tertanda rasti, pii
Nama-nama berikut akan membantumu mengutuk batu menjadi seorang peri. Mengutuk seekor lalat menjadi sorang pelayan yang menyiapkan sarapan pagi. Meniupkan terompet untuk bangun, menyikat kamar mandi, memotong rumput, mencuci pakaian kulit, memandikan kuda jantan, menimba air laut ke dalam sumur, melubangi sungai menjadi daratan, mendengarkan music dan suara seksofon yang seksi, menulis surat iseng, berkaca sambil senyum sendiri, memberi makan ternak, menggiring kereta kuda, memadamkan lahan gambut dan kopi, memangkas bulu kenangan yang tumbuh subur di pipi
…
Suatu waktu
bila tak ada telinga yang benar-benar sanggup mendengar dengan mata terpejam, seorang gadis penyihir manis yang bengkak mata kanannya akan datang padamu. Menyihir bola matamu dengan seikat mantra racun tikus, menggelitiki pengupinganmu agar tak ada tanda perang yang meledak di ujung mesiu. Memberikan isyarat penting untuk hari esok tepat jam satu : hutan di rumahmu akan terbakar dan menangis. Menggigit perlahan lehermu dengan sedikit gemas. Kemudian memelukmu seperti tak ingin melepas bumi dari bawah kaki mungilnya.
Atau ketika pada suatu ruangan sumpek yang kehabisan parfum, lolongan anjing dan nakalnya malam tak dapat dihindari lagi. Kamu menjadi iri dan merengek manja membanting tubuh di dekat tangga. Kamu tidak takut luka dan lebam karena sering menyakiti dan disakiti. Itu sudah biasa. Dadamu bicara. Menusuk rumah siput secara paksa.
“aku seorang kompeni yang cantik. Seratus tahun yang tak habis, seratus tahun yang kuhitung dulu, aku sangat laris. Pinggang di tubuhku adalah pulau kelapa yang menyajikan penginapan harga murah. Siapa saja bagi pelanggan, termasuk kamu kalau mau, bisa mencobanya dengan cuma-cuma. Asal sudah buat janji dengan uang transaksi tunai. Bank mana pun di daerah ini tak akan meminjami hutang dengan alasan pribadi. Makanya, sekali-kali kamu mesti mengajakku. Berkencan dengan petugas keamanan, sesungguhnya dapat menangkupkan kedua tanganmu dengan segepok emas.
Dengan begitu, aku bisa dijadikan perempuan mainanmu. Bukankah kamu tak punya masa kecil yang bahagia? Kamu mengenal pagi, tapi kamu juga tak mengenal sekarung kabut yang kenyal dan putih. Jantungmu bisa tak karuan memompa darah. Bulu matamu terkadang merontok tiba-tiba kalau melototi prajurit yang mendorong gerobak gandum lapuk dan merah. Kamu sangat ingin kaya, tetapi lupa pada kepalamu yang mengingat wanita teriris dadu di piring makan.
Aku boleh dikuliti asal kau tahu caranya. Tak sembarang pisau tumpul bisa memotong. Telunjuk dan garis di telapak tanganmu menjadi taruhannya. Kamu akan ikut denganku karena kehabisan darah. Aku akan punya teman yang bisa diajak berdiskusi, bercinta, berbagi setan lelaki lainnya. Aku akan tersenyum dengan melupakan gincu. Aku akan berjalan dengan melepas rusuk yang patah. Aku akan pergi ke pantai dengan sepotong pohon kelapa bungkuk, di tanahku pohon itu mujarab bagi segala rahasia yang begitu takut terbuka menjadi api dan gunung yang sia-sia.”
--terkadang orang-orang memojokkanku dengan ciuman yang menyebalkan.
Nama-nama berikut akan membantumu mengutuk batu menjadi seorang peri. Mengutuk seekor lalat menjadi sorang pelayan yang menyiapkan sarapan pagi. Meniupkan terompet untuk bangun, menyikat kamar mandi, memotong rumput, mencuci pakaian kulit, memandikan kuda jantan, menimba air laut ke dalam sumur, melubangi sungai menjadi daratan, mendengarkan music dan suara seksofon yang seksi, menulis surat iseng, berkaca sambil senyum sendiri, memberi makan ternak, menggiring kereta kuda, memadamkan lahan gambut dan kopi, memangkas bulu kenangan yang tumbuh subur di pipi
…
Suatu waktu
bila tak ada telinga yang benar-benar sanggup mendengar dengan mata terpejam, seorang gadis penyihir manis yang bengkak mata kanannya akan datang padamu. Menyihir bola matamu dengan seikat mantra racun tikus, menggelitiki pengupinganmu agar tak ada tanda perang yang meledak di ujung mesiu. Memberikan isyarat penting untuk hari esok tepat jam satu : hutan di rumahmu akan terbakar dan menangis. Menggigit perlahan lehermu dengan sedikit gemas. Kemudian memelukmu seperti tak ingin melepas bumi dari bawah kaki mungilnya.
Atau ketika pada suatu ruangan sumpek yang kehabisan parfum, lolongan anjing dan nakalnya malam tak dapat dihindari lagi. Kamu menjadi iri dan merengek manja membanting tubuh di dekat tangga. Kamu tidak takut luka dan lebam karena sering menyakiti dan disakiti. Itu sudah biasa. Dadamu bicara. Menusuk rumah siput secara paksa.
“aku seorang kompeni yang cantik. Seratus tahun yang tak habis, seratus tahun yang kuhitung dulu, aku sangat laris. Pinggang di tubuhku adalah pulau kelapa yang menyajikan penginapan harga murah. Siapa saja bagi pelanggan, termasuk kamu kalau mau, bisa mencobanya dengan cuma-cuma. Asal sudah buat janji dengan uang transaksi tunai. Bank mana pun di daerah ini tak akan meminjami hutang dengan alasan pribadi. Makanya, sekali-kali kamu mesti mengajakku. Berkencan dengan petugas keamanan, sesungguhnya dapat menangkupkan kedua tanganmu dengan segepok emas.
Dengan begitu, aku bisa dijadikan perempuan mainanmu. Bukankah kamu tak punya masa kecil yang bahagia? Kamu mengenal pagi, tapi kamu juga tak mengenal sekarung kabut yang kenyal dan putih. Jantungmu bisa tak karuan memompa darah. Bulu matamu terkadang merontok tiba-tiba kalau melototi prajurit yang mendorong gerobak gandum lapuk dan merah. Kamu sangat ingin kaya, tetapi lupa pada kepalamu yang mengingat wanita teriris dadu di piring makan.
Aku boleh dikuliti asal kau tahu caranya. Tak sembarang pisau tumpul bisa memotong. Telunjuk dan garis di telapak tanganmu menjadi taruhannya. Kamu akan ikut denganku karena kehabisan darah. Aku akan punya teman yang bisa diajak berdiskusi, bercinta, berbagi setan lelaki lainnya. Aku akan tersenyum dengan melupakan gincu. Aku akan berjalan dengan melepas rusuk yang patah. Aku akan pergi ke pantai dengan sepotong pohon kelapa bungkuk, di tanahku pohon itu mujarab bagi segala rahasia yang begitu takut terbuka menjadi api dan gunung yang sia-sia.”
2011
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin