Langsung ke konten utama

3.18 am

Saya, seperti hari-hari yang lewat, merasa begitu lelah dengan ingar-bingar yang membuat saya memutuskan untuk menomorduakan kebahagian dan kedamaian diri sendiri meski keduanya adalah utopia semata. Rasanya mahal sekali untuk dapat tidur nyenyak seperti ketika saya masih kecil, lalu bangun kesiangan hingga panik karena terlambat ke sekolah sebab harus mengikuti jadwal ujian sekolah di pagi hari.


Berulang kali saya berpikir bahwa saya adalah produk dari serangkaian kegagalan. Dan sangat memalukan mengetahui kenyataan bahwa saya dilabeli berbagai stigma, dan itu menyurukan niat dan semangat saya untuk kembali bangun esok hari setelah tertidur meski hanya selama satu menit.


Apa arti rumah yang sebetulnya? Rumah bukan sekadar tempat berlindung dari terik dan hujan, seperti yang digadang-gadangkan oleh buku panduan sekolah dasar. Lebih dari itu, rumah adalah tempat saya tumbuh dan berproses, bermetamorfosis. Saya selalu ingin pulang meski terkadang mimpi membuat saya ingin pergi. Rumah, dengan tembok yang merekam berbagai tangis paling lirih dan tawa paling lepas, merekam harapan paling luas, kebencian paling bengis, nafsu paling liar, semangat paling gigih, juga cinta paling tulus.


Apakah saya sudah menemukan rumah itu? Awalnya saya kira sudah, namun ternyata belum. Apakah saya harus bekerja lebih keras demi mendapat rumah yang saya dambakan? Tentu tidak, sebab rumah yang sejati adalah diri saya sendiri, tubuh dan ruh yang menghidupi kehidupan, ialah diri saya sendiri. 


Dear myself, maafkan raga dan jiwamu yang pernah digunakan dan disalahpahami untuk kesenangan orang lain. Maafkan dirimu yang melangkah untuk memberikan kebahagiaan orang lain meski diterjemahkan sebagai "budak", dan oleh sebab itu, kuatlah. Kuatlah hingga tak ada pilihan lain selain menjadi kuat. Peluklah dirimu yang tidak mudah mati pada tiap pertikaian. 


Dear my past, I am sorry for embracing you is taxing. Dear now, I will actively live my life fully and never look back. You are safe now. Thank you opting the courage and may you live in peace even if it's so dear. Dear future, I can't wait to see you. Let's grow old together with hassle free. I'm all set for tons of unexpected surprises. Amen. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...