We and all these things are here for a reason to become, wether by design or by default, by errata or afterthought. We trust our timing, when the time is right, it will come.
Hari ini, saya masih mengeluhkan tagar DiRumahAja. Seperti biasa, dalam hati ingin sekali teriak kapan situasi semacam ini berakhir. Selain keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar semakin membesar, saya juga menginginkan untuk kembali aktif di sekolah bersama anak-anak. Saya masih ingat detik-detik menuju Outside Time, ketika kami berjalan menaiki anak tanggal satu-persatu, nenuju outdoor playground. Kami dimandikan dengan hangatnya cahaya matahari. Setelah berkeringat, angin sesekali lewat, membelai kulit, dan mrndinginkan sisa keringat.
Situasi work from home tidak begitu menguntungkan bagi saya, terutama karena saya menyukai aktivitas yang menggerakkan seluruh anggota tubuh, bukan duduk-duduk di depan monitor dari pagi hingga petang.
Pertemuan dengan anak-anak melalui screen time hari ini berjalan cukup efektif. Awalnua kami sama-sama kagok, mesti diapakan ini kalau scaffold atau activity yang dilakukan tidak sesuai jadwal. Selain itu, work from home membuat saya terus bekerja tanpa mengenal waktu istirahat.
Hari ini, saya benar-benar baru bisa melepaskan diri dari layar monitor saat jam digital genap mencapai angka tubuh malam. Bayangkan berapa jam mata terpatri dan terpapar cahaya biru dari perangkat gadget. Yang saya takutkan jika terlalu lama menghadap monitor adalah minus mata bertambah.
Lalu sikap seperti apa yang mesti saya upayakan bahkan di saat negara saja tidak terlalu setia (dalam tanda kutip) pada rakyatnya. Lantas memangnya masih ada yang betul-betul setia, padahal penerjemahan puisi pun mengingkari penulisnya. Katanya penulis sudah mati, dan penerjemah dituntut untuk menggarap dan melihat teks tidak sebagai penulisnya. Yeks itu, telah berdiri sendiri, dan tugas pembacalah, dalam hal ini penerjemah, kembali mendefinisikan ulang apa itu kesetiaan. Seolah kata antar bahasa mempunyai hubungan gelas, dan kerahasiannya tidak dapat digugat.
Inilah saatnya berkontemplasi. Berdialog dengan diri sendiri, mendengar diri saat mengajaknya berkomunikasi.
Anak-anak, mari hidup untuk benar-benar hidup, untuk hidup sekali lagi.
Hari ini, saya masih mengeluhkan tagar DiRumahAja. Seperti biasa, dalam hati ingin sekali teriak kapan situasi semacam ini berakhir. Selain keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar semakin membesar, saya juga menginginkan untuk kembali aktif di sekolah bersama anak-anak. Saya masih ingat detik-detik menuju Outside Time, ketika kami berjalan menaiki anak tanggal satu-persatu, nenuju outdoor playground. Kami dimandikan dengan hangatnya cahaya matahari. Setelah berkeringat, angin sesekali lewat, membelai kulit, dan mrndinginkan sisa keringat.
Situasi work from home tidak begitu menguntungkan bagi saya, terutama karena saya menyukai aktivitas yang menggerakkan seluruh anggota tubuh, bukan duduk-duduk di depan monitor dari pagi hingga petang.
Pertemuan dengan anak-anak melalui screen time hari ini berjalan cukup efektif. Awalnua kami sama-sama kagok, mesti diapakan ini kalau scaffold atau activity yang dilakukan tidak sesuai jadwal. Selain itu, work from home membuat saya terus bekerja tanpa mengenal waktu istirahat.
Hari ini, saya benar-benar baru bisa melepaskan diri dari layar monitor saat jam digital genap mencapai angka tubuh malam. Bayangkan berapa jam mata terpatri dan terpapar cahaya biru dari perangkat gadget. Yang saya takutkan jika terlalu lama menghadap monitor adalah minus mata bertambah.
Lalu sikap seperti apa yang mesti saya upayakan bahkan di saat negara saja tidak terlalu setia (dalam tanda kutip) pada rakyatnya. Lantas memangnya masih ada yang betul-betul setia, padahal penerjemahan puisi pun mengingkari penulisnya. Katanya penulis sudah mati, dan penerjemah dituntut untuk menggarap dan melihat teks tidak sebagai penulisnya. Yeks itu, telah berdiri sendiri, dan tugas pembacalah, dalam hal ini penerjemah, kembali mendefinisikan ulang apa itu kesetiaan. Seolah kata antar bahasa mempunyai hubungan gelas, dan kerahasiannya tidak dapat digugat.
Inilah saatnya berkontemplasi. Berdialog dengan diri sendiri, mendengar diri saat mengajaknya berkomunikasi.
Anak-anak, mari hidup untuk benar-benar hidup, untuk hidup sekali lagi.
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin