Langsung ke konten utama

'Privilege' yang Tak Disadari

Setelah membaca sekilas mengenai garis besar seperti apa jellyfish parenting, dolphin parenting, tiger parenting, bahkan hellicopter parenting, benang merahnya adalah apakah kita cukup aman dan nyaman dengan bentuk kasih sayang tiada duanya dari kedua orang tua kita? Pertanyaan ini kemudian membawa kembali memori masa kecil. Untuk mendapatkan kasih sayang dari Ibu terutama, saya harus bekerja keras terlebih dahulu. Segala tindak tanduk saya diukur melalui skala keberhasilan, semakin tinggi nilainya, semakin sayang Ibu pada saya. Sebaliknya, semakin kecil angkanya, well jangan berharap banyak.

Akhirnya ini mempengaruhi sikap yang mesti saya putuskan jika dihadapkan pada dua pilihan. Pilihan ini harus membuat orang tua tetap sayang pada saya. Memang terdengar picik dan sangat menghakimi, seolah yang diupayakan orang tua adalah semata hal buruk. Tentu tidak. Justru dengan begitu saya belajar untuk lebih tegas dalam beberapa situasi. Jika tidak suka, katakan tidak. Jika suka, katakan suka.

Saya pribadi, menilai kebebasan memilih, dalam lingkup keluarga antara anak dan orang tua menjadi 'privilege'. Tidak semua anak mempunya akses itu, salah satunya saya. Misalnya, saya dilarang memilih mengerjakan satu hal karena orang tua biasanya tahu mana yang terbaik untuk anaknya. Sifat kemahatahuan ini adalah bentuk superioritas terhadap anak. Jika anak memilih hal yang tidak direstui orang tua, pilihan itu jelas salah.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Nietzsche mengenai Übermansch. Indikator menjadi manusia yang utuh adalah ketika ia memperoleh banyak kesempatan untuk memilih sebebasnya, tentu dalam koridor memahami apa konsekuensinya. Saya menafsirkan hal ini sebagai privilege, bahwa memiliki akses yang besar dalam memilih banyak pilihan adalah sebuah keistimewaan, sadar atau tanpa disadari.

Kita dibuat seolah lupa, memilih pilihan bahkan yang salah sekalipun adalah salah satu bentuk proses pembelajaran. Tidak selamanya kita menjadi seorang narator, yang mahatahu. Dalam beberapa kesempatan, kita juga menjadi seorang siswa yang belajar lewat kesalahan. Bahwasanya, tahapan belajar tidak melulu untuk anak-anak sekolah. Itu yang saya pahami usai membaca Vygotsky.

...

Ada satu hal lain yang ingin saya utarakan di sini. Dalam lingkup keluarga, biasanya kita tergabung dalam 'group chat' keluarga. Topik ini saya gaungkan ulang setelah membaca satu ulasan menarik di Twitter mengenai kenapa dalam grup ini, salah satu di antara kita gemar sekali membagikan berita nir-verifikasi. Awalnya saya berniat ingin keluar saja. Tapi setelah diperhatikan, sekali pun yang dibagikan adalah berita nir-verifikasi, inilah lahan bagi kita untuk memulai dialog antarsesama.

Yang paling penting dari berdialog adalah mempertajam analisa, bertukar informasi. Kita berupaya untuk mengkritisi dan membuktikan keabsahannya. Maka tidak salah jika saya katakan bahwa berdialog, suka atau tidak suka, menjadi kanal untuk membuktikan bahwa yang benar adalah benar, bukan membuktikan yang salah.  Disadari atau tidak, jangan-jangan mempunyai ruang berdialog dalam ruang lingkup keluarga sekalipun (tidak hanya membicarakan hal yang bersifat domestik), menjadi 'privilege' juga, sebab tidak semua orang mempunya kesempatan lebar untuk mengaksesnya.

To opt for something or two, or more we believe in, then to gain an access to create dialogue in a group of people, lie in privilege.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...

Let's Take Care of Ourselves

I found out I enjoy munching sweet snacks. I wasn't a big fan of it, but lately each time I tasted cookies, banana fritters, or other Indonesia sweet snacks, mouthwatering was the first impression my brain translated. Until I tried to neutralize one with sugar free tea, it helped me not to feel guilty a lot. It was a bit uneasy to control the intake since the works sometimes overwhelmed me. My number one assignment now is not to avoid the stress, but to regulate the stress. It's been a long time I didn't have respiratory system problems since the COVID era, now it seemed to keep coming regularly especially when I ate spicy food. It would provoke the shortness of breath and sore throat that led to asthma. Even when I had to rest at night, I didn't sleep tight. I tried to consume more of protein from red meat in particular, it still seemed hard to maintain the health nowadays. Only Allah would take care of me after I attempted my utmost to take a good care of myself. Insy...