Aku melepaskanmu
seperti aku melepaskan simpul dasi yang menjerat leher
Aku melepaskanmu
seperti aku melepaskan pengait besi pada sabuk yang mengunci pinggangku
Aku melepaskanmu
seperti aku melepas kancing yang lolos dari lubangnya
maka terbebaslah aku dari ruang yang menghimpit
Aku melepaskanmu
seperti aku melepas pengencang tali beha, dadaku terjepit, napasku berat,
Dan ah, kini lega sekali
Aku melepaskanmu
Seperti aku melepaskan resleting celana jeans yang ketat, yang menekan kedua kakiku hingga seolah terlihat ramping, tapi palsu
Aku melepaskamu
Seperti aku merobek celana dalamku, melemparnya ke keranjang sampah, biar dimakan semut sari-sari yang nikmat itu
Aku melepaskanmu
Seperti melucuti sepatu berhak tinggi
Aku biarkan tumit dan pundak kakiku mengobati dirinya sendiri, membalut luka kecil tanpa berdarah, mengompresnya dengan air dingin, dan meredakan nyeri yang menimbulkan penderitaan
Seperti itulah yang kutemukan dalam kekesalan, hari-hari yang suntuk, persoalan ibu kota yang tidak pernah rampung, kecemasan di depan laptop, perjumpaan yang selalu ditakar dalam satuan jam, rindu yang mesti ditunda, kekuatan bahasa dalam berita,
Kata bertukar kata, bahkan untuk urusan paling rahasia dan pribadi
Pandemi mengajarkan kita
bahwa kematian lebih cepat dari urusan sekadar bilang "Selamat jalan, tidurlah yang tenang."
2021
PS : it isn't at all about whom I let go, but what to let go.
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin