Langsung ke konten utama

K I T A Berdua Saja

Apa rencanamu saat malam minggu? Bila pertanyaan ini diutarakan pada Ombucin, tentu akan dijawab dengan banyolan, "Hidup itu ga perlu rencana. Besok ya besok, hari ini ya hari ini." Sambil terkekeh geli, sesekali Ombucin menggodai saya, mungkin karena saya terkadang bersikap agak rumit, kadang-kadang tegang. Kalau sudah seperti ini Ombucin akan lebih sigap membantu menenangkan. Saya akui terkadang mendapati kesulitan dalam mengontrol diri, mengendalikan ketakutan, dan apapun yang berkenaan dengan suasana hati. 

Tapi semalam, di malam minggu, saya dan Ombucin, berdua saja. Meskipun berdiam diri, ritual berbagi pasti tiada henti. Menyenangkan sekali, tapi bukan berarti saat sendiri tidak menyenangkan. Tidak juga. 

Ketika sedang sendiri, saya cenderung disibukkan dengan paperwork tiada henti, tanpa mengenal jam istirahat.  Makanya jika ada waktu kurang lebih lima menit hingga tiga puluh menit, saya maksimalkan untuk memeluk diri, mengapresiasi diri telah bekerja keras beberapa waktu yang lalu. 

Mencintai dan dicintai, secara utuh, mengingatkan saya pada konsep pola menhasuh dan merawat anak dengan berbagai cara. Ada orang tua yang mengamini jellyfish parenting, dolphin parenting, tiger parenting, hingga hellicopter parenting. Unconditional love lies on hard labour, begitu katanya. Jujur saja, saya tidak sepakat dengan ungkapan itu, sebab mengerdilkan esensi cinta. 

Lantas siapa yang mampu mendefinisikan cinta? Bagi saya, cinta terlalu kerdil untuk didefinisikan lewat kata, seolah makna cinta hanya sampai serumpun kata yang ditangkai seapik mungkin. Umpama minum air, nikmatnya hanya bisa dirasakan. Ada semacam perasaan lega yang sebenarnya sangat kompleks, dan hanya kita sebagai subjeklah yang tahu. 

Mencintai pun tidak melulu dalam lingkup kebahagiaan. Oh ngomong-ngomong, dengan menerima diri sendiri, merangkulnya erat, kemudian merawat, menyayangi dan mengasihi diri dalam suka cita adalah salah satu bentuk penerimaan, saya mencintai diri. 

Dear Ombucin, Ibu, Ayah, Asti, dan Alex, sampai berjumpa di lain kesempatan. Mari menerima dengan lapang dada segala bentuk penerimaan diri tanpa membatasi Mana yang mesti mencintai dan mana yang mesti dicintai. Berbeda bukan berarti salah. Ingat pelangi? Begitulah kiranya.

...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...