Langsung ke konten utama

PERIHAL SARAJEVO DAN PERCINTAAN


oka rusmini

aku menganggap tubuhnya seksi
subur ditumbuhi oleh rambut-rambut halus dan hitam
matanya menjerat rindu mana pun
rindu yang sangsai pada debu kamar
dengan huruf-huruf yang menggantung
dan gampang terbakar

aku membayangkan seratus biji kopi ditanam di tubuhnya
seribu musim dengan salju dan lautan yang meleleh
dan beraroma keringat
biji-biji kopi yang menjadi kehidupan baru
menjadi semesta yang tumbuh dengan usia yang mengerucut
akan menuai seribu tangkai dan seribu daun gugur
yang memeluk erat tengkuknya
yang baru saja sembuh dari rasa sakit

aku sepakat menyebutnya kedinginan

seribu hari ia lupa menyalakan api ditubuhnya
seribu hari ia menyalakan cuaca yang sangat lain dan begitu suntuk
cahaya itu
ia bagi menjadi jari dan mulutnya
dengan seribu hari dan musim-musim yang lebih awet

"Yu, aku minta sajak-sajak sarajevo yang pernah kamu ketik waktu itu
saat pertama kali kita menikahi asap yang abadi
kamu pasti tahu dan tidak lupa.
aku masih menyimpan bahkan kukulum tiap hari asap itu
agar melahirkan anak dalam rupa yang lain.
kita baru saja menang dengan bendera dan semangat masing-masing.
peluh dan kebosanan yang menumpuk pada usia pernikahan ini
adalah korban dari kemesraan kita yang luput dari kemiskinan ide 
dan benda tajam yang senantiasa disita agar rumah yang kita bangun ini
menjadi aman dari nyanyian bianglala yang terus memerhatikan
apa yang baru saja kita pikirkan bersama-sama secara matang.
aku akan terus bersamamu agar mudah bagiku memintamu
mana sajak-sajak sarajevo itu.
akan kutanyakan sudah matangkah ia,
sudah makankah ia,
sudah mandikah ia dari pikiran-pikirannya yang belum juga meledak itu,
sudah sembahyangkah ia pada tuhannya yang berwujud kelabu.
akan kutagih bila ia tetap seperti itu.
sebab aku masih setia pada semesta kita yang kadang memanas dan kadang surut sebelum waktunya
sebelum waktunya kau lahirkan anak kita yang baru."

seribu musim dengan almanak-almanak yang terus bersimpangan
seribu musim awet lainnya
aku terus menganggap tubuhnya sangat seksi
kental dengan percintaan yang magis dan siluet di tubuhnya
menumbuhkan rambut-rambut lain
rambut itu keriting
persis seperti mataku yang diam-diam bergelombang
memandang lurus ke arah tubuhnya
yang tidak hilang dari bayangan mana pun

sudah lama aku cinta padanya!


2013

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...