Langsung ke konten utama

Ritus : Menangkap mimpi

dalam ritus, ingatan kita terhadap masalalu kembali basah
sudah terlalu lama kita berendam dalam air deterjen
beraroma pinus. dan hati kita semakin bertambah runcing
menusuk kulit kenangan. kering dan pecah-pecah.

kita pernah menghidupi tetumbuhan berwarna perak
dari perut tanah yang dilubangi
kita curi serbuk pupuk airmata
menderas melalui sulur bulu halus tangan yang semakin kuat menggenggam tangkainya
kita ikat satu persatu
kita potong batang yang meranjau bebas
agar mata kita tetap sejuk tanpa merasa perih tertusuk

"nah, sekarang giliranmu mengikat rambut tergeraiku
sudah lama mereka berkubang di kepala
bermukim membuat ledakan baru
memerangi tiap-tiap anak yang ingin mekar
mengganti tugas bapaknya yang hangus dibakar meriam"
katamu sesaat memutar balikkan perasaanku

bagaimana pun kekerasan keinginan kita untuk menjadi dua orang yang tetap hidup
sekiranya butuh kepercayaan dan ikrar setia yang enak didengar
bukan saja terdengar oleh pengupingan
lalu dipantulkan dengan bebas oleh tulang-tulang martil
ke dalam saraf-saraf pendengar yang paling paham untuk ditaati

"ini kulit berlemakku.
masih lengkap dengan tonjolan bekas gigitanmu
pada malam pertama ritus ini. aku ingin meneruskan
percakapan janji kita sampai mulut meranum
habis kata-kata. mata kita berair menahan kantuk.
telinga mendengung menahan tekanan angin yang
ingin merenggut suara-suara yang saling berpantul"

dan di masing-masing pundak
kita telah kalah oleh lelah
malam pertama ritus kita berhasil
mendiamkan puputan angin pada dua orang : menangkap mimpi


palembang, juli 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...