Langsung ke konten utama

La Vie, C'est Si Bon!

Hari ini cukup menyenangkan sebetulnya. Kemarin juga. Sehabis jam makan siang, saya sangat puas tertawa. Terlepas dari topik apa yang diperbincangkan, membiarkan hidup berjalan apa adanya ternyata cukup membantu saya mengendurkan urat-urat tegang yang bikin susah tidur. 


Kadang, masih ada saja pikiran-pikiran kusut yang mengusik kepala saya. Ketika tidak diterima dalam sebuah kelompok, kita cenderung berkecil hati, menyalahkan dan mengumpat bahwa kita pantas diterima. Dan menilai validasi itu penting. Lalu ketika berkecil hati, biasanya kita merasa kurang mempunyai keberhargaan diri. 


Kalau penghargaan terhadap diri penting, bayangan bahwa ia adalah sayap bagi burung untuk terbang, kaki bagi kuda untuk berpacu dengan kecepatan, paru-paru bagi mamalia untuk sistem pernapasan, dll. Penting untuk sebagian orang, tapi untuk sebagian lainnya menjadi tidak terlalu penting. 


Tak apa, penting atau tidak penting sebetulnya subjektif. Sama halnya dengan menerima bahwa ada sebagian kelompok yang menerima kita, lalu sebagian lainnya tidak menerima. Saya paham setiap manusia terluka, bahkan untuk yang terlihat baik-baik saja. Tapi di antara semua manusia yang terluka, akan terbagi lagi menjadi beberapa kelompok. Ada yang memilih tinggal dengan masa lalunya. Ada yang memilih memperbaiki diri sebab ia hidup untuk hari ini. Lalu ada juga yang visioner dan keras kepala. 


Semua hal itu, dipilih secara sah. Masing-masing individu punya pendapat, dapat diekspresikan melalui cara apa pun. Saya tidak mau berpura-pura menutup mata bahwa untuk berangkat dari terus-menerus melihat masa lalu, bukan perkara mudah. 


Bicara soal terapi, bagi saya bukan satu-satunya yang bisa menguatkan seorang individu setelah terluka. Sebab selain terapi, juga dibutuhkan support dari eksternal, misalnya dari orang tua, dari teman-teman terdekat. Lalu bila support dari luar terasa mahal, mau tidak mau diperoleh dari dalam diri sendiri. 


Bila saya bisa membelah diri, atau membayangkan bahwa ada saya yang lain di hadapan saya, saya pasti akan ramah terhadap diri sendiri, saya peluk diri saya, mendengarkannya secara aktif, dan menjauhkan segala bentuk prasangka dan penghakiman. Kendati yang saya hadapi adalah diri saya yang lain, tetap saja artinya saya membayangkan ada tubuh lain yang mendengarkan saya. Tubuh lain yang sebetulnya diartikan sebagai dukungan dari eksternal. Menjadi seorang teman, artinya punya makan yang penting. 


Mengenai uang juga penting, karena terapi tidak gratis, bahkan asuransi pun menolak menjual produknya untuk persiapan terapi. Memang harus lebih ekstra secara finansial. Tapi tak apa, bagi saya pribadi, terapi adalah kebutuhan. Dan lagi-lagi, akan ada kelompok yang membagi-bagi bahwa terapi bukan prioritasnya, misalnya rokok itu prioritas, olahraga itu prioritas, menabung itu prioritas, tak apa. Bebas. Justru dengan berbeda, artinya kita manusia, tidak melulu berkutat pada 'menjadi makhluk yang terluka'. Ada yang membutuhkan validasi, dan ada yang tidak. Tak apa. 


Saya sedikit lebih lega, bahwa manusia itu rumit. Siapa yang betul-betul memahami diri sendiri, sedangkan ketika ingin memahami diri sendiri, kita harus berjalan menempuh perjalanan terjal dan panjang, bahkan di tengah perjalanan, kita bisa saja tersesat dan tidak kembali sama sekali. 


Perjalanan semacam ini, sifatnya meditatif. Saya sangat bersukur dapat meluangkan waktu membaca komik Buddha. Meski ada beberapa bagian yang keras, tapi ya memang demikian hiup. Untuk mencapai 'aha moment' saya harus bergerak dan berjalan menempuh perjalanan. Bukan diam di tempat atau melihat masa lalu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...

Let's Take Care of Ourselves

I found out I enjoy munching sweet snacks. I wasn't a big fan of it, but lately each time I tasted cookies, banana fritters, or other Indonesia sweet snacks, mouthwatering was the first impression my brain translated. Until I tried to neutralize one with sugar free tea, it helped me not to feel guilty a lot. It was a bit uneasy to control the intake since the works sometimes overwhelmed me. My number one assignment now is not to avoid the stress, but to regulate the stress. It's been a long time I didn't have respiratory system problems since the COVID era, now it seemed to keep coming regularly especially when I ate spicy food. It would provoke the shortness of breath and sore throat that led to asthma. Even when I had to rest at night, I didn't sleep tight. I tried to consume more of protein from red meat in particular, it still seemed hard to maintain the health nowadays. Only Allah would take care of me after I attempted my utmost to take a good care of myself. Insy...