Judul tulisan ini saya ambil dari salah satu merk dagang 'dark swiss chocolate with pieces of orange and almond slivers'. Kebetulan belakangan ini menjadi salah satu cokelat kesukaan saya. Perpaduan antara cokelat, jeruk, dan almond, menjadi semacam harmoni di lidah. Saya sampaikan terima kasih untuk kadonya, San.
Ah, di usia 24 tahun sebelum mencapai 19 Mei kemarin, saya baru sadar bahwa saya cukup menggilai jeruk. Panganan ini baru benar-benar dapat saya nikmati ketika beberapa bulan lalu, di rumah anak didik privat, dihidangkan jeruk-jeruk mungil. Awalnya saya ragu untuk makan jeruk jenis ini, pasalnya saya mempersepsikan bahwa jeruk yang mungil identik dengan rasa asam yang cenderung tidak dapat saya nikmati. Ternyata dugaan saya salah.
Selain berukuran mungil, jeruk ini punya keunikan lain. Aromanya terkesan enak, cenderung menenangkan bagi saya. Apalagi rasanya yang manis walaupun kira-kira 10% nya terasa asam. Kalau ada orang bilang surga dunia itu nyata, ya saya setuju. Inilah surga dunia versi saya. Akhirnya selama satu bulan lebih saya putuskan untuk mengonsumsi jeruk jenis ini tanpa merasa bosan. Sayangnya setelah lebih dari satu bulan, tiba-tiba kualitas jeruk yang dijual di Supermarket X tidak sebaik sebelumnya. Dengan terpaksa saya harus 'stop' kebiasaan ini.
Ah saya baru ingat. Saat itu masih dalam suasana perayaan Chinese New Year, makanya dimana-mana banyak jeruk, terutama yang mungil ini, ditambah lagi berhasil membuat saya sangat menyukainya. Selepas beberapa waktu dari CNY, otomatis yang dijual di pasaran adalah barang sisa. Terkesan kalau terjual ya sukur kalaupun tidak mari banting harga, yang penting harus habis dan ganti barang yang lain. Itu pendapat saya.
...
Cokelat ini sebagai kado dari teman terdekat saya yang jauh-jauh datang dari Cibubur. Kita sepakat untuk buka bersama setelah beberapa bulan tidak duduk sama-sama menikmati acara seni kesukaan sambil mengunyah makanan ringan. Terkadang kegiatan ini juga diselingi ngobrol ringan soal hidup, termasuk studi-studi dan seluk-beluk skolar.
Sampai akhirnya ada 'moment' ketika kami membicarakan karier, dan saya mengatakan bahwa saya mulai merasa jenuh dengan apa yang saya lakukan. Alasannya saya merasa tidak ada tantangan baru. Saya merasa mulai melakukan sesuatu yang berulang, polanya sama, mungkin dapat dikatakan seperti Sisifus. Selama 'deep talk' jujur saya tidak benar-benar hadir di sana, dalam artian beberapa persen dari diri saya mulai memikirkan apakah ini jalan hidup yang tepat untuk saya. Bila ingin menilik ke belakang, tentu yang saya jalani saat ini bertolak belakang dengan yang saya ingin capai. Bekerja dan membentuk satu 'team' dengan 'preschoolers' jauh dari gambaran cita-cita saya.
Point keduanya adalah ketika saya bercerita pengalaman selama di Bali selama kurang lebih tiga bulan. Waktu itu sedang libur panjang kuliah menuju semester delapan. Kegiatan yang saya lakukan adalah berlatih menjadi asisten tante yang sedang bergelut dengan bisnis villa di Amed dan Gili. Rekannya waktu itu adalah seorang pebisnis dari Eropa Timur. Melalui beberapa pertemuan santai, saya menyadari bahwa ada kebiasaan yang berkaitan dengan waktu yang akhirnya justru membuat saya dan tante ngopi cantik dulu. Apa itu? Rekan tante yang satu ini suka sekali datang ngaret, tidak tanggung-tanggung sampai satu jam lamanya. Jadi, selain ngopi selama 60 menit, saya putuskan untuk membawa buku panduan Kemahiran Berbahasa Prancis yang menjadi kitab kedua paling wajib setelah Le Robert.
Lalu mengapa saya memutuskan tidak kembali lagi ke Bali, karena ada beberapa pola pikir saya dan tante yang berseberangan, salah satunya adalah posisi perempuan terutama setelah menikah. Beliau menyatakan bahwa selain menjadi rekan untuk urusan domestik, perempuan juga harus pandai menjadi rekan pemuas kebutuhan biologis dan rekan bisnis pasangan hidupnya. Wow, nanti dulu. Pembahasan ini menurut saya terlalu jauh dan terlalu memberatkan satu pihak. Ditambah lagi di saat yang bersamaan saya tidak percaya dengan institusi pernikahan. Sejak saat itulah saya mencoba menjaga jarak dengan tidak lagi menghubungi tante saya selama kurang lebih enam bulan. Padahal sebelumnya komunikasi yang lebih mengarah pada 'sharing' cukup sering saya lakukan. Termasum ketika membicarakan parfum. Saya harus berterima kasih pada beliau yang mau meluangkan waktunya untuk berbagi ilmu mengenai parfum.
Kebetulan ketika sedang libur dari aktivitas kantor, tante aktif mengikuti kuliah pendek, misalnya yang berkaitan dengan parfum dan 'wine'. Berkat tante juga saya akhirnya menemukan parfum 'soulmate' saya, yakni Chloé Love, yang memiliki aroma oriental cukup kuat dan akan cocok disemprotkan untuk acara malam hari. Selain itu, selera kami untuk parfum cenderung sama.
(To be continued)
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin