerja, bukankah istirahat yang cukup pun jadi bagian dari tugas dan rutinitas kita? Oleh karena itu, alangkah baiknya jika kita mulai pelan-pelan menyeimbangkan keduanya.

Sayang, aku pulang untuk memenuhi tugas yang lain -you know exactly what does it mean. Kamu tahu, tidak ada yang benar-benar gampang dikerjakan, namun keputusan harus diambil. Makanya setiap ada kesempatan cuti bersama, aku pulang dulu menjenguk orang-orang terkasih. Tapi jangan bersedih, walaupun terpaut ribuan kilometer, aku siap untuk 'ada' kapanpun kamu butuhkan.

Fasenya hampir sama Sayang, aku pergi sebentar untuk suatu pertemuan. Kemudian akan pulang lagi untuk suatu kepergian. Namun bukan pada pilihan kata pergi atau pulang perjalanan ini dilakukan, melainkan kesadaran bahwa tugas tetaplah tugas yang harus dikerjakan. Aku berangkat besok untuk menjadi 'Bii' selama dua minggu, lalu kembali lagi menjadi Missmut dan sahabat mendengarkan dan berbagi untukmu. Percayalah, sekali pun ada situasi yang menggawat nanti, mudah-mudahan satu sama lain mampu menyikapinya dengan sangat dewasa tanpa mengedepankan ego semata.

Sayang, jaga diri dan jaga kesehatan. Untuk terus fokus pada ikigai minimal kita harus fit. Kerjakan dan lakukan yang terbaik meskipun akan ada kekacauan setiap hari. Kita pasti pulang dengan selamat pada akhirnya.

Hari ini aku akan mulai packing. Namun sementara ini mungkin satu jam, aku mau istirahat sebentar sambil mengumpulkan tenaga. Aku bawa satu bajumu ya, boleh tah? 

Sayang, semoga semesta senantiasa membukakan jalan untuk semua niatan baik kita, memberikan kemudahan dan kelancaran di setiap langkah yang dijejaki, dan melimpahkan kekuatan bagi siapa pun yang terlibat di dalamnya. Aku menantikan ide-ide, perjalanan, dan keputusan 'gila' di tiap perjalanan kita, untuk kita. Meski pun begitu, mari fokus terlebih dahulu hari ini, untuk momen saat ini. Jangan biarkan masa lalu dan yang akan datang terlalu banyak menyedot kita.

Mendengarkan dan menghitung denyut jantungmu adalah hal yang paling menenangkan. Hal itu cukup membantu untuk belajar mengamati kejadian-kejadian yang kadang luput kita perhatikan. Bahwasanya ada kehidupan yang berlangsung, dan tidak semata diri sendiri. Aku bersukur kamu di sampingku, menjadi katalisator terbaik banyak hal. Ada semacam pengalaman yang tidak mungkin dijelaskan dengan kata mau pun gambar. Atau ketika sedang sendiri, aku tetap bersukur, mencoba berdialog dengan diri meskipun tidak selalu berjalan mulus dan berakhir menjadi ketakutan.

Sejak pertama duduk di sampingmu, energi yang menenangkan terus mengalir. Itu membuatku percaya bahwa saat itu dan saat ini, bukan kebetulan semata. Terbanglah sayang, dan kerjakan apa yang kamu yakini. Begitu pun denganku. Ketika kamu hendak datang atau pulang, pintuku terbuka lebar.

Ah, tahu tidak, aku masih suka terkekeh sendiri apabila mengucapkan kata terbang. Candaanmu memang paling OK, Sayang. Percaya atau tidak, itu mampu meluruskan saraf-saraf yang tegang. 

I'll see you soon Om Chef. Susah dan senang mesti dilalui dengan lapang dada tanpa menyesal sedikit pun. 36 jam terasa begitu singkat, dan sebenarnya masih banyak hal yang mau disampaikan. Tapi, prioritas saat ini adalah kamu istirahat yang cukup. Walaupun percakapan kita tidak banyak, mudah-mudahan skin to skin yang dilakukan melalui hati ke hati mampu me-replenish energi selama kurang lebih dua minggu ke depan. Tetaplah baik dan tersenyum pada semua orang, Sayang. Tetaplah fokus pada tugas. Kalau satu waktu kelelahan, duduklah sejenak tanpa melakukan apapun sambil mengamati tanpa termakan oleh suasana hati.

Firstly, audere est facere
Secondly, duc in altum

Tabik.



-Jekardah, June 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...