Langsung ke konten utama

Preschool dan Kebijakan Pemerintah untuk Belajar di Rumah

Sebagai seorang fasilitator pendidikan yang bergerak di bidang pendidikan anak usia dini, cukup was-was dengan bertambahnya jumlah 'suspect' Corona. Salah satunya adalah anak berusia tiga tahun. Mengingat anak usia dini yang belum genap lima tahun rentan sakit karena sistem imun yang belum kuat. Artinya, harus ada pengawasan ekstra dari orang-orang terdekat untuk melindungi si kecil.

Kebijakan untuk mengontrol angka penderita Corona yang semakin hari semakin bertambah dengan mengganti kegiatan belajar dan mengajar di sekolah menjadi di rumah, menurut hemat saya adalah langkah preventif yang baik. Mengutip penyataan dari Bung Anies, upaya yang dilakukan haruslah proporsional dan optimal. Dengan melihat kejadian yang dialami negara tetangga, Indonesia, khususnya Jakarta dan sekitarnya dapat melakukan self-quarantine lebih dini dan secara sukarela.

Lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah anak usia dini yang mengusung kurikulum yang menitikberatkan pada cara belajar 'Direct Learning' dan 'Active Learning'?

Secara garis besar (dan menurut hemat saya), sekolah yang mengusung 'Direct Learning' masih dapat mengobservasi perkembangan anak didiknya dengan mengirimkan 'worksheet' pada anak didik sesuai fokus masing-masing, misalnya matematika, membaca, menulis, dan lain sebagainya. Setelah sekolah kembali aktif, 'worksheet' ini akan dinilai berdasarkan kemampuan masing-masing anak.

Lalu bagaimana dengan 'Active Learning'? Saya pribadi cukup khawatir dengan keterbatasan observasi anak-anak karena harus dilakukan perhari. Tujuannya untuk mendapatkan hasil observasi yang lebih 'update' baru kemudian dicatat dalam bentuk anekdot. Kalau kegiatan belajar (bermain - karena tugas utama anak adalah bermain) dilakukan di rumah, bagaimana mungkin saya dapat melihat perkembangan belajar anak?

Setelah beberapa kali mencatat kemungkinan terburuknya, saya teringat dengan kegiatan 'recall' yang menjadi salah satu bagian dari 'daily routine' di kelas. Benar saja, observasi masih tetap berlajut melalui bekal 'recall'. Kegiatan ini tentu masih dapat memenuhi kebutuhan observasi yang mencakup 'Approach to Learning', 'Emotional and Social Development', dan lain sebagainya. Jadi ketika anak masuk sekolah, kebutuhan observasi yang sempat kosong selama kurang lebih dua minggu dapat terpenuhi. Mudah-mudahan dapat saya laksanakan dengan baik :)

Tabik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...