Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2010

Badai

Bibir gosongmu di kantung bajuku hampir mengelupas. Satu persatu jatuh, mengenai kulitku. Kamu bilang tak apa, usia pasti akan meranum. Menyinggahi segala musim yang menemui hidupnya dan kematian Kamu bilang, malam ini ada badai. Badai rindu yang mencuat menjadi gunung-gunung berkabut. Ratusan meter dari matamu yang berasap. Kamu peluk aku yang ingin mematahkan sendi-sendi jari, agar tak ada selimut yang bisa ditarik menuju badanku. Pelabuhan masih jauh. Sepuluh hari lagi baru sampai. kita seolah sudah kalah menahan badai yang tak kalah dingin di mulut laut.

Sebuah Musim

: atau musim di sini begitu asing hingga orang-orang dan denyut mereka pada tiap daun lontar menjadi beku. pada keterbatasan setiap ruas sedang tanah di laut dan di bawah rumah masih begitu lapang : atau musim di sini begitu asing ketika kata harus muncul di mulutbotol bir sampai di kafekafe orangorang habis berciuman habis dengan kekosongan : atau musim di sini begitu asing betapa ini kita tidak segaris dengan jalan yang ditaburi bunga musim di sini begitu asing. . . Sekayu, jan '10

Hujan Berdentum Menyerbu Kotaku

seperti katamu, zaman hujan di antara betis-betis kota mulai basah, berdentum menyerbu kotaku yang asing. padahal di tanah ini, aku masih belajar tentang reaksi matahari terhadap magnet bumi. --dapat kukatakan bahwa kutub selatan kakiku menarik selaput kutub utara kepalaku tapi apakah akan terbentuk lagi sebuah ngarai yang merobohkan sari tanahnya untuk dibangun jalan-jalan, dimana tapak kakiku akan dihitung ketika sampai di pintu rumah a-ba-ta ku-da i-ni : dan aku masih mengeja seperti katamu, akan ada bendungan dalam air, mengisi kebunkopi, kebun jagung, lahan pertanian di tangan kotaku agar tidak mengering dan mengerut seperti pelipis kiriku seperti katamu, hujan itu berdentum di kotaku, begitu terasa di pundak pagi, sampai kabut menebal dan bertambal lancip : berdentum menyerbu kotaku sekayu, 18 jan '10

Manuskrip Peka

: drp "di jantung mana sarafmu akan peka terhadap bunyi yang menadah hujan lalu jatuh ke pori tanganmu sebagai puisi yang lahir dari rangsang kulitmu?" "atau ketika airnya masuk ke lubang telinga dan menembus tulang martil untuk dipukulkan ke gendang telinga, maka bunyi pun akan berdentum, memantul dan kembali lagi seperti seserpih sajak yang musti di dengar" "dan matamu yang berbintik hitam akan menerima cahaya sebagai suatu kilauan yang hidup, yang berawal dari prisma segitiga, memantulkannya lewat langit setelah hujan berlalu ditanganmu." "lalu saraf siapa yang musti dituju sesungguhnya?"

Waktu

"inilah namanya sebuah tujuan di setiap jarak lubang-lubangnya" waktumu adalah sepertiga masa dalam buku dengan karangan dan sampul stofmap biru ketika akan kau mulai halaman pertama entah kenapa seperti ada hidungmu yang masih putih mirip sekali dengan lancipnya pundak ibumu dan ketika tulang rawanmu mulai mengeras membentuk peta serupa hiasan dinding ruang kerja ibumu. kau mulai tahu bahwa bangunan hidup akan segera berdiri palembang, jan '10

Hujan

Hujan baru sampai di kotaku ketika air di tenggorokanmu pecah dan mengering. toko-toko di antara pagar rumah dibuka, ibuibu dalam tenda menggendong bayi barunya seketika berlari membeli cermin dan sandaljepit ala penambang tekstil di atas pegunungan yang tak lagi ada dingin hujan baru sampai di kotaku ketika rambut tanganku mulai gugur serupa daun mahoni dan eboni yang jatuh ke reruntuhan erosi. di pinggir sungai ikanikan telah menjadi asin dan karang berbunga dalam musim dan cuaca adalah langit yang bernama malam hujan baru sampai di kotaku ketika kotak dan sepatu tali mulai dibuka berjalan mengelilingi tikungantikungan curam di antara yang paling terjal hujan baru sampai di kotaku ketika matahari memulai usia yang begitu lama merah di rambutnya adalah air yang ditampung untuk kemarau berikutnya hujan baru sampai di kotaku yang bernama dingin sekayu, 09-02-2010

Majesti

: Majesti seperti katamu, Majesti malam ini aku menemukan orang-orang dalam musik. pada suara kecapi dalam sebuah pesta dan sebuah perkawinan aku kembali menemukan pakaian-pakaian ketat ada tubuhmu yang sedang menari-nari di atas upacara perkawinan itu antara kucingku dan kucingmu yang pernah kutitipkan sebatang lilin di hatinya telah menjadi batu yang begitu hijau ketika mataku menatap kecamata pada air itu, Majesti aku hanya menemukan bermeter-meter jalan beraspal yang dulu aku pelajari di bangku pesakitan :dari metana lalu prosesnya di mesin-mesin dan pabrik kimia seperti katamu, Majesti akan lewat tangisan anak-anak yang baru mengenal warna ibu dan bapaknya yang baru mengenal siapa yang membagi musim dan tempat-tempatnya aku hanya mendengar katamu bahwa kita akan bertemu di pesta dan perkawinan lainkali lalu mengingat batu yang paling hijau di tarian kita nanti, Majesti sekayu, 2010

Outbond Memo

ini kali pertama pagi di perjalanan menghitung jarak yang tidak pasti jarak yang terusmenerus dipagari lumut dan rawa jarak yang kita duduki untuk sementara waktu mengatur sekumpulan udarapagi untuk masuk menyiapkan ruang yang cukup bagi kesenangan yang akan kita buat nanti di lapangan ketika hanya ada suara dan anakkecil bersepeda outbond-memo, aku ingin mengajakmu menyeberangi jalurjalur yang tak dikenal orang jalurjalur yang memberikan luka di sela tangan jalurjalur yang membangun rasa takut pada kita jalurjalur yang menjadikan kita supaya lebih dekat outbond memo telah memanggil kita menjadi bungabunga merah menjadi nasib yang harus membuka pagi dari jendela outbond-memo kenangan pertama yang akan kutulis lama. maka jadilah --catatan : outbond hari minggu jam 6 pagi. Bersama temanteman satu kelas dan wali kelas tergokil SMA Negeri 2 Sekayu, Ms. Aya. Sungguh mengesankan. Apalagi diisi dengan permainan "membuat jembatan manusia" dari potongan

Truck I'm in Love Melly

truck i'm in love di jalanmu Melly kukatakan, inilah kali pertama ada denyut yang berdentum memusat lalu berlari seperti ketika melihat kincir angin berputar di taman tulip sore kemarin truck i'm in love di jalanmu Melly di halte bis yang aku pesankan satu tiketnya dari kotamu menuju keluasan kotaku sampai di hutanhutan teruslah masuk pada tikungan yang panjang dan pohon beranting ganjil ada isyarat yang musti segera diusaikan tentang mimpi tidak lama lagi senyummu akan abadi truck i'm in love di jalanku ini semua mendesau suara-suara bergesekan ketika kau diam, maka dengarlah akan kautangkap dari ujung bunyinya bahwa ada yang terselip : senyum yang telah abadi Melly oh Melly bagaimana aku harus mengatakan aku ingin sembunyi dari hutan yang mengantarkankau kepadaku dari mimpi yang menjadikan senyummu abadi dari suara yang memperdengarkan keinginanku truck i'm in love di sini di jalanmu, Melly dengan senyum milikmu aku ingin abadi

Bagaimana Aku

bagaimana aku harus mengatakan kepada pelipis batu yang perlahan terkikis dan menjadi kerikil di pangkal ketiakmu agar tulisanku kelak tidak sia-sia tidak percuma menjadi garam yang menguap di antara kelekak rambutmu yang berkeringat bagaimana aku harus mengatakan kepada bintang yang paling timur dari kepalaku yang menghadap matahari tentang pagi yang baru muncul di antara dua bukit wanita-wanita pembawa bunga di desa-desa tentang pakaian orang-orang bertelanjang kaki tentang pakaian orang-orang yang tertutup permukaan tangannya tentang aku yang senantiasa bertanya bagaimana mengatakan ribuan denyut nadi yang berawal dari sebuah kecemasan yang berawal dari sebuah tikaman lalu panahan suku anak dalam bagaimana aku harus mengatakan delapan windu yang tersimpan sebagai rahasia yang rumit yang tidak pernah menemui kekasihnya atau sekadar istirah dari pendakian panjang di masa silam bagaimana aku . . . sekayu, 26 feb '10

Lukisanlukisan Perang

--kepada Ay Tjoe di antara perang-perang kita yang belum usai masih terdapat ribuan ruang silinder yang menyimpan tubuhtubuh kaku kita. pamanmu yang berkacamata ada di samping tiang benderaku. serupa ibu : di urutan keenambelas ada tudungtudung daun yang senantiasa menutupi kulit pohonpohon dari dingin udara pagi masih dapat kuingat di antara tubuhtubuh itu ada adik manismu, membawakan bunga yang baru menukar warna kemarin petang_sebelum perang pecah menyerbu tanah kita lalu badannya yang setengah membungkuk itu membuatku mengira ia sedang sujud di hadapanmu atau tengah tengadah meminta debu dan deru yang terbakar bersama abu perang pecah perang pecah tapi tidak di ruangan yang tetap menjaga matakita untuk saling memasuki dan menerka lukisanlukisan sunyi untuk perangperang sunyi sekayu '10 maret

Senyum Tersembunyi

--kepada Ampera entah bagaimana aku dapat melukiskan wajahmu mejameja retak ketika dimulai garis pertama yang membentuk sudut lengkung lehermu aku tidak akan mengawali atau mengingat arsiran yang dimuarakan ke sarafkulitmu mungkin kau akan peka ketika melihatnya tapi di sinilah gambarmu akan benar-benar bicara karena kertas ini yang meminta wajahmu yang basah ingatlah ketika tanganku mesti senantiasa lembab dan berlumut. lalu kau hanya diam dan berkata : "hatikulah yang tersenyum sebenarnya bibir tipis dengan gincu pucat ini hanyalah tipudaya. kalau kauingin melihat bagaimana senyum itu menetas masuklah ke dalam bajuku lalu kau akan menemui sepasang pisau untuk memotong rusukku yang tumbuh liar di dalamnya mengalir darah dari segala galau dan risau. maka sumbernya adalah hati ltulah senyumanku yang paling tersembunyi" aku makin gemetar yang kulihat melalui lubanglubang yang kasap cahaya semua menganak dari hatimu inilah sungai sebagai sumbe

Di Bawahnya Sungaisungai Mengalir

: yoyong amilin kami tidak akan mengatakan bagaimana Adam dilahirkan atau bagaimana peristiwa itu : ketika ia benarbenar membutuhkan Hawa dari tulang rapuhnya yang tidak memiliki cukup kekuatan sempat ia berfikir tentang bendungan akal yang begitu mendesir "siapa sebenarnya yang telah mengoyak dentuman-dentuman daun yang terasa asam di tanahku dengan maksud yang sebenarnya bahwa aku sungguh ingin memiliki sungaisungai mengalir di bawahnya : ketika itu airnya begitu menjadi hening maka Hawa yang suka berlamalama pada air itu tidak lebih sekadar dari apungan ikan yang kehilangan satu sisiknya" kami tidak akan mengatakan bagaimana bentukbentuk kuku Adam ketika pertamakali menyentuh tulang rapuh di sela geletar jemarinya pada saat yang sama mereka musti dipanjangkan tibatiba agar dapat bermukim lebih dekat menuju keluasan nafas yang masih muda dan ketika sampai di antara pucuk udara yang belum gelombang mencapai pada keinginan yang membeku ketika itula

Itulah Air Mata

menulis kata malam seperti pada cuaca ombak di pantai kita begitu asing seketika menjadi buas pada dada-dada laut yang mengusir deras gelombang malam mengirimkan sesuatu padaku tantang sebuah keberuntungan katakan pada anak kita yang kemarin bermain dengan cerutu bapak tirinya bawakan sebotol bir dan rerekah bunga yang membuat kita menjadi dingin dan suara telah sampai dan mendesir sedang di telingaku ketika menderas menjadi senjata orang-orangan hujan yang sarat dengan kegelapan ”bangkitlah dari pejaman yang pernah memimpikan kita menjadi sepasang gurita yang bercangkang lupakan bahwa laut pernah membawamu menyeberangi sebuah jembatan yang dapat menghubungkan dunia pada luar jendela lalu kamarku masih belum dapat berisik oleh kotak musik yang pernah kulihat di pasar-pasar” malam ini di bawah kekejaman suara aku ingin kita menyeka langit menghentikan kiriman dari perahu seberang : itulah air mata Palembang, 23 maret ’10

Pada 5 Sajak Kita Terus Mencari

--mama /1/ biarkan saja karena kita tak pernah tahu bagaimana sebenarnya bambu membunyikan bambu bagaimana sesungguhnya deru saling memburu bukan karena kita belum sampai pada syarat yang jauh tidak pula karena kita memahami bahkan menginsafi segala arah yang datang lalu menjadi satu /2/ hari kelabu kita menamai setiap catatancatatan yang memang mesti ditutup. untuk dibuka halamannya untuk ditulisi dengan huruf berkapital lalu kita menjadi kata yang senantiasa hidup dan berkata "cha, aku ingin memburu sampai ke banyak langit sampai ke limbung loki yang hampir kering sampai ke hari kelabu yang masih setia menanti di depan pintu" /3/ kita ini perupa yang mengerti bagaimana semestinya garis menjadi arsiran untuk objek yang utama lalu tidak seperti biasanya kita hanya membuat satu titik kita biarkan penikmat galeri menerkanerka wujud apa yang kita buat semalam suntuk kita menggiring mereka terus masuk terus menyelami dedasar ilusi yang t

Cerita Sebelum Tidur

sekali lagi aku tak dapat melepaskan bulir busa yang mengalir licin pada daun sebab tanganmu menjangkau serat dingin yang mendesing -1- sampaikan pada pasukanmu, kolonel bahwa markasmu telah menjadi milikku bukankah sangat mengasikkan jika tak ada ledakan-ledakan dari mulut berasap rokok lalu tak ada lagi janda-janda menangis sendiri sebab suami mereka berlama-lama di kamar mandi menunggu usapan sabun pada tubuh mereka telah lama berdaki karena di perang tak ada musuh yang mau dijadikan istri -2- selain tempat duduk kali ini maka lepaskanlah topi dan pangkatmu lupakan bahwa kau pernah menang di peperangan tapi di lembahku yang berliku panjang kau mungkin tersesat mencari pusar yang begitu lingkar menuju anak buahmu yang sudah dilucuti senjata "kau hanya suara erangan, kolonel menyerahlah padaku karena di sana wajah keluasan anak-anak kita telah menunggu ayah dan ibu katanya kembali" -3- sisakanlah satu potong kasur dan bantal serta

Sehabis Mendung

kita pernah bermimpi memasuki kawah-kawah candi yang menyimpan patung seorang dewi di tangannya ada rumah kita yang menggenang sehabis mendung setelah tiba di antara kedua jemarinya yang lebar kita melupakan doa yang mesti dibawa dan akan diamini oleh roh-roh leluhur penjaga rumah telinga kita menopang bunga. kau lebih suka yang kuning sedang aku suka yang merah. lalu mereka sama-sama tumbuh kemudian mekar memenuhi pengupingan kita sehabis mendung doa-doa kita bermunculan dari putik bunga yang tumbuh sehabis mendung bunga-bunga kita mekar menudungi rambut-rambut kita yang kehabisan tenaga sehabis mendung ketika kita memuarakan segala nasib pada candi bersama seorang dewi kita senantiasa mendengar bisikan parau entah suara atau dengungan bahkan dentuman yang begitu hebat hingga hanya ada satu yang kita ingat : sehabis mendung kita menunduk rendah. tapi kali ini kita merapatkan tangan untuk mengamini doa-doa yang pernah lupa dibawa sekayu, mar

Gemeretak Cangkir di Malam April

maafkan jika aku mencoba membaca gerak kedua lipatan bibirmu yang masih memerah sebab seseorang di belakangku telah memberitahukan bahwa semalam ketika masih april kau pernah menemui seorang gadis yang kesepian kau bilang bahwa ibunya yang selama ini menghilang telah berhasil kau telan aku tak cukup tahu seberapa lebar lehermu dapat mengerutkan tulang-tulangnya untuk menjadi lebih lunak setelah peristiwa itu maafkan jika aku mencoba menaiki terjal batu gincumu yang mengeras dan mengerak beku sebab aku tak kunjung paham bagaimana kau memilih warna untuk saat itu maka lubang yang memuatkan bola mataku ini mengatakan bahwa seorang lelaki berkuda datang menyekapmu pada gulungan lengannya, setidaknya ada selaksa warna yang kau suka diantaranya adalah luka begitu mirip dengan empedu yang dikeluarkan hatiku maafkan jika kali ini aku tak dapat mengetuk jendelamu atau bahkan meninggalkan wewangi malam yang kuperam di lingkar kancing bajutidurmu dan lelaplah masukl

Kau Aku Lady of Dream

Lady of dream Kita paham sebatas mana mesti berlagu menuruti sulur akar di hutan bambu Seperti biasa angin pagi lebih dulu sampai di sini Menyambutmu, membawakanmu setangkai kamboja dan putih melati di lubang telingamu Dengar, di sini suasana yang sunyi ”you’re all the only that i desire” Katamu berdebar-debar mengajakku datang Kemudian berlari mengitari akar-akar yang telah menjadi pundakmu untuk bersandar Sebab kamu yang masih jelita Memelukku dengan kerinduan yang mendalam Kamu tidak membakarku, tidak membakar ingatanku Tapi kamu membakar apa yang membuatku merasa menggigil bertanya-tanya Tentang musik apa yang akan dinyanyikan Barangkali kamu lebih tahu Serupa suara bedug bertalu-talu di pengupingan Lalu masuk ke gendang telingaku Setelah berkali-kali jatuh bungkam di tepi tulang martil yang belum cukup dewasa Lady of dream, Remaslah jantungku yang masih ingin berdetak Merekam segala hal yang masih ingin khusyuk Di hadapanmu, apakah aku ini seorang kekasih Yan

Saya Ingin Bertanya

ada yang tahu siapa yang meletakkan sembarang kaki di sini ada yang tahu siapa yang memukuli katak hingga sebelum pagi mulai benar-benar berbunyi, bernyanyi, menari ada yang tahu siapa yang menggemgam tangan saya saat ini ada yang tahu siapa yang paling pucat jaketnya di antara pentanyaan saya tadi ada yang tahu siapa saya dan siapa yang akan membiarkan saya mati tergeletak tanpa puisi ada yang tahu bersama siapa saya akan pergi menuju rumahmu di tengah kesepian dan suara-suara bisikan yang meyasinkan beberapa nama menjadi kepedihan ada yang tahu siapa? -- '10  

Tanza

dan matamu tanza hidup kami tak akan lama lagi kamu mengambil bilik dinding yang melapisi dingin kami kamu menimbun harapan kami yang tak lama akan bersemi menjadi kelopak bunga tanza, segeralah rebahkan kami seperti mantra-mantra ajaib di tongkat sihirmu padatkan kami menjadi satu tanpa ada di antara kami yang berkeping-keping jatuh tanza, berbutir-butir dari kami melenguh di telingamu, kami mengetuk sebab doa-doa yang dikalengi oleh saudara kami hampir kadaluarsa kami membusuk ulat-ulat di tubuh kami sudah menetas tanza, jangan biarkan kami di tanganmu sia-sia menjadi api yang semata-mata habis dipadamkan oleh puisi -- sekayu  

Orang-orang Perancis

orang-orang perancis di tubuhmu menguap sajak seorang gadis jawa yang ingin berlari ke tepi sungai yang menjaga makam kedua orangtuanya. kamu berziarah ke sana. membawa seikat bunga. kamu memakai parfum yang bertuliskan keroncong : hampir punah. siapa yang akan menyangka bahwa tanah makam itu pernah menjadi sepasang bianglala yang tak pernah mencapai cukup usia "aku datang tapi tidak sendiri aku membawa rombongan berseragam tentara yang mengawal seisi langit aku membawa bunga di pekarangan tanah perancisku telah tumbuh menjadi tumpukan bukit yang perdu" "kamu pasti ingin menangis tapi ini bukan saat yang tepat bersembunyilah di balik jubahku aku akan membawamu mengenali perancisku yang cukup jauh di matamu, aku yakin kamu akan mengerti kenapa orang-orang perancis begitu ingin sampai di makam ini" "orang tuamu kamu masih dapat memantaunya lewat cermin teropong di mataku tak ada yang akan tahu aku, orang perancis ini kamu pasti mengerti&

Kepada Dinda

bacalah buku-buku itu dengan tenang rebahkan kedua tanganmu di atas sampulnya sebab wajahku telah membaca risau dan peluhmu usaplah dadamu yang sarat kerinduan sebab hatiku menerka atas apa, semua rasa itu bersumber :dari segala waktumu yang meluap lewat pundak mama dan papa. sebenarnya ada harapan-harapan yang muncul bersamaan hari kelahiranmu bila kau menghitungnya dari sekarang cukup membutuhkan empat malam purnama dan ratusan matahari yang siap dipanah tepat di tengah sumbu dan nyalanya mungkin saja kau akan menggigil bertanya-tanya di saat malam makin meranum atau mungkin malah merasa mengantuk berulangkali di saat anak matahari kembali dilahirkan dari arah timur rahim ibunya dengarlah gemeretak cangkir-cangkir yang ada di mejatamu sebelah sana kau tak perlu keluar dari peraduan untuk mendengarnya pengupinganmu pasti cukup kuat untuk mengumpulkan dan memisahkan mana bunyi yang begitu sendu untuk diartikan mana bunyi yang begitu asing untuk dihilangkan r

Tanggungan Hidup dan Mati

-- kau akan gagal mengingatku sebagai kekasih yang utuh   silahkan sayang! kau boleh membuka lubang penuh asap itu sebab di dalamnya telah aku siapkan beberapa cerutu dan lima batang rokok yang berisi tembakau di pantaipantai yang tergerus arus. mungkin bagimu terasa manis, atau seperti gula yang disukai semutsemut merah yang asik berlarian kesana kemari di lantai rumahku matamu, jangan sekalikali dipejamkan sungguh, aku tak akan mampu membuatmu sadar dan lagi mengenaliku sebagai kekasihmu yang utuh sebab asapnya beracun. nanti membuatmu melayang dari satu kesenangan ke kemabukan yang lain hanya setelah perkataanku membisikkan sesuatu di pengupinganmu, barulah kau dapat terpejam perlahan. tak perduli lama atau sebentar saja. waktu di dalam tidurmu, nafasmu, hidupmu, matimu tetap sama. delapan tahun dibayar satu windu, tujuh matahari dan tujuh bulannya digenapi dalam satu minggu. barangkali ini tak terlalu penting bagimu tapi bagaimana pun juga semuanya merupakan tan

Demikianlah Terambesi

tujuh puluh tahun sudah aku mengingat bunyi-bunyi besi yang dipentungkan ke tubuh temannya sendiri. dengan gamblang mereka sama-sama menjerit mengeluarkan desakan seperti muntahan lava gunung merapi yang lama tak meletus. lalu melelehkan air untuk mendidihkan batu-batu krikil yang konon katanya dulu pernah gagal mengawini putri yang suka mandi di sianghari berdentum-dentum. dan berulangkali memecah asap dan kabut. terkadang di pagi yang masih begitu buta untuk seorang bayi mencari puting di dada ibunya sedang aku, terus mengenang tujuh puluh tahun menjadi bongkahan-bongkahan kayu yang semakin lembab. dan berlumut. tetumbuhan hijau dengan leluasa melapangkan akar dan batang-batang demi mengeruk sisa-sisa cahaya matahari yang tak lagi menguning kemudian telinga, bukan berarti ia akan segera menuli dan pecah seketika di kumpulan gelombang yang sarat akan dorongan. bergejolak. aku mungkin sudah mengenalnya lebih dari setengah umurku yang selalu hangus di tangan-tangan gosong bunyi-

A Ba Ta Tsa

--kamu bilang  tubuh siapa yang manis malam ini pasti akan cepat habis-- sesekali mengetuki keningmu yang panjang akan waktu telah mendorongku bersama senyap sepi kamu memberi nama bahwa kamu akan dewasa kamboja-kamboja di parau pantai kakimu tumbuh kamu adalah mahkota yang saat ini masih terselip di sisi kenangan bunganya kamu adalah tangkai di bawah kelopak yang sedemikian mekarnya kamu bercerita bagaimana kamu bersuara dari kuncup yang tak lagi muda. sesekali kamu merapatkan muka untuk menegukku aku tumpah di lipatan bibirmu aku sempat mengeja serumpun bunyi yang luka : a ba ta tsa sekayu, ogust 2010

Palembang, yang Menjadi Lima Aforisme

-Palembang Kota 1- di balik kamp kota yang telanjang aku ingin musnah menjadi malam-malam di atas sungai yang memuarakan Musi ke mulut Si Guntang dan Ampera di sini aku ingin kembali memeluk suka cita atas nama cinta di air mancur sebuah nama mengalir menyebut-nyebut diriku untuk mengerami butir padi di pematang sebab pancaroba yang telah menjadi musim tak lagi menjadi asing bagi penduduk kota dan akhirnya bermukim di retinamataku yang lembab oleh langit senja di atas Sumatera aku bentangkan kelima jari mengepung cahaya lampu dan lilin yang sering bertemu diam-diam berpagutan di hadapanku. sambil menuang arak di Batanghari Sembilan mereka menyebutnya satu loki yang mesti diminum sampai pagi -Palembang Kota 2- kamu bernyanyi Tentang Dirut yang ditinggal bapaknya pergi mendulang hujan di meja besi lalu menulisi nama ibunya paras ibunya yang sejak lama sudah mengabadi ”Dirut menangis” katamu, ”bibirnya yang tipis itu mengingatkan ak

Kamu Akan Segera Tahu, Pagi Ini

bulan kita terbit di pinggul pagi, pukul lima ”ma, sudah bangunkah kamu dari ringkuk dada dan baju daster yang bergulung? aku menyingkap jendela, menerima telpon, memakai celana pendek. dingin sekali di sini, tak ada hujan, tapi ada salju yang turun perlahan mengguyur tapak kering di tanganmu. aku menangis, basahlah sekujur tubuhmu.” ”aku berbisik di telinga kirimu tapi kamu tersenyum. panggilan sayang kali ini berbeda. terasa lebih manis. aku ingin mengecupnya menjadi puting yang meraung pada kekasihnya” ”di jalan yang membentur, bukalah langkahmu, ma! aku ingin berselimut ingin sekali lagi mengulang bagaimana meniduri harapan silam yang kadang tumbuh merambat seperti bulu kakiku.” ”mimpimu, segeralah bermukim menjadi lagu-lagu hidupku akan terus bernyanyi berdegup kencang dengan kerlip lelampu yang senantiasa memendar dan menguning di bawah hujan itu, ma.” ”tapi malam meringkuk begitu jauh dari sumbernya” ”bukankah bagimu bagiku itu juga aka

Agustus Siang Ini

-Peta- bagi siapa yang tak mengenalmu membaca nama-nama pulau yang telah memunculkan banyak peradaban di musim baru, akan senantiasa merasa tercekam dalam tiap tikaman gelembung yang menderu dera dalam hati lalu menangis mengaliri air mata orang-orang yang mengering. -Biru- bahwa laut ini adalah milik engkau yang menyudahi teriakan anak-anak yang tertikam di kedalaman senja :pisau telah menjaga mereka dari api -Hati- dalam hati, senyum mereka sembunyikan menghalangi dentuman tanah-tanah bakaran -Mesiu- mereka menjadi ledakan, senjata-senjata yang telah bermukim di tiap-tiap liangmata orangtua mereka. bersarang menjadi kemarahan yang lama ditunggu untuk tiba, memakan debu-debu menghabur pada muka yang sedih dan luka. -Membaca Puisi- dan puisi, mereka bertulis dengan air mata yang banyak membendung longsor-longsor kerinduan batin kepada tanah lapang, untuk dibacakan : merekalah puisi -Layang-layang- mereka berkejar-kejaran, memburu angin matahar

Gadis

katamu "ada gadis yang keluar dari telinga seseorang tangannya gemetar, dan menggenggam api yang sebenarnya bersulut. dan bunyi halimun di pagihari tiba-tiba menimbulkan ketakutan kekacauan masuk ke dalam hati membuka segala celah tentang puisi" dan tulisan: a pen in her hand is a pen in our hand kebersamaan kami secara berurutan telah menjelma kecekaman "tak ada cinta dan lagu malam ini" all day long we're alone sebab segala perenungan yang mentautkan nama kami, melahirkan anak-anak buta yang tak mengenal rahim ibunya yang sepi. : kami meraung nyeri sebab kami di sini tak pernah yakin dengan keajaiban palsu serupa bagaimana penyihir yang memabukkan kucingnya mematikan orang dari kehidupan kami pergi ke mimpi yang abadi  --gadis itu menyusul kami seikat kamboja yang hampir layu di tangannya, ternyata masih wangi towards us all names had been waiting lumut tanaman dan batu begitulah kami pada akhirnya menyatu after ar