Langsung ke konten utama

Memperingati Kasih Sayang

Tulisan ini saya pasang dengan tujuan berbagi. Jadi, kemarin kebetulan Mas Chef sedang off dari kitchen. Seperti biasa, setelah lima hari bekerja satu hari setelahnya adalah libur. Mungkin sama dengan weekend pada umumnya untuk orang-orang kantoran. Bedanya, kalau weekend Mas Chef hanya satu hari dan jatuhnya tidak di setiap Sabtu maupun Minggu. Laki-laki tangguh satu ini, he will be moving his legs violently. Jujur saya akui terkadang bisa cemas berlebihan, terutama dengan kebugaran selama berada di tempat kerja. Sama seperti seorang 'preschool teacher', she needs to be present in the classroom every single day. Kenapa? Berbeda dengan 'teacher' di jenjang 'primary' hingga 'secondary', jika sedang berhalangan hadir cenderung dapat menuntaskan materi ajar pada hari itu cukup dengan meminta siswanya mengerjakan tugas di halaman sekian. Di 'preschool' cara kerjanya tidak demikian. 'Teacher' harus benar-benar mendampingi anak-anaknya selama proses belajar. Ditambah dengan kewajiban untuk menulis 'daily report card' yang akan disampaikan pada orang tua. Repot memang, kalau dikerjakan dengan setengah hari. Mas Chef juga sama, bertugas di kitchen harus mengoptimalkan kelima indera dan kondisi jasmani serta rohani yang prima.

Masih berkaitan dengan 19 Mei kemarin, saya dan Mas Chef dapat bertatap muka di Hari Selasa tanggal 21 Mei. Karena kondisi saya sedang tidak baik selama dua minggu belakangan, saya minta Mas Chef untuk menemani ke dokter. Sayangnya rencana ini berubah karena Jakarta sedang siaga 1. Pengumuman resmi presiden RI yang terpilih menimbulkan kasak-kusuk disana-sini. Banyak jalanan menuju lokasi strategis ditutup dan dijaga anggota Brimob. Mas Chef pun yang awalnya akan ke Glodok, tidak jadi berangkat. Jadilah satu sama lain mengingatkan untuk segera pulang saja setelah berkegiatan.

Sekitar sore menjelang magrib, Mas Chef menghubungi saya sebentar lagi akan jalan. Seperti biasa, ada ritual 'cooling down' yang menurut saya rutin dilakukan Mas Chef sebelum kami bertemu. Barulah tiga puluh menit kemudian Mas Chef berangkat. Kalau jalanan tidak terlalu macet, dengan kecepatan standar, hanya memerlukan waktu lima belas menit untuk tiba di tempat saya. Namun ada yang lain. Baru kali ini selama tiga puluh lima menit Mas Chef belum juga sampai.

Yang muncul pertama kali di pikiran saya adalah, oh jalanan sedang macet, maklum karena bertepatan dengan waktu berbuka puasa. Saya kembali menerka, mungkin Mas Chef mampir sebentar ke mini market untuk membeli kopi atau yoghurt kesukaan saya. Atau yang ke tiga, Mas Chef berhenti sebentar di kedai untuk 'cooling down' lagi sekaligus menunggu jalanan tidak terlalu ramai, baru kemudian melanjutkan perjalanan. Tapi jujur saya mulai cemas. Hal terbaik yang dapat saya lakukan adalah mencoba untuk diam sejenak, tidak bereaksi apa-apa ketika sedang 'over thinking'. Barangkali istilah yang lebih tempat untuk menjelaskan ini adalah 'mindful'.

Beberapa menit setelah merasa lebih tenang, akhirnya Mas Chef datang dengan napas terengah-engah dan sedikit berkeringat. Melihat Mas Chef membuka pintu, ingin sekali rasanya saya melompat ke depan pintu dan 'giving him a big hug'. Ingin sekali langsung bertanya kenapa lama sekali. Namun perhatian saya teralihkan dengan satu bingkisan hitam yang dibawa Mas Chef. Ohya sebelumnya Mas Chef juga tidak pernah membawa tas ransel. Biasanya hanya membawa tas selempang kecil yang dapat menyimpan dompet, charger, rokok, pemantik, 'handphone' juga 'earphone'.

Kecemasan saya terjawab. Ketika melangkah menuju saya, Mas Chef langsung bilang Happy Birthday, Sayang. Seketika saya pun 'melting' padahal suhu Air-con sudah di angka 22°C. Rasa haru bercampur dengan bahagia, ada juga suka cita, semuanya menjadi satu. Saya degdegan tidak karuan. Rasanya sampai detik ini pun saya tidak rela melepas pelukan Mas Chef.

Tepat di usia seperempat abad, saya dihadiahi keluarga, teman-temat yang baik hati, dan Mas Chef oleh Semesta. Nikmat mana lagi yang saya dustakan. Rasa sukur mana lagi yang saya ingkari. Sekujur tubuh saya, bahkan kalbu, terasa begitu sejuk, lembut, dan hangat.

Kewajiban lain saya saat ini adalah menjaga dan merawat dengan baik jalinan yang satu-persatu terhubung dengan saya. Mudah-mudahan dengan diawali niat yang baik, mulai hari ini hingga seterusnya jalan menuju kebaikan terbuka lebar, dimudahkan, dan semoga kami semua yang terlibat diberi kekuatan.

Kue ulang tahun dalam bingkisan berwarna hitam dan emas, bertuliskan Happy Birthday Miss M, serta tamagoyaki pan sebagai kado, akan terus menjadi sangat spesial. Bagaimana tidak, ada semacam pengorbanan yang dicurahkan untuk mewujudkan kedua hal ini ada di depan mata saya. Sambil sesekali berseloroh, Mas Chef bilang 'Katanya minta rumah untuk hadiah tapi pancinya aja dulu ya'. Dalam hati saya membalas dengan 'ndapapa Sayang, masih ada tahun depan. Walaupun rumahnya masih dalam rencana, aku bisa sabar. Rumah ini kelak diisi oleh kita'.

Pagi ini sekitar pukul 06.30 WIB saya jogging sambil mendengar lagu secara acak. Di atas langit begitu cerah. Dimana-mana tampak biru, awan seolah sedang menyingkir dari pandangan. Saat itu pula nampak 'morning star'. Sebagai seorang Taurus, Dewi Venus menjadi simbolnya. Venus dalam Taurus mencakup aspek asmara, pertemanan, dan kreativitas. Ah, indah sekali. Walaupun suatu saat situasi sulit menghimpit saya, mudah-mudahan saya mampu untuk lebih 'mindful' bahwasanya tidak satu pun dapat saya kendalikan. Jika ada yang berantakan, tidak apa-apa. Berantakan pun merupakan bagian dari keseimbangan bukan?

'Sayang, sekali lagi matur nuwun. Terima kasih sudah bersedia hadir secara utuh baik di saat luang sekaligus di saat paling sibuk. Terima kasih sudah bersedia melakukan yang terbaik. May the source of all energy stays with us'.

Tabik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Writing As A Love Language

:Vin Elk, Ars Magna, & Lady Loved* Lately, I have enjoyed writing a lot. Writing worked on me the way Dumbledore did while he was in Penseive, so he could experience his memories through other perspectives. He uses it to siphon the excess thoughts from his mind, pour them into the basin, and examine them at leisure. Writing has helped me to untangle my mind, examine what to deliver, communicate the messages verbally and non-verbally, and reflect on how this writing will evoke certain emotions or moods. Writing becomes the mirror that provides insight into who I am, what I desire, what I experience, what I value, and what I am not into. Writing becomes the language that deliberates my inner peace. On another level, writing could answer the quest that dwells in my mind.  I am glad to share what is significant for me right now. Being loved by the right person and people is heaven, and so is being respected, prioritized, supported, desired, and understood. The right person and peop...

The Essence of Learning New Things Every Day

Everyone basically has opportunities to learn something new every day. They learn to get a new skill or to let go of what doesn't belong to them. The cycle comes and goes. Learning something new is not only a shortcut to improve one's life, but also to make one's meaningful, and their presence could make the simplest form of change.  I was once asked about the skills I have other than teaching. I confidently responded to them that I have enough skills in writing, photography, and cooking. While doing my responsibilities in the class, I value the three areas will be beneficial for me in professionalism. I have unlimited resources to access them if one day, I could only choose one area to support me for a living.  As an individual who has to make a move every day, I see learning as a potential way that brings us to become more selfless. We can learn new things every day as long as we have the courage and willingness to be a beginner. A beginner carries honesty since they have...

A One Year-Old Bonding

I was having a brief and light conversation with my boyfriend about how to create more memorable stories, create sparks in our relationship, and make better plans for our future. What I deeply appreciate about him is that he never ceases making plans for us as if he knows exactly where we're going, the potential issues we are going to face, how to cope with hard conversations, and many more. Reassurance, emotional support, and acts of service speak louder than just words. In lieu of the conversation, we had opposite points of view on how we would build healthy relationships and bondings in marriage while each of us is trying our best to achieve our goals. In addition, I am aware of his endeavors to listen more, to be more transparent in making decisions, to welcome discussions, to work collaboratively, and to articulate what we feel and what we think about assertively. We want to find the best route that could accommodate our needs in particular. There was a funny moment when I sud...