Langsung ke konten utama

Sentir Dolor, Luci

Sentir Dolor, Luci*


Luci, dengan wanita yang membawakan sekeranjang pakaian basahmu, aku diam-diam menyelinap dan berselimut di bawah tetesan rembesan air sungai itu. Aku melihat seolah cermin di tanganku terbelah dua, memisahkan wajah kemarahanmu, antara emosi dan kejengkelan yang kadang ingin terus melumatku sampai habis.

Luci, aku memanggil namamu yang berdentum melimpahkan gigil sekaligus keringat yang menakutkan. Membuatku kerdil lalu jatuh di pinggiran tanah landai. Sampai tiba-tiba aku berpikir bahwa kamu telah melepaskanku dari segenap cinta yang dulu masih tampak bundar dan melingkar.

Luci, jelas aku merasa sakit, timbunan kekesalan dan ketidakberdayaan yang dulu menjadi sekadar teori kini benar-benar terjadi. Dan kelenyapan atas kamu telah menjadi ketiadaan yang sebentar lagi mengabadi dalam kesendirianku

Luci, kamu mesti memelukku malam ini. Sebab angin dan bulan akan bersatu menikam kepala dan leherku yang dulu pernah merendah di atas pinggulmu. Sebab angin dan bulan membenciku dengan alasan agar kamu tetap menjadi harum kembang yang melayang di masing-masing malam

Luci, kehangatan memang bukan segalanya. Begitu pun dengan rasa manis setelah kerinduan dapat dituntaskan sesegera di kedua bulu matamu. Tapi ada satu hal yang mesti diketahui, tak ada yang lain di sini dapat menggodaku untuk pergi menyelesaikan kewajiban yang lama ditinggal oleh airmata, kecuali tangis yang menjadi tangis itu sendiri

Luci, sejak aku mengenalmu aku pun mengenal sepi. Apalagi setelah kamu hanya menjadi keinginan bagi kenangan untuk diresapi mimpi malam ini. Di hadapan suasana nyeri yang semakin gelap, aku bersaksi bahwa kamu akan tetap bersatu di cermin yang sudah terbelah. Di tanganku yang tak lepas menggenggam genangan air yang masih basah itu, mengalir namamu yang begitu deras dan senantiasa akan terus berseteru menemu muara yang buas dan jauh.



* Be in Pain, Luci

--sekayu, '10

Komentar

  1. Semangat yua bloggingnya...
    asyik lho blogging kalau ada waktu luang. Tinkatin terus dex

    BalasHapus

Posting Komentar

hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat ...

Writing As A Love Language

:Vin Elk, Ars Magna, & Lady Loved* Lately, I have enjoyed writing a lot. Writing worked on me the way Dumbledore did while he was in Penseive, so he could experience his memories through other perspectives. He uses it to siphon the excess thoughts from his mind, pour them into the basin, and examine them at leisure. Writing has helped me to untangle my mind, examine what to deliver, communicate the messages verbally and non-verbally, and reflect on how this writing will evoke certain emotions or moods. Writing becomes the mirror that provides insight into who I am, what I desire, what I experience, what I value, and what I am not into. Writing becomes the language that deliberates my inner peace. On another level, writing could answer the quest that dwells in my mind.  I am glad to share what is significant for me right now. Being loved by the right person and people is heaven, and so is being respected, prioritized, supported, desired, and understood. The right person and peop...

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our love...