S |
esuatu yang paling sabar adalah ketika kita berjalan sendirian. Melihat burung-burung membuat sarang. Mendengar langit bergemuruh, beramai-ramai memanggil hujan. Jatuh perlahan di tubuh. Kita tak akan berlari dan menepi di bawah teras yang luas. Kita lebih merindukan dingin yang mengerat tulang. Berkali-kali bertalu menggigiti pengupingan kita. Meraibkan suara yang memanggil, menjadikan kita dibesarkan oleh mata: sepasang ruh yang kesepian.
Sebelum kita sempat melarikan diri membawa kedua kaki, tanaman kangkung dan teratai yang bernafas lebih lama dari musim tahun depan telah lebih dulu sampai mencegah langkah. Tak ada detak jantung yang ditakuti. Bahkan perpisahan dengan bumi hanya menjadi perumpamaan kelahiran tunggal paling fatal. Sebab kesalahan apa pun sudah tentu bisa dimaafkan kecuali ada yang bersalah dan disakiti.
Kereta api pukul empat sore, melaju kencang. Pemandangan hijau yang basah. Awan yang limbung di atas kawah. Serbuan hujan runtuh menyerbu badan. Pendengaran yang berkabut. Ketulian yang membuat kita melupakan mana daratan yang lembap dan berawa.
Kita bertanya, apakah hidup juga merupakan kejahatan paling konyol. Dimana kita nanti akan dikurung sepertinya tak jadi setumpuk kebebalan yang berupaya ditutupi. Mulut yang mengunci kesetiaan bahwa saksi dan sanksi sangat sulit dibedakan. Barangkali hanya nama dan nama yang terus kita hapal berpuluh tahun, enam puluh delapan rambut dan jenggot bercabang di pinggul dekat urat nadi.
Apakah, akan ada tukang besi selain kita, yang akan menulis bagaimana laut menikahi tiap gadis di malam sempurna. Atau perakit mesin ketik, yang beralih merakit alat perang-perangan untuk dijadikan rudal yang menghanguskan tanah dan cacing-cacing gambut terbakar │?│
2011
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin