Langsung ke konten utama

Betulkah demikian?

Belakangan saya sedang banyak menangis, berkat akumulasi dari banyak hal. Menangis ini tidak dapat saya terjemahkan dalam kategori sedih atau bahagia. Saya menangis karena saya manusia. Manusia adalah paket komplit dari kerumitan dalam berpikir kritis, menalar, berencana, berprasangka, berperasaan, dll. Saya pikir hal-hal yang menjadi elemen kerumitan adalah valid, minimal lewat kacamata pribadi.


Bicara soal menangis, baru saja saya menceritakan apa saja yang terjadi dalam setahun terakhir dalam hidup saya pada seorang sahabat yang sangat baik. Responnya yang bijak, cukup menenangkan saya. Katanya, "Bila ingin menangis, menangis saja. Manusia secara biologis dibekali kelenjar air mata, maka gunakan dengan baik. Menangislah bila itu yang kamu butuhkan." 


Kami berteman selama sepuluh tahun, sejak kami sama-sama di bangku kuliah. Dalam sepuluh tahun ini, banyak sekali yang kami alami. Hidup kami, tidak mudah, terutama menyangkut mental dan emosional. Masing-masing dari kami tak jarang mempertanyakan seberapa penting diri kami di alam semesta yang Mahaluas. Bukankah sangat egois bila kami hanya berpikir dunia harus berjalan sesuai keinginan? Atau ada kemungkinan lain, apakah kami memang harus egois mengingat diri yang sangat kerdil?


Lalu bagaimana dengan stigma yang dilemparkan kepada kami? Mana yang harus kami pilih? Hidup dengan memenuhi ekspektasi orang lain untuk kehidupan banyak orang, atau tidak memusingkan harapan dan pandangan orang lain terhadap kami, sebab kamilah yang berkuasa atas diri kami meski dalam kehidupan sosial yang luas?


Menangis lagi? Tak apa! Saya tiba-tiba teringat ucapan singkat anak didik saya. "Menangis kan ga melanggar hukum. FBI ga akan nangkepin Ms Muti." Betul juga sih!


Ona, merci! Que l'universe nous bénisse!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...