Langsung ke konten utama

Dari Miss Bucyin Untuk Om Chef

Singkat cerita Om Chef telat masuk kitchen hari ini karena semalaman hujan deras Dan sekitaran kami yang turut banjir. Memang belakangan kalau sedang hujan, turunnya bisa berjam-jam, dari malam hingga pagi, dan disertai angin kencang. Sekitar pukul enam pagi kami turun ke bawah memeriksa kedalaman air, ternyata sebatas lutut orang dewasa. Dapat disimpulkan jika Om Chef memaksa jalan, air akan masuk ke mesin. Akhirnya kami putuskan untuk menunggu beberapa waktu sampai air mulai surut. Sampai pukul sembilan, ternyata keadaan belum berubah. Dalam posisi perut lapar, kami putuskan untuk jalan sebentar menerobos banjir untuk mencari kedai bakmi yang mau buka saat darurat.

Seratus meter pertama semua toko dan kedai makanan tutup. Bahkan pemiliknya ikut memantau kondisi air agar tidak masuk ke dalam rumah. Lalu kami putuskan berjalan lagi, barangkali akan menemukan satu atau dua kedai makanan yang menjual sarapan. Dua ratus meter lebih kami berjalan kaki akhirnya menemukan satu warung tegal. Buru-buru kami ke sana karena kebetulan setelah berendam kaki di tengah banjir membuat kami kedinginan dan makin lapar.

Terbesit dalam hati untuk bilang ke Om Chef, "Udah Ay, hari ini off dulu." Om Chef langsung komentar, "Sebisa mungkin hari ini harus berangkat karena tanggung jawab terhadap satu maskapai. Paling masuknya siang dan pulang malam, terus langsung lanjut tidur."

Yes! Hidup terasa simple jika usai mengerjakan kewajiban, kita bisa langsung istirahat. Ah satu hal yang terlewat saat saya tanya kenapa harus kerja kalau kondisinya sedang banjir dimana-mana. Om Chef spontan menjawab, "Biar bisa beliin kamu mendoan." Lol, bisa-bisanya melawak saat sedang dagdigdug begini.

Hari-hari kami dilewati layaknya seperti dua sejoli lain dilanda bucin. Ketika sedang off, kami hanya bersua selama beberapa jam saja. Tidak heran kalau Om Chef mau pulang, saya langsung sedih. Pinginnya dipeluk erat  dan tukar pikiran lebih lama. Ketika sedang konflik dan berselisih paham, saya bersyukur masing-masing dari kami tidak lari dan bahkan saling diam. Betul bahwa tidak hanya Om Chef, melainkan juga saya melakukan ritual introspeksi diri, memperbaiki apa yang masih kurang, dan apabila emosi terlalu meluap, kami mencoba mempertimbangkan banyak hal agar masing-masing tidak dibombardir dan dikecewakan.

--Om Chef jangan kapok ya untuk lebih sering menjenguk Missmut yang Bucyin ini meskipun dari segi jarak, ditempuh kurang lebih satu jam. Semangat ya Om Chef. Masih banyak tempat-tempat yang menantikan kita juga perjalanan kita selanjutnya. Ti amo, mucho!

Tabik!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

To Our 2nd Anniversary

The night has fall, curled around, and settled In silence and peace, the moon flickered courageously and stars blinked naughty It was a rectangled room with a hanging rattan bulb where the cold took hold A wave of joyful energy gathered and helped me chanted, "this day came, we're filled with love and pleasure." We have shared sunrises and sunsets Conquering all fears, expressing the passage of time, enduring love, and tumbling in joy. I dove beneath the quilt Drifted into dreams  "Before two, I was one celebrating the innocence, the unsolved questions about why I was one, not two.  I was a foreigner, wandered with a self-made map In the North I would see the frosting winter, magical skies with ribbons of light In the East, I would see new days filled with promise, flashing out warm greetings In the South, days stretch long, bread freshly baked, and conversations about clumsy feet strolling through the field never ends In the West, trees trembled the rustling leaves....

The Complexity

Last two days wasn't simple. I entered my bedroom and started to complain, "Why there's no one seemed to understand and listen to me? All of us has two ears but one mouth seemed louder and enough to create deafening sound that forced everything to lend their ears with no willingness."  I slammed the door. I threw my bag to the floor. I punched the wall that if they could talk, they would shout at me to stop. I kept punching the wall several times to mute the fire of the anger that burned my heart and head. The way I punched the wall was enough to break the bones of my hands into pieces. I might not show people that I was furious. I would just hide it till I found my safest place, I would resume to lose my sanity.  My chest was aching. My hand was numb. I found out that being destructive, would create a bigger pain than the anger did. That's when I gained the logical thinking back, I commenced holding the horse.  I moved backwards. I landed my feet on the bed and l...