Langsung ke konten utama

Surat dari Ibu Kepada Anaknya

"nak, kemari
ibu mau bertanya
bagaimana hari-harimu satu minggu ini
apakah bahagia
apakah sedih?

maaf ibu tak sempat meneleponmu
tak sempat berkirim paket susu
ke rumah

berat badanmu pasti berkurang,
mengingat kemarin satu minggu lalu
kita berkumpul
memupuk kesejahteraan
lewat senyuman dan
belaian manis yang menimang-nimang
pagi dan petang.
itulah waktu yang penuh kegetiran
untuk tetap melewati
kecemasan dan kemarahan

nak, ibu saat ini sedang di kantor
meeting dengan tamu kerja yang
minta dipuaskan seharian

mata ibu memar
menahan leleran kesedihan
memikirkanmu yang kurang perhatian

nak, apakah kau pun
merindukan ibu
seperti kesetiaan ibu
yang senantiasa memelukmu lewat kejauhan
dan pertikaian melawan waktu

--beginilah jika ibu sudah
mesti menggadaikan semua kepemilikan
dan aset-aset kasihsayang
kepada anaknya yang sendirian di rumah


yang kau lakukan malam ini
nak, apa kau sedang menonton televisi
atau bermain dengan game-game yang
menguras kerinduan dan menyusahkan
gelombang-gelombang kepekaan dari
sebuah naluri keibuan

sinyal di sini terasa putus-putus
ketika ibu ingin meneleponmu
menyampaikan doa-doa supaya
sekolahmu penuh berkah

nak, di mejakerja
ibu sedang duduk sendiri
menuliskan surat ini
barangkali besoklusa bisa pulang

seperti biasa
kau mesti tahu
di mana stasiun kereta api yang paling gemar disinggahi
oleh orang-orang suntuk
sepulang kerja

sambutlah ibu di sana
dengan membawa keperihan luka
bercampur keringat peluh
melawan kepedihan
dan tikaman waktu
yang sering kita tahan

ibu terus menunggu
sampai pada akhirnya
kita kembali menuntaskan
kerinduan atas perpisahan
dan perjumpaan yang mesti dibayar
setelah kasih sayang ibu pernah tergadaikan

sekian"




sekayu, mei 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...