Dari sebuah kota
aku berangkat. Mengabarimu jauh hari sebelum jadwal penerbangan.
Di sekitarku, orang-orang duduk dengan santai sambil menaruh curiga pada orang asing yang duduk di sebelahnya.
Sebagian bangku kosong. Aku pun duduk dan menaruh tas yang cukup berat sambil mengunyah Pao Tausa.
Beberapa jam sebelum memesan taksi, kau mengusap kepalaku. Tak ada yang kau katakan kecuali denyut nadimu berloncatan.
Seperti halnya ingin menjadi lebih intim, kukira membaca pesan singkatmu dari ponsel adalah cara paling jitu memangkas jarak di atas ratusan kilometer.
Aku ingin Sapardi, membaca pikirannya, menulisi riwayat tulisannya yang abadi itu.
"Panggilan kepada penumpang Garuda dengan nomor penerbangan GA tujuh satu nol untuk segera memasuki pesawat melalui pintu keberangkatan satu."
Aku merapikan headset dan menaruhnya terburu-buru dalam tas. Di pojok kanan seorang petugas menanyakan kartu identitas, merobek kemudian mengembalikan tiket yang tidak utuh.
Merci beaucoup!
Lalu aku berjalan menyeret keresahan di pergantian musim panas menuju hujan, ketakutan menabrak awan, atau kemungkinan lain yang barangkali akan membawaku melihat ke belakang, betapa langkah tidak meninggalkan apapun di atas lantai yang licin. Kecuali aku, terpantul di hadapan etalase bening.
Tout à l'heure!
Keberangkatanku adalah muatan perjalanan yang lama terendap.
Jakarta, Jan 2020
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin