Langsung ke konten utama

PRINCIPIA JAGADHITA

PRINCIPIA JAGADHITA

sumber : illustrationfriday.com


Hari ini, Minggu, dimulai pada jam tiga pagi. Seperti biasa sebelumnya saya akan tidur tengah malam sambil melihat-lihat ilustrasi di tahun 20an hingga 60an, memutar koleksi Lana Del Rey, membaca dua atau tiga artikel dan jurnal singkat berbahasa Indonesia atau asing, mengggarisbawahi hal-hal yang penting dalam artikel dan jurnal itu serta lanjut menelusurinya lebih mendalam lagi melalui mesin pencari. Berjumlah dua kalau menghabiskan kira-kira satu jam, dan tiga kalau berdurasi tidak lebih dari sembilan puluh menit. Saya tidak bernapas panjang. Terkadang iri melihat adik, ibu dan ayah, teman-teman sekolah, mantan kekasih, teman kuliah, kekasih, teman satu kantor, dan orang asing yang sesekali saya temui di pojokan yang menyediakan ruang membaca dapat berlama-lama membenamkan segenap jiwa dan raga mereka pada sebuah buku. 

Artikel dan jurnal singkat nyatanya lebih pendek dari buku. Untuk membacanya saya masih harus memilih dengan cermat mana yang benar-benar bisa saya baca di saat situasi paling tidak kondusif, mana yang harus lebih dulu dibaca, atau bagaimana menemukan benang merah dari artikel atau jurnal pertama, kedua, dan ketiga. Otak saya terkadang hanya ingin bermain-main, kadang sulit diajak serius. Jiwa kekanak-kanakkannya masih betah duduk manis di kepala saya. Tapi tidak apa-apa, selama kami berteman baik, itu tidak masalah.


~~~
Masih pukul tiga pagi, tiba-tiba saya terbangun sambil meraih telepon genggam di sampingg bantal. Posisinya tidak pernah jauh dari tempat tidur, malahan selalu di tempat tidur. Telepon genggam menjadi teman tidur saya lebih tepatnya.

Saya mengecek barangkali ada notifikasi baru yang masuk. Ternyata hanya ada beberapa yang tertera di email. Kebanyakan berupa informasi lowongan kerja dari laman pencari kerja. Sebagian posisi ditempatkan di kantoran dan sebagian lagi di sekolah. Ah preschool teacher, apakah ini benar-benar jalan yang telah mantap saya pilih? Kalau memang ya, artinya dalam waktu dekat saya tinggal melanjutkan Diploma Montessori dan studi S2. Sayangnya untuk program pascasarjana, saya masih bingung harus fokus kemana. Pagi ini tertarik pada politik, siangnya tertarik pada strategi perang, sorenya tertarik dengan psikologi anak, malam-malam tertarik pada linguistik atau filsafat. Besok, mana saya tahu. Betapa cepatnya tertarik dengan hal-hal baru. Atau saya harus kuliah berkali-kali di program studi yang berbeda tiap dua tahunnya?


~~~
Di Whatsapp belum ada pemberitahuan baru. Hanya beberapa selingan dari group belanja online yang menawari ini itu. Sebentar lagi akan puasa dan lebaran, diskon bertebaran di sana sini. Mengikuti perkembangan mode menjadi tren. Menjadi seseorang yang konsumtif adalah gaya hidup yang keren. Tidak peduli besok mau makan apa, yang penting berpakaian baru dan terlihat gaul. Kalau kemarin mengenakan atasan H&M, jin keluaran Mango, heels dari Zara, dan tas merk Lacoste, hari ini harus beda. 

Saya ini dapat digolongkan menjadi korban perilaku konsumtif. Seharian bisa pusing karena memikirkan besok pakai apa, atau kalaupun mau dipakai ulang bagaimana mencari pasangannya. Tidak hanya itu, setelah selesai memadu-madankan outfit, saya juga harus menyelaraskannya dengan warna lipstick. Mana yang terlihat senada, lipstick berwarna merah cerahkah, merah gelapkah, merah dengan tone biru, merah kecoklatan kah, atau yang lebih ekstrim dengan mengaplikasikan lipstick berwarna hijau metal. 

Lepas memilih warna lipstick, saya juga akan dipusingkan dengan parfum apa yang sesuai dengan gaya saya hari itu. Hal ini dilakukan biasanya untuk menambah kepercayaan diri di tengah khalayak ramai. Tidak untuk menjadi pusat perhatian. Ketika orang-orang berpapasan dengan saya, setidaknya mereka berhenti sejenak sambil menoleh ke arah saya dan menggumam dalam hati, wanginya enak sekali. Ada pun daftar parfum yang paling saya sukai selama beberapa tahun terakhir, misalnya Hypnotic Poison Christian Dior dengan aroma dominan vanila oriental, Masaki Matsushima Shiro dengan aroma bunga kapas, cyclamen, mawar dan iris, daun cemara, serta white musk. Selanjutnya masih ada parfum Hypnose Woman dari rumah mode Lancôme serta Fantasia dari Anna Sui.

Di sini saya merasa jiwa kefemininan sangat dipertaruhkan. Seolah menjadi perempuan yang tidak feminin adalah hal yang salah. Hasilnya pengeluaran membengkak. Saya masih rutin menabung, hanya saja jumlahnya tidak tetap setiap bulan. Tidak jarang untuk sehat saya hanya jogging keliling komplek, minum susu UHT seadanya, konsumsi buah dan sayur yang itu-itu saja. Nutrisi yang masuk ke tubuh saya menjadi tidak variatif. Biasanya hanya bertahan satu bulan sampai akhirnya lidah menjadi kebal sendiri. Inilah resikonya, harus saya telan bulat-bulat.


~~~
Saya kira ada yang mengirimkan ucapan hangat selamat tidur. Sayangya tidak. Sejenak saya berpikir pelan-pelan mungkin Mas Garry sedang sibuk membaca. Ya inilah cara Mas Garry menenangkan dirinya setelah seharian penuh menjalankan tugasya di kitchen. Kalau sudah seperti ini, bagi saya mengganggu konsentrasinya adalah larangan keras. Dari sinilah saya paham bahwa menghargai kegiatan orang lain itu penting, untuk kebaikan bersama.

Selama tiga bulan ke depan akan ada pergantian menu. Jika sudah genap tiga bulan, Mas Garry akan lebih sibuk dari biasanya. Apalagi saat ini Mas Garry menangani soffritto dan burger. Bahan yang perlu disiapkan tidak sedikit jumlahnya, ditambah waktu yang dibutuhkan selama proses memasak. Tidak jarang berlarian di kitchen menjadi santapan tetap. Pernah beberapa kali juga kaki Mas Garry seperti terkilir, ujung tumit menopang beban tubuh terlalu lama sehingga untuk berjalan saja rasanya sakit sekali. Apabila sedang off, seharian dipergunakan sebaik mungkin untuk beristirahat. Mas Garry akan kembali melek saat sore hari, beberapa jam sebelum matahari terbenam. Dilanjutkan dengan cooling down, menyeduh segelas atau dua gelas kopi dingin yang tidak indie, dan menghisap beberapa batang rokok layaknya seorang penyair, duduk sendirian sambil tercenung memikirkan nasib tulisannya di tangan penerbit ibu kota. 


~~~
Kira-kira tujuh bulan yang lalu untuk pertama kalinya kami bertemu di kedai yang menyajikan makanan cepat saji. Jujur saya agak deg-degan waktu itu. Yang pertama karena saya tidak terlalu menyukai makanan cepat saji. Pikiran mengenai dampaknya terhadap kolesterol, terbuat dari bahan berpengawet, dan tenggorokan yang sensitif dengan MSG berhasil membuat saya was-was. Yang kedua karena ini kali pertama bertemu Mas Garry. Kedua telapak tangan menjadi dingin, jantung berdegup kencang, lalu sedikit cemas kalau nanti perbincangan kami menjadi tidak begitu menarik, dan lain sebagainya. Hasilnya saya panik, selama kurang lebih tiga puluh menit di pertemuan pertama saya lebih banyak diam sambil sesekali mencermati dengan seksama yang disampaikan Mas Garry.

Menatap mata dan menjadi pendengar yang baik, itu hal wajib yang harus saya lakukan. Lupakan serangan panik, moment langka ini tidak terulang sebanyak dua kali ucap saya dalam hati. Jika ingin berteman inilah saatnya. Jika ingin belajar hal-hal baru, inilah waktunya. When the time is right, it will happen. Berbekal keyakinan inilah saya menyetujui untuk bertatap muka secara langsung.


~~~
Laki-laki tangguh satu ini punya banyak hal untuk dibagi. Tidak jarang saya ingin sekali mendedah isi kepalanya satu-persatu. Barangkali akan saya temukan harta karun, pintu kemana saja, jendela dunia yang baru, atau bahkan rumus-rumus fisika yang belum dipecahkan oleh ilmuwan teranyar. Saya kira rasa ingin tahunya bahkan jauh lebih besar dari yang saya punya. Kemampuan berkonsentrasi dan fokus pada hal-hal yang esensial seperti inilah yang sebaiknya saya pertimbangkan untuk dicontoh.

Musim hujan belum juga mengguyur seisi kota. Sore yang terik tiba-tiba menjadi lebih sedikit teduh. Jam masih menunjukkan pukul lima. Mungkin terasa demikian karena Mas Garry membawa energi positif dan mampu menularkannya pada saya hingga saya pun menjadi lebih tenang saat berdiskusi soal apa saja selama berjam-jam. Tidak terasa kami berpindah tempat dua kali dan menghabiskan banyak makanan dan minuman. Porsi yang sebelumnya tidak pernah saya konsumsi saat menjelang malam. Tubuh saya dikondisikan untuk mengontrol nafsu. Mengonsumsi ini itu hanya dilakukan saat saya butuh asupan saja. Kebiasaan ini saya latih selama bertahun-tahun. Saya meyakini apa pun yang berlebihan akan berdampak tidak baik terutama bagi kesehatan.


~~~
Ingin sekali rasanya menelponmu Mas, walaupun baru beberapa jam yang lalu kita bertemu. Dalam keadaan paling intim, skin to skin-lah yang membuat saya menjadi manusia waras. Jauh sebelum mengalami secara langsung apa itu cuddling, saya hanyalah pribadi yang disibukkan dengan rutinitasi sepanjang hari dan rencana yang menggunung esok hari. Bahwasanya menjalankan apa yang tertulis dalam agenda harus terjadi secara otomatis. Ini kewajiban saya, jika ditinggalkan celakalah saya. Mengeluh juga mendapat perhatian khusus. Artinya jika suatu hari saya mengeluh, saya bukan manusia yang kuat. Hidup di kota besar seperti Jakarta hanya akan membunuh saya.

Tiba-tiba saya tersenyum. Entah dari mana perasaan hangat ini muncul. Ia mengusap dada saya begitu saja, tangan-tangannya seperti memiliki kekuatan magis. Dalam konteks mengasihi dan menyayangi, menerima kekasih apa adanya, dengan cara setulus-tulusnya jadi kunci utama. Tapi untuk sampai pada titik ini, saya mesti jungkir balik terlebih dahulu. Ada masa ups and downs. Sering kali dada menjadi sesak dan ingin bunuh diri. Jika dipikirkan lebih mendalam, bukankah ini pilihan saya untuk bertahan bahkan pada kondisi tersulit sekali pun.

Pernah waktu itu saya menjadi sangat ketergantungan dengan Mas Garry. He’s my biggest dope. Tanpanya saya hanyalah seorang pemain bola yang kuyu, berlari-larian mengejar bola yang tak kunjung berhasil direbut. Hingga suatu hari muncul ketegangan. Mungkin secara kebetulan kami sama-sama sedang spiritually exhausted. Hal ini diperparah dengan konfrontasi yang saya lakukan di saat yang tidak tepat. Bukannya menyelesaikan masalah, justru membuat suasana semakin panas. Seperti perang dingin, kami sama-sama saling diam, memutus berbagai bentuk komunikasi, kami menghilang ditelan bumi. Namun ada dua hal yang selamanya akan berdiang di kepala. Walaupun bersitegang, Mas Garry tidak pernah berkata kasar. Ia cenderung akan diam. Inilah bentuk hukuman yang diberikan Mas Garry kalau sudah tidak tahan pada saya. Seketika diam itu menjadi momok, membuat saya berpikiran terlalu jauh.

Saya seolah dihajar dan dihabisi saat itu juga. Sekujur tubuh menggigil, gemetar, keringat dingin, kepala terasa berat dan sakit, detak jantug melambat, suplai oksigen menipis, mata menjadi sembap seharian hanya menangis, wajah pucat dan lusuh. Tepat di Hari Valentine, hari kasih sayang, saat orang beramai-ramai mengasihi yang terkasih, mengirimkan bingkisan cokelat dan buket mawar sebagai hadiah. Namun tidak dengan saya, hari itu menjadi hari paling kelabu sepanjang hidup saya. Ketidakmampuan mengontrol reaksi emosi terhadap kejadian yang saya alami membuat saya mati tidak berdaya.

Terbesit untuk mengakhiri hidup dengan sebilah pisau dapur. Namun bayangan efek bunuh diri yang justru membuat saya tidak mati dan meninggalkan cacat secara fisik dan mental menggagalkan niat saya untuk melakukannya. Di sebuah kursi gunung lipat, saya coba menenangkan diri sambil menangis dan berteriak pilu. Betapa lemahnya saya. Berjam-jam berusaha sekuat mungkin menekan rasa sakit justru memperburuk keadaan saya. Dengan sepasang kaki yang hampir lumpuh, pelan-pelan saya meraih gagang pintu kamar, membukanya dengan perasaan berat. Saat itu saya menyadari bahwa saya takut bertemu dengan diri sendiri. Di kamar, satu hal yang tidak saya lupakan. Saat mencoba mendekam di tempat tidur, aroma tubuh Mas Garry tercium sangat kuat. Saya seolah merasakan kehadirannya. Mas Garry seperti ada di hadapan saya dan ikut berbaring. Lebih baik saya mati, perkataan ini berkali-kali terlontar dengan lirih dari dalam hati.


~~~
Kejadian naik turun dan pasang surut menjadikan saya pribadi yang baru. Mas Garry adalah katalisatornya. Ketika seseorang siapa menjadi siswa, maka seorang guru akan datang. Pernyataan ini terngiang di kepala saya. Alangkah kerdilnya saya di tengah ketakutan, merasa gelap saat tersesat, kehilangan membuat saya seperti dilukai. Inikah duka yang abadi?

Saat itulah saya mulai rutin berdialog dengan diri sendiri. Kalau sebelumnya saya sangat gemar berdiskusi dengan orang-orang terdekat, berbeda halnya saat ini. Menjadikan diri sebagai teman paling sepadan dalam hal apa pun memang terdengar egois. Namun jika tidak dimulai dengan diri sendiri, lantas pada siapa lagi? Bukankah akan menjadi lebih buruk jika mengandalkan orang lain sebagai pelarian? Orang-orang terdekat ini sejatinya bukanlah tong sampah. Mereka memiliki jiwa yang luhur, sama seperti saya. Akan penat jika seandainya terus-terusan dibombardir 


~~~
Jika nanti atau hari ini saya mengalami episode itu kembali, barangkali ada baiknya mengingat satu hal ini. Ikhlaskan. Sudah sewajarnya saya mengikhlaskan berbagai episode yang datang pada saya. Saya tidak perlu terburu-buru melenyapkannya. Maka, biarkan ia masuk.

Di hari pertama ia akan menjadi tamu. Memang awalnya akan terlihat seperti orang asing. Tapi saya akan mencoba menemui dan menyambutnya dengan ramah, menyapanya dengan hangat, menjabat erat tangannya, menjamunya dengan minuman dan makanan terbaik, mempersilakannya duduk atau bahkan bermalam beberapa hari. Saya ini rumah baginya.

Lalu di hari kedua, mungkin ia akan menjadi teman. Teman bercengkerama sambil menikmati beberapa gelas susu hangat ditaburi bubuk kayu manis. Siapa tahu ia juga akan menyukainya. Siapa tahu ia teman untuk berbagi banyak hal, teman yang dapat dipercaya, teman yang sepadan untuk diajak berpikir secara logis, siapa yang tahu. Kini fungsinya bertambah.

Selanjutnya di hari ketiga mungkin ia menjadi teman dekat, lebih dekat dari urat leher. Proses ini berlangsung tidak singkat. Tidak akan terasa berat asalkan saya ikhlas. Tidak terburu-buru bernafsu ingin segera mengusir dan melenyapkannya.

Saya teringat Einstein yang berpesan seperti ini, the faster you move the heavier you get. Mungkin ucapan ini tidak hanya berlaku untuk hukum fisika melainkan untuk penanganan episode emosi saya yang kerap naik turun, menggila seperti rollercoaster dengan kecepatan di atas 200km/jam. Tidak ada alasan untuk terburu-buru jika pada akhirnya hanya akan membuat ia menjadi lebih berat. Pelan-pelan saja dan ikhlaskan.

Katakanlah ia menyeret saya dalam kegelapan. Bukankah tujuh puluh persen alam semesta terdiri dari kegelapan? Theory of nothing namanya. Energi ini bahkan jauh lebih berkuasa dari cahaya. Seandainya cahaya terbuat dari minyak, ia tidak akan bertahan lama sebab ia akan terbakar dan habis. Cahaya tidaklah abadi. Lantas mengapa takut dan bersedih?

Suatu kali saya mencatat reaksi apa yang muncul saat eposide ini mulai menampakkan dirinya. Saya menulis, the triggers will slap me in the face, drag me to darkness, even worse, it will drag me to black hole. There is no escape. Once I fall into it, I may expect to die instantly, get crushed, torn to pieces. It’s a mystery. Apalah artinya menolak kegelapan padahal nyatanya saya tidak lebih besar dari jumlah tiga persen penyusun alam semesta. Ada yang mengatakan ini, apabila takut pada kegelapan, maka tinggalkan kegelapan itu. Tapi terdengar sangat tidak mungkin, dimana-mana ada kegelapan, jumlahnya masif dan tidak bertepi.


~~~
Principia Jagadhita, nama ini diberikan oleh orang tua saya dua puluh lima tahun yang lalu. Principia diambil dari judul buku yang ditulis oleh Isaac Newton, memuat kalkulus. Simple-nya seperti ini, kalkulus digunakan sebagai pedoman dalam berhitung salah satunya menghitung benda-benda yang jatuh ke bumi akibat gravitasi. Kita tidak akan pernah lupa dengan kejadian apel yang jatuh dari pohon dan tidak sengaja disaksikan oleh Isaac Newton. Lantas hal ini membawaya lebih jauh dengan mempertanyakan apakah bulan juga jatuh? Jawabannya ya, bulan jatuh namun tidak sampai menabrak bumi. Ia memiliki lintasan jatuhnya sendiri dengan mengelilingi bumi. Jagadhita, nama ini berarti kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagian setiap orang, bersifat rohania dan langgeng. Untuk mencapai ketiga hal itu, dalam kehidupan kita diharapkan senantiasa menjalin persahabatan kepada setiap orang atas dasar saling mengormati. Kedua orang tua saya sama-sama terobsesi dengan hal-hal berbau ilmiah dan sastra. Hal itu tercermin dari pemberian nama untuk anak-anaknya. 

Lepas beberapa menit dari jam tiga pagi, saya teringat untuk kembali menelan antibiotik. Saya tidak dalam kondisi prima belakangan. Tapi saya tidak perlu khawatir. Dengan istirahat yang cukup, olahraga pada porsinya, makan dan minum air mineral secara teratur, akan mengembalikan kebugaran tubuh saya. Di saat seperti inilah daya kedisiplinan saya diuji. Hari Minggu ini akan terasa singkat, bahkan lebih singkat dari biasanya. Selepas menyiapkan beberapa materi yang akan diajarkan pada anak-anak selama hari kerja, saya akan kembali beristirahat. Adik saya bilang hibernasi, sebab ketika bangun sudah tidak ada lagi matahari.


Jekardah, April 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat

The Essence of Learning New Things Every Day

Everyone basically has opportunities to learn something new every day. They learn to get a new skill or to let go of what doesn't belong to them. The cycle comes and goes. Learning something new is not only a shortcut to improve one's life, but also to make one's meaningful, and their presence could make the simplest form of change.  I was once asked about the skills I have other than teaching. I confidently responded to them that I have enough skills in writing, photography, and cooking. While doing my responsibilities in the class, I value the three areas will be beneficial for me in professionalism. I have unlimited resources to access them if one day, I could only choose one area to support me for a living.  As an individual who has to make a move every day, I see learning as a potential way that brings us to become more selfless. We can learn new things every day as long as we have the courage and willingness to be a beginner. A beginner carries honesty since they have

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our loved ones