"Waktu tak akan terlambat tiba
Rayakanlah penantian"
Itu adalah dua penggalan larik lagu kesukaan saya yang dibawakan oleh Payung Teduh, berjudul Nanti. Kontan penggalan larik di atas mengingatkan saya pada ucapan bijak yang berbunyi, "When the time is right, it will come." Ya, tentu saja tidak ada gunanya terburu-buru. Pada akhirnya, penantian kita akan berbuah manis. Kalaupun tidak, tandanya bukan akhir dari sebuah perjalanan.
Ah, saya mau lanjut merendam kepala saya pada sebuah buku pinjaman dari seorang teman yang sangat baik, Anti Panik Mempersiapkan Pernikahan. Pada Chapter 1, terdapat poin singkat mengenai perbedaan kebutuhan emosi laki-laki dan perempuan dalam suatu hubungan pernikahan. Perempuan menempatkan kebutuhan perasaan disayangi oleh pasangan sebagai kebutuhan nomor wahid, sedangkan pria membutuhkan pemenuhan kebutuhan seksual. Wah wah, ada apa ini?
Pada saat membaca bagian ini, spontan saya berseloroh pada teman-teman untuk mengingat dengan baik bahwa perempuan ternyata masih dihantuin dengan kebutuhan seksualnya, sehingga mau tidak mau harus diredam lalu diganti dengan kebutuhan untuk disayangi. Perempuan berperan pasif dalam hubungan pernikahan, sedangkan laki-laki tidak. Dialah yang memegang kendali. Dan dengan pernyataan itu, tidak heran jika banyak yang menikah untuk alasan prokreasi, melupakan hal-hal sakral yang mestinya menjadi landasan untuk memutuskan mengapa ingin menikah. Lantas apakah ini dapat disebut sebagai kebutuhan emosi, atau ada embel-embel kebutuhan visual semata?
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin