Langsung ke konten utama

Hidden Gem

Kemarin Jumat, sesuai janji Ombucin menyempatkan diri menjenguk saya. Lagi-lagi di luar jadwal off. Kebayang kan gimana capeknya pulang kerja, di jalan macet-macetan, belum lagi mendengarkan saya berjam-jam. Ya saya memang tipikal yang suka cerita banyak hal. Apa saja. Bisa soal keluh kesah selama mengajar, mengutuki orang yang tidak dikenal, rasa was-was saat Alex sedang tidak enak badan, jam lembur bahkan saat akhir pekan, dan lain sebagainya. Ntah apakah hal yang saya sebutkan sebatas berbagi cerita atau malah keluhan.

Dalam konteks berbagi cerita, hal-hal yang ingin disampaikan akan diutarakan secara bergantian. Kalau sudah begini, alat komunikasi hanya akan sesekali dicek untuk urusan penting. Tujuannya agar kami saling fokus berbagi dan mendengarkan.

Jujur saja, beberapa teman dekat saya mengeluhkan mengapa sulit sekali menghubungi saya saat sedang bersama Ombucin. Jawabannya sederhana, saya dan Ombucin sebisa mungkin memaksimalkan waktu bertemu yang terbilang sangat singkat. Itu pun ketika sudah sama-sama fokus pada urusan 'kitchen' dan sekolah, komunikasi sesekali akan dilakukan saat pagi sebelum berangkat kerja dan sore sampai menjelang waktu tidur.

Setiap kali saya bilang, "Duh bentar banget ya, perasaan baru tadi datang ke sini." Ombucin dengan lembut menjawab, "Disyukuri selagi masih bisa ketemu. Di lain kesempatan akan datang lagi."

Wah terdengar seolah saya dan Ombucin selalu akur bukan?

Menurut saya pribadi, bahkan bertengkar kecil pun itu hal yang masih wajar dalam berhubungan. Asalkan ketika emosi sedang meluap, salah satu ada yang mengalah. Lagi pula mengalah bukan berarti salah satu menjadi kalah. Toh bertengkar juga bukan memperdebatkan siapa yang salah siapa yang benar.

Di tengah maraknya pemberitaan penderita Corona yang bertambah, baik saya maupun Ombucin terus saling mengingatkan untuk menjaga kondisi kesehatan dan membiasakan untuk mencuci tangan (dengan benar), minum air yang cukup, dan mengurangi kegiatan di luar saat sedang off. Saya dan Ombucin juga berharap orang tua kami senantiasa dalam kondisi prima meskipun aktif berkegiatan di luar rumah.

---

Saat menjenguk saya, Ombucin biasanya akan membawa camilan, berupa gorengan, roti, yoghurt, susu, dan lain sebagainya. Kebetulan kemarin saat datang, Ombucin bawa gorengan dan roti. Seru kan kalo berbagi cerita sambil mengunyah makanan ringan seperti itu.

Sekitar pukul 8.30 malam, kami jalan-jalan keluar untuk 'hunting' makanan. Biasanya akan berkeliling dengan motor, tapi sekarang tidak. Kami hanya berjalan kaki. Destinasi pertama kami adalah Bakso Gepeng. Saya merekomendasikannya karena bakso yang disajikan enak, daging sapinya lebih dominan ketimbang terigu. Harga memang relatif mahal, tapi untuk rasa tidak mengecewakan.

Setelah tiba di depan kedai Bakso Gepeng, ternyata tutup. Sayang sekali. Lalu kami berjalan kaki lebih jauh lagi sambil melirik Bakmi Apuy yang tutup secara permanen. Sedih sekali. Biasanya kami akan ke sini setiap dua minggu atau sebulan sekali.

Setelah berjalan beberapa saat dan tidak menemukan hal menarik untuk dimakan, akhirnya kami memutuskan untuk membeli mie goreng dan dimasak sendiri. Ombucin juga sekalian belanja minuman kesukaannya.

Di jalan pulang, tiba-tiba kami melihat kedai kaki lima yang menjual nasi goreng dan kawan-kawan. Ombucin bilang "Cobain yuk! Mie goreng instannya dimasak lain kali." Ya sudah tanpa pikir panjang, kami memesan satu porsi mie goreng plus dua telur. Kebetulan saya membawa bekal nasi merah. Jadi saya kira satu porsi cukup. Ombucin juga sedang tidak begitu ingin makan malam.

Singkat cerita mie gorengnya enak dan ludes dalam sekejap. Akhirnya kami putuskan menambah satu porsi lagi ditambah dua telur, sama seperti pesanan sebelumnya. Benar saja, tidak butuh waktu lama, porsi ke dua pun habis, begitu pun dengan bekal nasi merah yang saya bawa.

Di sini, memang agak sulit mencari makanan kaki lima yang pas di lidah. Tapi pernyataan ini tidak berlaku kemarin, karena setelah melanjutkan perjalanan pulang, kami pun menemukan 'hidden gem' selanjutnya, Leker. Sekilas adonannya mirip 'crepe' hanya saja berukuran lebih kecil dan pilihan isiannya tidak banyak.

Awalnya kami berencana membeli leker itu lain kali kalau Ombucin datang lagi. Setelah beberapa langkah di depan penjual leker, kami akhirnya putar balik, sekadar membeli camilan ini.

Ya meskipun perut sangat kenyang dan cukup jauh berjalan kaki, tapi kami puas. Artinya misi malam kemarin membuahkan hasil. Senangnya bukan main.

---

Ombucin jangan bosan ya, mari berpetualang lebih jauh lagi. Sebab kebaikan semesta tak hanya ada dalam cahaya :)

Tabik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat ...

Writing As A Love Language

:Vin Elk, Ars Magna, & Lady Loved* Lately, I have enjoyed writing a lot. Writing worked on me the way Dumbledore did while he was in Penseive, so he could experience his memories through other perspectives. He uses it to siphon the excess thoughts from his mind, pour them into the basin, and examine them at leisure. Writing has helped me to untangle my mind, examine what to deliver, communicate the messages verbally and non-verbally, and reflect on how this writing will evoke certain emotions or moods. Writing becomes the mirror that provides insight into who I am, what I desire, what I experience, what I value, and what I am not into. Writing becomes the language that deliberates my inner peace. On another level, writing could answer the quest that dwells in my mind.  I am glad to share what is significant for me right now. Being loved by the right person and people is heaven, and so is being respected, prioritized, supported, desired, and understood. The right person and peop...

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our love...