Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2019

Goodbye to You My Trusted Friend

'Goodbye to you my trusted friend' merupakan salah satu lagu yang dibawakan ulang oleh group Westlife di awal tahun 2000an. Lagu ini jadi salah satu lagu yang dinyanyikan anak-anak K2 di acara perpisahan kemarin pada 29 Mei 2019. Hingga detik ini, saya masih belum bisa percaya sepenuhnya bahwa acara tahunan yang jujur cukup menjadi momok bagi saya, dapat berjalan dengan baik. Hal ini tentu tidak lepas dari kerja sama team selama kurang lebih tiga bulan. Di awal 'term' 4, semua persiapan mulai dikerjakan satu persatu. Kami memulainya dengan naskah. Ini adalah salah satu bagian tervital. Tanpa naskah, persiapan lainnya tidak akan pernah terlaksana. Ibarat sebuah organisasi, naskah adalah CEO-nya. Sebelum latihan untuk pementasan pun terlebih dahulu harus dilakukan bedah naskah. Kemudian setelah selesai, barulah mengerjakan yang lain, misalnya mempersiapkan properti. Sama seperti pertunjukan drama pada umumnya, properti yang digunakan berbentuk 3D. Kami semua mengerj

API

Angel Flight An oil painting by Leonid Afremov Ketika sedang menulis Buku-buku dan secangkir teh yang basi Berserakan begitu saja Menempati ubin yang masih kosong Di sini, di kedua bahumu yang memanjang dari kota kelahiran hingga kematianku Aku berpetualang begitu lincah Memacu kuda liar putih Atau pernahkah dalam hidupmu Melihat adegan sebuah film Tentang peri hutan dan anak manusia Yang bertikai dengan masa lalunya Di tengah bumi, kira-kira ratusan tahun silam Cahaya sempat padam dan dilemparkan ke laut Lalu seorang penyihir tua, dari balik jubah putihnya Menarik tongkat ajaib Menyulap kawanan burung yang tak sengaja melintas Menjadi pasukan perang paling ganas Satu persatu dituruninya bukit yang landai itu Tapi aku tak benar-benar paham arti pengorbanan Hingga suatu hari kekalahan hampir mencekik leherku Menarik urat-urat kehidupan dan kenangan tentang seorang gadis Di sebuah gazebo, air mengalir begitu tenang Ikan hilir mudik bergantian Di tubuhnya melili

ALBUM FOTO

Rain's Rustle An oil painting by Leonid Afremov Aku tak menuntutmu pulang malam begini Di luar angin berkejaran sekencang mungkin Menampar daun jendela Mengibaskannya hingga jauh terpelanting Aku terbaring sendirian Menatap layar monitor yang tidak begitu lebar Sambil sesekali mengganti aplikasi Dari sekadar Microsoft Word  Kemudian berselancar di mesin pencari Dan berakhir di Photoshop Aku menemukan kita  Tertumpuk di antara file tak bernama Hanya tertera angka Lalu Algoritma yang bekerja secara rahasia Menyusun dengan acak nol satu nol satu  Dan seterusnya, begitu katamu Lembar demi lembar ditampilkan Ceritanya seperti ini Ketika masih kerap bermalam di luar Di koridor lantai dua sebuah kedai makanan cepat saji Kita duduk Dan berdua saja Aku mengubahnya ke dalam gambar hitam putih Menyingkirkan yang tidak perlu terekam  Kecuali sepasang senyuman Semanis gulali Kita bersandar di antara keheningan Coba bayangk

SI PEGITAR

The Old Guitarist An oil painting by Pablo Picasso Hari-hari bergerak melambat Dan kita seolah terseret dengan begitu terpaksa dari satu jalan menuju yang lainnya Jam-jam di dinding nampak kaku Tiktok mulai terdengar tidak nyaring Kecuali derap langkah kita terkoyak di antara kesunyian Aku melihat bayangan Dari balik etalase matahari yang hampir susut itu sedang menyedot kita Kepala hingga bahu menjadi sedikit lebih lonjong dan sempit Perut dan tangan menjadi tak dapat dibedakan Keduanya seolah pasrah sedang terjepit Dan tinggal kaki Terlipat dan kaku Menjadi yang terpantul sia-sia Sedang waktu adalah materi yang begitu dekat dengan kita Orientasi malam dan siang Panjang interval pagi dan sore berputar bergantian memikat dan menjerat Kita dininabobokkan Bahwasanya melepaskan diri adalah akhir yang harus dihindari Maklumat kematian -begitu naas Sudah sekian lama aku ingin mencapaimu Mengejar yang hampir digenggam kedua tangan Menarik ujung bajumu

Lindt Sprüngli

Judul tulisan ini saya ambil dari salah satu merk dagang 'dark swiss chocolate with pieces of orange and almond slivers'. Kebetulan belakangan ini menjadi salah satu cokelat kesukaan saya. Perpaduan antara cokelat, jeruk, dan almond, menjadi semacam harmoni di lidah. Saya sampaikan terima kasih untuk kadonya, San. Ah, di usia 24 tahun sebelum mencapai 19 Mei kemarin, saya baru sadar bahwa saya cukup menggilai jeruk. Panganan ini baru benar-benar dapat saya nikmati ketika beberapa bulan lalu, di rumah anak didik privat, dihidangkan jeruk-jeruk mungil. Awalnya saya ragu untuk makan jeruk jenis ini, pasalnya saya mempersepsikan bahwa jeruk yang mungil identik dengan rasa asam yang cenderung tidak dapat saya nikmati. Ternyata dugaan saya salah. Selain berukuran mungil, jeruk ini punya keunikan lain. Aromanya terkesan enak, cenderung menenangkan bagi saya. Apalagi rasanya yang manis walaupun kira-kira 10% nya terasa asam. Kalau ada orang bilang surga dunia itu nyata, ya s

Memperingati Kasih Sayang

Tulisan ini saya pasang dengan tujuan berbagi. Jadi, kemarin kebetulan Mas Chef sedang off dari kitchen. Seperti biasa, setelah lima hari bekerja satu hari setelahnya adalah libur. Mungkin sama dengan weekend pada umumnya untuk orang-orang kantoran. Bedanya, kalau weekend Mas Chef hanya satu hari dan jatuhnya tidak di setiap Sabtu maupun Minggu. Laki-laki tangguh satu ini, he will be moving his legs violently. Jujur saya akui terkadang bisa cemas berlebihan, terutama dengan kebugaran selama berada di tempat kerja. Sama seperti seorang 'preschool teacher', she needs to be present in the classroom every single day. Kenapa? Berbeda dengan 'teacher' di jenjang 'primary' hingga 'secondary', jika sedang berhalangan hadir cenderung dapat menuntaskan materi ajar pada hari itu cukup dengan meminta siswanya mengerjakan tugas di halaman sekian. Di 'preschool' cara kerjanya tidak demikian. 'Teacher' harus benar-benar mendampingi anak-anaknya selama p

Art is Interesting

When I think art is interesting, it brings me to Van Gogh. Seriously I still don't understand why. Tapi satu hal, saya pernah belajar post-impresionis di bangku kuliah semester tiga, tentunya tidak sampai ke akar. Yang saya pelajari berupa pengenalan. Tokoh yang dibahas saat itu kebetulan Van Gogh. Pelan-pelan mesti saya akui bahwa ini bukan kebetulan. Pasalnya dalam waktu sekejap, saya pun berhasil mengingat empat film yang memutar dan berkaitan langsung dengan siapa dan seperti apa karya yang dihasilkan oleh Van Gogh. Berkat ini pula sekitar satu bulan lalu saya juga memasukkan salah satu lukisan Van Gogh yang berlatar kerumunan orang berkumpul di sebuah meja makan, dalam salah satu cerpen saya. Lukisan ini mempunyai warna dominan, yakni coklat. Konotasi yang terus berputar di kepala saya adalah Kentang, mungkin pada waktu itu orang-orang di Belanda banyak yang mengonsumsi kentang. Who knows? Tanpa basa-basi, inilah judul film (atau mungkin juga serial) mengenai Van Gogh yang dap

MEMAKNAI HARI INI

Diambil dari koleksi pribadi Sambil mendengarkan Vivaldi vs Vertigo dengan begitu damai Hari ini, 19 Mei, genap usia saya menjadi 25 tahun. Seperempat abad sudah, mungkinkah saya menjadi lebih dewasa kali ini? Atau sebelum jauh mengartikan dewasa, alangkah baiknya saya memahami dengan baik seperti apa menjadi dewasa itu, apa saja langkah yang dapat ditempuh untuk menjadi pribadi yang dewasa, kebiasaan apa yang mesti ditinggalkan dan sekaligus diperbaiki, seperti apa pengorbanan yang mesti saya lakukan? Ya, masih banyak lagi. Lagi pula tidak hanya saya yang berbahagia hari ini. Mari kita sama-sama mengucapkan selamat hari kelahiran pada Ho Chi Minh. Mari merayakannya dalam keheningan dan kedamaian penuh khidmat. Ah dewasa itu tidak mesti diwujudkan saat ulang tahun saja. Dewasa itu bisa saja ada di saat yang tidak spesial asalkan saya sadar, ada fase lain yang sedang saya jalani bukan atas dasar terpaksa dan sebagainya. Setidaknya satu hal, bertindak dengan memahami ada konsekue

I FIGHT

Kamis, pagi-pagi sekali saya bangun tidur dengan dikejutkan pesan singkat dari Ibu. Kurang lebih begini isinya, "doa kami selalu menyertaimu Bii." Lembut dan tulus sekali. Saya langsung teringat jadwal kegiatan yang akan saya tuntaskan hari ini. Seperti biasa, I fight anxiety and fear everyday. Kedua telapak tangan basah dan saya pun berkeringat dingin. Tapi tidak semua hal yang berkaitan dengan anxiety dan fear selalu berarti buruk. Tentu tidak. Kedua hal ini selalu mendorong saya untuk melakukan yang terbaik. Memang hasilnya tidak 100%. Paling tidak dengan mencoba secara maksimal, saya ingin menunjukkan bahwa saya akan selalu melawan untuk tidak dikendalikan oleh anxiety dan fear. Pernah sekali saya bertanya pada adik, seperti apakah saya menurut kacamatanya. Well, kalimat yang tercetus pertama kali adalah bahwa saya pribadi yang gampang panik. Hal ini dapat terlihat dengan jelas melalui mimik wajah. Ah, saya paham. Artinya, saya memang harus berdamai. Saya ini buka

INI CARA SAYA MENDAMAIKAN HATI

Seperti akhir pekan yang sudah lewat, saya gunakan untuk beristirahat. Tapi jangan langsung percaya. Ya saya sedikit berbohong. Rencana istirahat yang saya gadang-gadangkan di hari kerja jarang sekali dapat terpenuhi. Alasannya bermacam-macam. Saya ini termasuk pribadi yang suka memperlambat suatu kegiatan, sehingga yang tadinya hanya membutuhkan satu atau dua jam, malah ngaret, bisa jadi tiga atau empat jam. Durasi pengerjaan yang lebih panjang mengharuskan saya melek terus-terusan. Lantas apa yang terjadi? Ah jelas menjadi kesal. Pada siapa? Saya kesal pada diri sendiri. Tapi meskipun terbilang lelet, hal ini saya lakukan dengan tujuan tidak merasa melakukan kegiatan di bawah tekanan. Memang benar, tapi pada akhirnya ada hal lain yang harus dibayar. Bagaimana caranya berdamai dan mendamaikan hati di tengah konflik terhadap diri sendiri? Jujur saya tidak punya solusinya. Lantas jika tidak ada, untuk maksud apakah tulisan ini dimuat? Sederhananya saya ingin berbagi sedikit mengen

. . . .

Kalau sedang sendiri, saya akan lebih nyaman duduk di lobby ketimbang di kamar. Alasannya simple, saya takut berdialog dengan diri sendiri, saya takut menemui diri sendiri. Mengerjakan banyak hal jangan-jangan membuat saya merasa seolah itu salah jika hanya sandaran dan tidak melakukan apa-apa. Seolah merasa kotor kalau sedang tidak ada yang dikerjakan. Mau tahu apa yang saya takutkan dari kedua hal di atas? Rupanya saya takut untuk jujur pada diri sendiri bahwa saya sedang berada di titik jenuh menjadi pribadi yang idealis. Saya paham betul akan tugas-tugas yang saya pikul di pundak, dan saya kerjakan sebaik mungkin. Hal pertama yang saya pikirkan saat bangun tidur adalah kerja. Hal terakhir yang saya rencanakan sebelum tidur adalah kerja. Tubuh saya beberapa tahun belakangan seperti diciptakan hanya untuk bekerja. Bagaimana dengan liburan? Liburan itu hal yang mewah. Jarang sekali bisa menikmati libur. Jarang sekali memginjakkan kaki di luar kantor. Tapi untuk sementara, ti

Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti

Yang Patah Tumbuh Yang Hilang Berganti merupakan judul lagu gubahan Banda Neira yang terangkup dalam satu album sebelum mereka resmi bubar. Judul ini mengingatkan saya pada pepatah 'Patah satu tumbuh seribu. Tiap-tiap kehilangan yang memberatkan perlahan akan digantikan dengan suatu hal yang lebih baik. Saya tahu apa rasanya 'longing'. Kalau saya pribadi ketika sedang mengalami itu biasanya akan jatuh sakit, seperti migrain, maag, hingga demam. Pengalaman ini membuat sekujur tubuh saya seolah merasakan luka fisik. Kepada orang-orang terdekat, terima kasih telah membawa dan memberikan warna dalam hidup saya. Kalian ini, telah menjadi katalisator. Serupa dengan kendaraan, tidak akan berfungsi tanpa bahan bakar. Alangkah baiknya semesta mempertemukan kita, menjadikan kita keluarga baru untuk saling mendukung Dan merangkul. Dengan begini, saya percaya bahwa masih ada manusia yang baik dan berhati tulus. Tulisan ini mungkin terdengar seperti ucapan terima kasih dalam karya i

Dear Me, Dear Us

Sumber : diambil dari kamera pribadi, Ambarawa 2015 Dear Me Dear Us Saya terketuk untuk berbagi sedikit tentang apa itu damai, tentunya melalui sudut pandang pribadi. Sumbernya adalah beberapa pengalaman hidup, beberapa sempat membuat saya jungkir balik, bernapas tersengal-sengal, bahkan tidak jarang mengutuk pihak sana-sini sebab seringkali menyalahkan merekalah yang membuat saya 'sakit', padahal seandainya saya mencoba lebih sedikit untuk mindful, saya yakin bahwa 'human error' yang saya alami berasal dari saya sendiri salah satunya. Maka kalau sedang tidak enak, tidak ada salahnya jika saya coba nikmati dulu, merasakan pelan-pelan sakitnya, dan saya yakin secara jasmani memang ada semacam reaksi kimia yang berkenaan dengan hormon, membuat saya mengalami ketidaknyamanan ini. Tidak mengapa, perjalanan pada akhirnya akan mendidik saya untuk tumbuh, suka atau tidak suka. Bila dikaitkan dengan urusan kerja, hal semacam ini pada dasarnya sangat dibutuhkan u