Bunga yang tewas dekat lingkar bibirmu membikin langit
takjub pada siang. Keningku yang terbakar seolah ingin bersujud membentur pagi
yang kerap tak ingin datang. Cuma sesekali, lau dirampasnya kenanganku tentang
namamu. Cuma di situ, ketika kusudutkan segalas cangkir kopi yang mendidih. Aku
sodorkan dekat meja makanmu untuk diraih.
Kau paham sekali isi cangkir itu melebihi asap yang tak bisa
lepas dari api. Satu kata bisa mewakili perpecahan yang miris soal rasa, the matter of taste, namun kau terlalu
cepat pergi hingga menumpahkan sebagian menjadi keringat yang kepalang asin.
Astaga! Kucium aroma tubuhmu saat mulai beringsut. Sungguh jika
angin adalah sumber segala hidup, aku bertanya mesti diapakan darahku yang
mengalir panjang ini? Digiring ke urat biar sungai tahu jika masih ada kita
yang berenang-renang mencapai yang tidak pasti, atau dibelokkan tepat sebelum
suara parau berhasil lolos dalam samadi igauku?
Semuanya memang gampang lenyap ketika tak ada yang ingin terlibat menjawab!
2014
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin