Langsung ke konten utama

March 31, 2019


Seorang kekasih bertanya seperti ini, "kamu suka Americano?" Mendengar pertanyaan itu saya tersenyum pelan. "Bukannya semua rasa kopi sama Sayang?" Mas Okky menoleh sebentar ke arah saya kemudian melanjutkan menghisap rokoknya sambil rolling his eyes. Ya, cara menggemaskan itulah yang berhasil mencairkan suasana.

"Aku kurang bisa menikmati kopi, Mas. Bagiku minum kopi sama saja seperti meminum air mineral. Harus cepat-cepat dihabiskan. Mungkin lebih tepatnya aku bukan penikmat kopi", saya menambahkan.

"Kamu penikmat senja!" sahut Mas Okky. "Wah apalagi itu! Aku penikmat sastra, Mas", jawab saya dengan nada bercanda.

Americano yang sudah tidak begitu dingin ini terasa sangat pahit. Akhirnya saya tambahkan saja gula sebanyak dua cawan. Ajaibnya Americano saya tidak hanya terasa manis. Ada semacam after taste, yakni asam. Pengalaman baru dalam meminum kopi.

Tiba-tiba saya teringat dengan dua orang teman yang sama-sama penggila kopi, tanpa gula itu yang penting. Teman pertama saya temui kira-kira tujuh bulan lalu. Ia bilang kopi punya ciri khas rasa masing-masing. Melatih kepekaan lidah terhadap rasa dapat dicapai salah satunya dengan minum kopi tanpa gula. "Lidahmu akan merasakan rasa asam yang unik, yang pelan-pelan datang setelah tiap tegukan", jelasnya. Percakapan ini kami lakukan dalam perjalanan pulang dari Museum MACAN.

Selain itu penggunaan kata asam yang dijelaskan oleh teman saya ini membawa saya pada pengalaman lain saat minum kopi, yakni asam lambung. Dalam waktu yang cukup lama saya sempat berhenti total minum kopi karena alasan kesehatan. Pernah waktu itu saat masa kuliah, saya pesan Americano ukuran grande tanpa gula di Starbucks perputakan UI. Selang beberapa menit akhirnya saya hanya meringkuk pasrah. Barangkali jika digambarkan secara detail, lebih tepatnya saya ada dalam posisi seorang fetus dan tengah kesakitan. Lambung terasa perih. "Mampus!" ujar saya dalam hati. Konyol sekali.

Teman kedua bercerita pada saya kira-kira dua minggu yang lalu, beberapa malam sebelum Oma meninggal dunia. "Ketika kamu minum kopi tanpa gula, sebenarnya akan ada rasa manis dalam tanda kutip yang ditangkap oleh lidahmu" ujarnya beberapa saat usai berbincang serius soal seminar, PhD life, politik, dan pemilu. Akan says berikan sedikit bocoran mengenai pemilu, bahwasanya menjadi golput dan apatis atau tidak memilih kedua capres Dan cawapres juga merupakan pilihan. Ini adalah satu upaya yang dilakukan warga negara until berontak.

Lalu mengenai kopi, Mas Okky pernah bercerita dulu ingin menjadi seorang barista. Dalam pikiran saya, seorang barista sangat lekat image-nya dengan figur laki-laki berkacamata dengan lensa yang cenderung bulat, rambut ber-pomade, apron dengan sentuhan leather di beberapa sisi, mengenakan kemeja berlengan panjang yang digulung sebatas lengan. Lantas saya teringat pepatah 'singsingkan lengan baju' seolah menjadi penanda bahwa seorang barista adalah pekerja keras. Jujur saja, apapun yang dijalani  Mas Okky saat ini dan kelak, saya tetap mendukungnya. Bukankah itu juga salah satu fungsi saya selain menjadi kawan dalam berbagai hal dan keadaan?

Berbicara mengenai stereotip penampilan seorang barista, teman kedua yang saya sebutkan tadi juga sempat sedikit membahas mengenai tahun perkiraan kemunculan gaya berpenampilan seperti itu. Kami mereka-reka di tahun menjelang 2010 ditambah degan penampilan Leonardo diCaprio dalam film Great Gatsby. Gaya vintage yang sangat familiar pada zamannya kini menjadi populer lagi di kalangan anak muda. Tidak hanya itu, penampilan ini bertahan cukup lama kira-kira hampir sepuluh tahun lamanya.

Saya juga akan ceritakan sedikit tentang kebiasaan minum kopi di keluarga saya. Ibu saya adalah pecandu kopi. Dalam sehari biasa menghabiskan dua gelas berukuran sedang. Kopi diseduh dengan air panas berikut dengan gulanya. Gelas pertama diminum saat pagi hari setelah bangun tidur sambil ditemani french toast, sedangkan gelas kedua diminum setelah pulang kerja. Kadang ditemani biskuit, cookies, atau juga french toast. Yang ini lebih fleksibel. Katanya kalau tidak minum kopi kepala jadi pusing, mata susah melek, badan lemas, dll.

Selanjutnya almarhum nenek, setiap hari terutama saat sarapan kopi menjadi minuman wajib di atas meja makan. Yang unik adalah nenek selalu menambahkan satu sendok makan butter, mentega, atau margarine ke dalam kopi yang masih panas melepuh. Surprisingly it tastes so damn good. Kopi tidak hanya menjadi perpaduan manis dan pahit yang monoton, tapi juga gurih. Aroma kopi pun menjadi semakin menggoda. Perpaduan yang unik. Jika lelehan butter habis, biasanya saya akan tambahkan satu sendok lagi. Kalau dihitung-hitung banyak juga kalori yang saya konsumsi di pagi hari.

Beberapa menit setelah Mas Okky berangkat kerja, hari mulai gelap. Langit perlahan mendung dan bergemuruh. Mudah-mudahan akan hujan nanti setelah Mas Okky benar-benar sampai di kitchen. Ah, mudah-mudahan juga dua gelas kopi, beberapa buah jeruk, fried chicken dan nasi putih yang mulai mengering di rice cooker mampu menaburkan serbuk ajaibnya untuk menyemangatimu selama bekerja ya Mas, serta mentransfer energi tambahan beberapa hari ini selama pergantian menu.

Merci pour aujourd'hui
Merci tout simplement d'être ici

Merindukanmu dalam kadarnya
Merindukanmu dalam kendali

Jekardah, March 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...