a long road after walking
Sejak awal mencintaimu senantiasa sebatas keasikan : anak-anak bermain hujan, menarik layang-layang basah, bernyanyi dengan keriuhan tanah yang diam-diam menampik mimpi mereka - jatuh perlahan, menipu dedaunan yang sebenarnya telah lebih dulu mencintaimu dengan sepatah ranting di tubuhnya.
Seandainya mencintaimu senantiasa kekosongan dari dalam air yang bergulung-gulung dengan gemetar, mencengkeram tanganku berikut keangkeran dari dalam hatimu : rumah paling merdeka bagi anak-anak yang bermain, aku menukaskan beberapa kepedihan lain lalu menukarnya dengan sebatang peluru mungil, berkali-kali muncul dari lubang pipimu yang putih.
Seperti jarak yang terlampau jauh ditempuh oleh punuk masing-masing orang yang berkekasih, perjalanan mencintaimu belum berhenti. Seperti kita yang kadang menangis dan kembali menutup mulut sendiri, membiarkan tenggorokan terbuka, membangun cabang baru, mencari jalur lain_jalur lebih singkat yang memuncakkan doa-doa lewat tumbuhnya kayu, meranggas di matamu, menjadi anakan air, jatuh berbutir-butir.
Namun akhir dari perjalanan menuju cintamu bagai moksa yang dikendalikan oleh cinta. Lebih dingin dari apa pun yang kelak kita simpan setelah moksa paling akhir. Memantrai cintamu yang berkali-kali membingungkan jalan pulang lewat hatimu sesungguhnya.
Palembang, 2012
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin