Belakangan saya sedang banyak menangis, berkat akumulasi dari banyak hal. Menangis ini tidak dapat saya terjemahkan dalam kategori sedih atau bahagia. Saya menangis karena saya manusia. Manusia adalah paket komplit dari kerumitan dalam berpikir kritis, menalar, berencana, berprasangka, berperasaan, dll. Saya pikir hal-hal yang menjadi elemen kerumitan adalah valid, minimal lewat kacamata pribadi.
Bicara soal menangis, baru saja saya menceritakan apa saja yang terjadi dalam setahun terakhir dalam hidup saya pada seorang sahabat yang sangat baik. Responnya yang bijak, cukup menenangkan saya. Katanya, "Bila ingin menangis, menangis saja. Manusia secara biologis dibekali kelenjar air mata, maka gunakan dengan baik. Menangislah bila itu yang kamu butuhkan."
Kami berteman selama sepuluh tahun, sejak kami sama-sama di bangku kuliah. Dalam sepuluh tahun ini, banyak sekali yang kami alami. Hidup kami, tidak mudah, terutama menyangkut mental dan emosional. Masing-masing dari kami tak jarang mempertanyakan seberapa penting diri kami di alam semesta yang Mahaluas. Bukankah sangat egois bila kami hanya berpikir dunia harus berjalan sesuai keinginan? Atau ada kemungkinan lain, apakah kami memang harus egois mengingat diri yang sangat kerdil?
Lalu bagaimana dengan stigma yang dilemparkan kepada kami? Mana yang harus kami pilih? Hidup dengan memenuhi ekspektasi orang lain untuk kehidupan banyak orang, atau tidak memusingkan harapan dan pandangan orang lain terhadap kami, sebab kamilah yang berkuasa atas diri kami meski dalam kehidupan sosial yang luas?
Menangis lagi? Tak apa! Saya tiba-tiba teringat ucapan singkat anak didik saya. "Menangis kan ga melanggar hukum. FBI ga akan nangkepin Ms Muti." Betul juga sih!
Ona, merci! Que l'universe nous bénisse!
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin