Siapa tak kenal langit merah di bawah dada wanita yang mendekap anaknya
Siapa tak mengenal bunyi jantung dan meriam yang memoncongkan bom-bomnya
Di tengah pemukiman rumah-rumah semut dan ratunya
Siapa tak mengenal terompet dan tarian rumbai yang muncul
pada ledakan pertama kembang dan lidah apinya
Tidak akan mungkin mengenal ibu yang tertelungkup dumakan batu
Tidak akan mungkin mengenal bahwa saat itu juga
ada tiga anak yang ribut di tengah kawah asam
Saling ribut bertikam-tikaman de bawah tajam lading
Sebab tidak ada garam yang muncul
Dari pecahan gula dan air setelah yang tak mengenal itu berani menuang minuman
Serupa kopi, dan air hangat yang tiba-tiba menjadikan cangkirnya penuh
Dapurnya yang putih dijadikan berkabut-kalut
Maka dari sendok dan nampan berpayet bunya melati
Diaduknyalah si kopi agar jadi.
Kemudian yang tak mengenal itu pun mencungkil putih melati di nampannya
“Biar bisa ditabur, dan warnanya jadi lebih cerah
Tak jadi hitam saja.
Bukan kopi namanya kalau tak nikmat dan harum”
Begitu yang tak mengenal itu katakan,
Ia pergi tanpa mencuci sendok yang kotor oleh masalalunya
Sambil santai dan duduk-duduk di kursi panjang depan televise
Dan secangkir kopi cerah yang enak lagi nikmat
Yang tak mengenal itu akhirnya puas
Mencapai waktu antara kopi dan dapur
Yang jauh dari ingatan rupanya tak sama
Menempelkan sepasang pantat yang berat di atas kursi panjang
Depan televise yang tombol-tombol volumenya sudah berkarat
Siapa tak mengenal bunyi jantung dan meriam yang memoncongkan bom-bomnya
Di tengah pemukiman rumah-rumah semut dan ratunya
Siapa tak mengenal terompet dan tarian rumbai yang muncul
pada ledakan pertama kembang dan lidah apinya
Tidak akan mungkin mengenal ibu yang tertelungkup dumakan batu
Tidak akan mungkin mengenal bahwa saat itu juga
ada tiga anak yang ribut di tengah kawah asam
Saling ribut bertikam-tikaman de bawah tajam lading
Sebab tidak ada garam yang muncul
Dari pecahan gula dan air setelah yang tak mengenal itu berani menuang minuman
Serupa kopi, dan air hangat yang tiba-tiba menjadikan cangkirnya penuh
Dapurnya yang putih dijadikan berkabut-kalut
Maka dari sendok dan nampan berpayet bunya melati
Diaduknyalah si kopi agar jadi.
Kemudian yang tak mengenal itu pun mencungkil putih melati di nampannya
“Biar bisa ditabur, dan warnanya jadi lebih cerah
Tak jadi hitam saja.
Bukan kopi namanya kalau tak nikmat dan harum”
Begitu yang tak mengenal itu katakan,
Ia pergi tanpa mencuci sendok yang kotor oleh masalalunya
Sambil santai dan duduk-duduk di kursi panjang depan televise
Dan secangkir kopi cerah yang enak lagi nikmat
Yang tak mengenal itu akhirnya puas
Mencapai waktu antara kopi dan dapur
Yang jauh dari ingatan rupanya tak sama
Menempelkan sepasang pantat yang berat di atas kursi panjang
Depan televise yang tombol-tombol volumenya sudah berkarat
2011
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin