Langsung ke konten utama

April 11, 2019

Pagi ini sebelum berangkat kerja, di depan pagar duduk seorang nenek tua dengan mangkuk plastik berukuran kecil di hadapannya. Ini Kali pertama saya melihat nenek itu. Ia duduk tanpa alas apa pun. Bajunya kumal dan lusuh. Saya kira ia tidak tidur di rumah semalaman, atau bahkan sudah tidak punya rumah lagi dan mengharuskannya bermalam di luar, merasakan dinginnya angin malam, kadang cuaca masih suka main-main. Hari ini hujan, besok mendung, lusa hujan, minggu depan siapa yang tahu seperti apa. Setidaknya bisa dibayangkan seperti apa perjuangan si nenek untuk bertahan hidup sampai pagi dan sebaliknya.

Lalu tidak lama datang seorang kakek, dengan tubuh setengah membungkuk ia berikan beberapa uang koin pada si nenek dan merespon terima kasih. Keduanya saling tersenyum. Sungguh pengalaman visual yang menghangatkan hati. Ditambah dengan sinar matahari pagi yang tidak terlalu terik.

Bahwasanya mengasihi dan menyayangi bersifat universal. Tidak mesti dilakukan hanya kepada orang-orang yang dikenal saja. Untuk menjadi baik, saya bisa melakukannya pada semua orang termasuk pada yang pernah menyakiti. Ya terkadang saya juga lupa kalau saya ini pasti tidak luput dari satu hal, pasti pernah menyakiti orang lain juga. Mengasihi dan menyayangi tidak mesti menunggu menjadi seorang guru, tidak mesti menunggu menjadi ibu, tidak mesti menunggu menjadi caregiver, tidak mesti menunggu menjadi kekasih, tidak mesti menunggu menjadi teman, dll. Pelan-pelan saya ingin menanggalkan eksklusivitas yang sering saya lakukan. Dan yang paling penting adalah dengan mengasihi dan menyayangi tidak berarti kita mengubah seseorang. Membiarkannya apa adanya pun adalah bentuk menyayangi dan mengasihi. Saya tidak akan mematok apa pun seperti apa output nya nanti.

"Saya lepaskan diri ini dalam pengalaman hidup yang baru. Saya tahu akan keterbatasan saya, tapi dengan mencoba saya tidak akan pernah tahu sejauh mana saya dapat memahami diri sendiri. Saya tetaplah seorang asing, minimal seorang yang asing bagi diri sendiri. Hangatlah sepanjang hari, esok, dan selama-lamanya."

Tabik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...