Langsung ke konten utama

April 11, 2019

Sudahkah kita bersyukur hari ini? Pertanyaan ini harusnya jadi salah satu elements penting pengingat bagi kita, terutama saya, yang disibukkan dengan berbagai kegiatan, mulai dari jam 6 pagi hingga jam 7.30 malam. Sudah menjadi kebiasaan untuk bekerja lebih dari dua belas jam selama weekdays. Bahkan tidak jarang weekend pun dipakai untuk kerja walaupun durasinya hanya 3 atau 4 jam. Bicara soal kebiasaan, tidak salah kalau bersyukur pun rutin dilakukan. Bersyukur dapat dimulai dari hal yang kecil, misalnya bangun tidur lebih awal tanpa jam waker, bangun tidur dalam keadaan sehat, bangun tidur dalam kondisi fully charged walaupun katakanlah tidur tidak dalam jumlah yang solid, yakni 8 jam.

Terkadang ada hal-hal di luar kendali yang mengalihkan perhatian saya untuk bersyukur sejenak. OK, mungkin ini dikategorikan mengeluh dan bersifaf toxic. Tapi saya usahakan semaksimal mungkin mengeluh dalam batas yang wajar, sesuai takarannya, dengan cara baik dan dengan harapan ke depan apa pun tantangannya mengeluhkan ini dan itu dapat dikurangi.

Ada yang mesti digarisbawahi bahwa untuk menjadi kebiasaan, suatu hal minimal harus disukai terlebih dahulu. Secara pribadi saya berpendapat seperti itu. Agar bersyukur menjadi kebiasaan artinya minimal bersyukur harus atau memang sudah sewajarnya dilakukan dengan senang hati, dengan menyadari bahwa bersyukur adalah suatu kebutuhan, sama halnya seperti makan dan minum, bernafas, istirahat yang cukup, dsb. Saya meyakini bersyukur akan mengantarkan kita dalam suatu fase kehidupan yang lebih jauh. Kalau saya menyebutnya dengan fase beradaptasi. Kemampuan ini mahal juga ternyata.

Saya coba berbagi semampu saya dengan penyampaian yang sederhana saja. Begini, bersyukur mengacu pada menyadari bahwa apa yang terjadi dan apa yang dilalui sudah baik adanya, atau inilah yang terbaik untuk kita. Kalau tidak A dan menjadi B, artinya B itulah yang lebih baik untuk kita. Menyikapi pengalaman ini tentu melalui proses. Saya yakin membutuhkan kematangan dan kedewasaan masing-masing dari kita. Lalu bagaimana caranya untuk menyesuaikan diri dengan B, padahal yang ada dalam ekspektasi kita sebelumnya adalah A? Di sini saya tidak akan berbagi tips and tricks how to or not to. Saya tidak akan menggurui. Selamanya saya akan memposisikan diri sebagai seorang siswa yang belajar hidup sampai akhir hayat.

Untuk menyikapi B, kita dapat mencobanya dengan cara beradaptasi. Mungkin beberapa di antara kita masih ingat dengan salah suatu ciri makhluk hidup beradaptasi. Kita dibekali dengan kemampuan yang dapat membantu kita bertahan hidup, bahkan di kondisi paling rumit. Jadi kalau suatu hari hal-hal di luar kendali terjadi, tetaplah bersyukur sebab bersyukur mengantarkan kita untuk senantiasa beradaptasi, agar dapat bertahan hidup. Tidak salah juga kalau saya bilang mari bersyukur agar kita mampu bertahan hidup.

Ada sebuah kutipan menarik, kurang lebih berbunyi seperti ini:
Her : we came to this world to grow, to transform, to contribute, to add value.
Me : what if we came to this world to deny death?

Bersyukur menjadikan kita pribadi yang kuat. Mereka yang bertahan adalah mereka yang mampu beradaptasi, bukan yang lebih pintar dsb. Bersyukur juga dapat dilakukan dengan journaling. Catatlah hal-hal paling kecil yang patut disyukuri setiap hari. Hidup itu seperti bekerja. Dalam bekerja kita membutuhkan catatan yang dimuat misalnya di agenda. Catatan ini berisi apa yang harusnya dioptimalkan hari ini, apa yang harus dibenahi dan dikoreksi, apa yang mesti ditingkatkan, apa yang dapat saya lakukan kalau hari ini hari terakhir untuk hidup?

Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui.

Tabik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat

The Essence of Learning New Things Every Day

Everyone basically has opportunities to learn something new every day. They learn to get a new skill or to let go of what doesn't belong to them. The cycle comes and goes. Learning something new is not only a shortcut to improve one's life, but also to make one's meaningful, and their presence could make the simplest form of change.  I was once asked about the skills I have other than teaching. I confidently responded to them that I have enough skills in writing, photography, and cooking. While doing my responsibilities in the class, I value the three areas will be beneficial for me in professionalism. I have unlimited resources to access them if one day, I could only choose one area to support me for a living.  As an individual who has to make a move every day, I see learning as a potential way that brings us to become more selfless. We can learn new things every day as long as we have the courage and willingness to be a beginner. A beginner carries honesty since they have

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our loved ones