Langsung ke konten utama

Rindu Rumah

 Sebentar lagi PSBB, dan ini membikin saya makin sedih beberapa hari ini. Terbayang-bayang suasana hangat di rumah, meski kadang saya merasa tidak betah jika mesti berlama-lama di rumah. Saya juga rindu Ayah. Kalau weekend, pagi-pagi sekali setelah jalan santai, biasanya saya langsung ke ruang baca (well tidak ada yang spesial di ruang baca ini, hanya buku, lemari, meja dan kursi baca, radio, DVD player dan speaker, beserta satu matras berukuran single, maklum saya biasanya akan menghabiskan waktu dari siang sampai malam di sana). 

Hal pertama yang saya lakukan adalah menyetel radio dan mendengarkan oldies mancanegara, alih-alih duduk santai dan membaca buku. Lalu dilanjutkan dengan sarapan, ngobrol ringan bersama keluarga saya, beres-beres, dan menyetel koleksi Josh Groban di DVD player. 

Pada lagu berjudul My Confession dan Per Te, Ayah biasanya akan duduk di samping saya sambil membuka contekan lirik lagu, dan mengajak saya bernyanyi bersama. Kami bukan penyanyi yang baik, tapi kami akan mencoba bernyanyi dengan baik jika kedua lagu itu diputar. Kebiasaan itu berlangsung sejak saya kelas 6 SD hingga kelas 3 SMP.

Ketika Ayah berada di luar kota, atau saya belum pulang ke rumah, biasanya Ayah akan bilang, "Duh dulu kalau dengerin Josh Groban, Ayah paling suka dengerin My Confession sama Per Te. Kalau kangen, Ayah inget Muti. Kadang dengerin di YouTube, terus pingin nangis." Mendengar curhatan seperti ini, hati siapa yang tidak meleleh. Semoga nanti bisa segera pulang ke rumah meski tidak lama.

Oh ya, kita sama-sama mengupayakan hal paling sederhana untuk menjaga kesehatan selama masa pandemi, misalnya mencuci tangan dengan sabun selama dua puluh detik, segera mandi dan mencuci pakaian sehabis bepergian, kenakan masker dan atau face shield jika hendak keluar rumah, minum air mineral, makan buah dan sayur, aktif berolahraga, dan tidur yang cukup. Jika kesehatan fisik penting, maka kesehatan mental juga penting. Keduanya harus saling mendukung dan dijaga. 

Tabik dari saya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Singkatnya, Aku Pulang

Kepada K. Aku mencitaimu sepanjang sinar bulan yang membulat sampai ke bumi tanpa dipantulkan ulang cahayanya. Air menggenang di tanah tapi hujan tertampung di kaca jendela. Langit berawan, namun bintang mengerdip, begitu genit berkelindan di balik matamu. Aku ingin mendaki ke atas bulan, memanjatkan hal-hal mustahil sambil memegang erat pergelangan tanganmu. Bawa saja aku, bahkan ketika kau sedang bermimpi, menghidupkan ulang harapan yang terpotong menjadi tersambung, satu-persatu, juga begitu pelan. Di perjalanan yang tidak begitu singkat, kita berkelana, mengarungi banyak kelok, jatuh dan tergelincir, menyasar hingga menemukan petunjuk dengan mengikuti kemana garis tanganmu menyebar. Tatkala garis itu terpotong, kita bergegas dengan menukik ke arah tebing yang masih hijau. Ucapmu, "Udara menjadi segar begitu kita senantiasa bersama." Maka kuikat kedua lenganku di pundakmu. Aku berdoa sejenak, bahwa meski bencana melanda, kita masih bisa berenang dan berpegangan lebih erat

The Essence of Learning New Things Every Day

Everyone basically has opportunities to learn something new every day. They learn to get a new skill or to let go of what doesn't belong to them. The cycle comes and goes. Learning something new is not only a shortcut to improve one's life, but also to make one's meaningful, and their presence could make the simplest form of change.  I was once asked about the skills I have other than teaching. I confidently responded to them that I have enough skills in writing, photography, and cooking. While doing my responsibilities in the class, I value the three areas will be beneficial for me in professionalism. I have unlimited resources to access them if one day, I could only choose one area to support me for a living.  As an individual who has to make a move every day, I see learning as a potential way that brings us to become more selfless. We can learn new things every day as long as we have the courage and willingness to be a beginner. A beginner carries honesty since they have

The Fall and The Rise, The Sorrow and The Courage

 Dear my love, Kelvin, please accept my deep condolence on the loss of your beloved sister and beloved grandma this year.  We never been taught how to understand the loss of our loved ones: father, sister, and granny. The grief can be particularly intense. It is accepted as natural part of life with shock, confusion, and also sadness. Grieving becomes significant to welcome those feelings and to continue to embrace the time we had with our loved ones.  I genuinely appreciate your personal willingness to share what you feel. Let's go hand in hand with this wide range of emotions. This sad news can be the most uneasy challenge we face. It also can be the remembrance to honor them. I am thinking about you who are experiencing restlessness, tightness in the chest, and breathlessness.  We don't miss our father, our sister, and our granny. It's not a goodbye for they always stay here, with us in our hearts with love and peace. We will continue the bond we had with our loved ones