Langsung ke konten utama

Ganjar

-- Ganz
Mengenang petuah tak sama dengan ketika kau meneriaki kata-kata dari dalam kertas. Kertas di tangan kirimu yang sampai pada mata, membayangi kenangan saat itu :

“aku masih meraba, membayangkan seorang kakek dengan cerutu dan gading kesayangannya sedang bermain-main. Padahal seusia itu, memang wajar waktu membuatku keriput. Tapi kau menolak. Cuma kutukan yang membuatku tua dan mengenal seperti apa nikmatnya tanah.

Aku tahu Tuhan itu baik. Bukankah dalam rambutku yang berangka delapan pernah menyimpan gambar-gambar tubuh telanjang? Tujuh puluh tahun sebelum aku berkenalan dengan iblis dan setan, aku masih disebut kanak-kanak. Ibu sangat rajin memandikanku dengan sabun yang kelewat wangi. Bapak juga sering ngomel tak karuan dibuatnya.”

Seorang kakek, dari tubuh itu meluap keramahan yang hidup. Pelukan dadanya selalu bidang.
Seorang kakek, apakah kau marah kalau aku tumbuh dan tua, apakah kau akan mecubit pipiku bila besok menemukanku mencintai bunga yang merah?


--Gie
:
Oh sayang,
Dengarkan aku kali ini saja. Aku mau mengeluh terakhir kalinya.
Tentang tenggorokan dan perasaanku kemarin, sebenarnya tak benar-benar ada. Microphone di hadapanku tak akan pernah menjadi seorang kekasih yang setia. Barangkali aku pernah bilang padamu. Dalam dunia yang aku umpamakan bejana ini, microphone itu sebetulnya hidup dari seorang lelaki yang pandai menyambung kabel.

“suatu sore, tepatnya pukul empat pagi. Lelaki itu menyelinap memasuki perkampungan kami. Dua pasang gadis periang bernama Air dan Nyala telah pergi. Tak ada yang tahu. Kami saling menuduh. Membakar rumah. Berlari dan kadang terjatuh di kaki pohon, menghindar dari tujuh senjata yang konon sakti dan keramat.

Desa kami hangus. Darah menjadi keringat.”


--Pii
Aku tak pernah memaksamu memakai baju kecoklatan.

Cukup dengan nafasmu saja, aku bodoh dan buta. Kamu memang wanita. Di matamu, nasib dan air mata menjadi kawanan gagak yang menyantap kulit. Aku tak suka. Aku akui karena ini menyangkut lekukan dahi yang bertahun-tahun menghadiahiku keberanian, untuk tetap rapi. Melupakan kaos dan celana usang. Menyisir rambut dengan sekilo minyak goring murah. Menanam kancing putih di lubang kemaaluan kemeja.

Aku tak bisa mengatakan, kedua kacamata merah mudamu sangan lucu. Keanehan itu tiba-tiba saja muncul. Lenganmu yang telanjang membawa raib sepuluh celana dalamku. Kamu tersenyum. Menyeka kecemasan dan menukarnya dengan seikat gandum bertuliskan :

“akulah satu-satunya cinta. Dewi laut yang hidup tanpa jantung. Aku menghisap darah. Merokok. Memotong bayam tak rata. Aku tak mengenal asin yang melengkapi matinya sepasang panci dan kuali. Biasa saja. Aku yakin kamu mengerti. Kamu tak lelah. Kamu lelaki. Sepasang merpati tak akan menjadi utuh tanpa menikah dan kawin di depan gereja.

Tapi aku juga menyukai nabi. Dari kepala mereka, pujian dan paksaan berloncatan sebelum meledak. Aku juga akan melahap orang-orang yang sangat takut maut dan suka pada kematian. Sebab dari cucu mereka yang jujur itu, Tuhan pernah kecewa. Lalu diciptakannyalah aku padamu. Demi kesakitan yang akan membunuh kehidupan, kelahiran, aku akan senantiasa datang di sampingmu. Kamu boleh memilih. Tapi kamu tak boleh tak suka. Aku sangat suka memaksa. Bila kamu tak terima, aku akan menempeleng gundukan lemak yang lama berkuasa dengan nyenyak di perutmu!”


--Kita
Doa yang abadi, mi
Doa yang memancar dari bibirmu, bibirku.

Seorang ahli surga pernah murka, memantrai ubun-ubunku agar ketika aku menemukanmu tak berdaya, aku menjadi tersiksa. Kedua cekung alis yang dewasa dari sebatang leher yang matirasa, membuat keadaan terbalik.

Aku dibuatnya sesak. Tolol. Bengong. Jengah. Putus asa.

Harapan yang semula menjadi sepetak bukit bunga, saat ini hanya menjadi sepetak ladang yang gundul tanpa nutrisi. Rasanya, berapa kali pun aku sujud, menggeruskan hidung dan nyawa di atas pengampunan, tetap tak ada fitrah yang berubah. Dunia layar di belakangku tetap menjelma nenek-nenek yang mengunyah sirih di mulutnya. Kelengangan menjadi sangat berbisa. Masalaluku menjadi sangat dekat. Orang-orang hanya menyaksikan dan mendengar, tidak ada yang mengemini. Bulan berganti bulan. Malam juga mendung.

Selain menduga-duga, saat ini usia gagal menyiksaku menjadi pipimu yang takwa. Menyerahkan diri pada panggung tanpa dibayar sama saja dengan mengembalikan waktu pada usia. Aku pasti mati. tapi aku tak pernah yakin, kamu pun ikut mati. aku ingin menyerah. Tapi padamu, aku melarang!
2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat

The Essence of Learning New Things Every Day

Everyone basically has opportunities to learn something new every day. They learn to get a new skill or to let go of what doesn't belong to them. The cycle comes and goes. Learning something new is not only a shortcut to improve one's life, but also to make one's meaningful, and their presence could make the simplest form of change.  I was once asked about the skills I have other than teaching. I confidently responded to them that I have enough skills in writing, photography, and cooking. While doing my responsibilities in the class, I value the three areas will be beneficial for me in professionalism. I have unlimited resources to access them if one day, I could only choose one area to support me for a living.  As an individual who has to make a move every day, I see learning as a potential way that brings us to become more selfless. We can learn new things every day as long as we have the courage and willingness to be a beginner. A beginner carries honesty since they have

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our loved ones