Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2010

Jalan : Penghuni Malam yang Asing

: wi jalan 1 dimana aku harus memadamkan api sedang ini waktu hujan adalah malam dan penghuninya yang asing dengan banban motor mengalir denyut mereka yang dikejarkejar para laron dan penyinggahan adalah tempat pemadaman itu sendiri jalan 2 dari mana aku harus memulai sajak ini bila kata habis terpotong lalu bunting tibatiba tanpa ada sedikit sanggama dan bibir yang basah : sajak ini siasia jalan 3 siapa yang harusku kutuk di sini atau melempari rambut dengan gumpalan batu memagari tubuh dengan kerangkeng besi atau meniduri setiap geletar nafas luruh oleh ribuan gerimis gelombang leherku tersekat laut begitu asin dan pekat badan perahu badan ikan aku kini lebih memahamimu : sebagai penghuni malam yang memakai baju kedodoran jalan 4 jarak di sini musti kutuntaskan penghuni malam yang asing di setiap pemahaman akan jalan terselip makna entah segala apa jalan yang asing aku jadi jelma penghuni malam yang asing yang juga siasia sekayu, 19 nov 09

Edelweis

: ma karang 1 suatu saat akan datang gurun berbatu dimana debu adalah satu meruntuh di setiap tebingan dan gunung siap menganakkan perutnya memulai musim baru sedang cuaca di sini masih abadi dengan salju di puncak paling tinggi karang 2 lalu kau hidup serupa batang dengan daundaun yang siap mekar dan putik yang lagi menangkap suara pagi : dimana tempat yang baru ini sesungguhnya karang 3 burungburung yang menyangkar di sini berkomentar : ada anak baru yang ingin terjun dan meluruh seperti batu yang dahulu. karang 4 lalu kau merasa kesunyian yang amat lengkap dengan sisa gelinciran bulan yang ditata untuk matahari selanjutnya kesepian makin tergenapkan karang 5 (sebenarnya, kehadiranmu di bibir yang baru mengganti keganjilan dimana waktu tetaplah batu dan sampai akhirnya meluruh) sekayu, 24 nov 09

Kepada Kita yang Menyairkan Mimpi

: kanda tinggal satu mimpi lagi. malam di bawah langit bercuaca adalah kesunyian melihat ke dalam rohnya_pada kainkain selimut sprei dan bantalbantal yang belum tuntas kuramalkan. malam ini aku memeluk mereka. penglepasan akan penghabisan makna sebuah pelayaran di sana : akan sampaikah kepada mimpi yang dituju? menyairkan suara gemuruh takkan habis di bawah rakrak buku pun debu yang senantiasa mengembara keliling kota, bumi juga dipan yang berikutnya malam ini mari kita terjaga. menjaga bakal mimpi supaya besar sebagaimana mustinya gedunggedung di depan serupa hantaman yang berhenti menyairkan mimpi_pada tangan kita akan sampai di lekuk paling basah oleh keringat yang geletar, dan pada bulunya yang paling kering kita mengembara. entah sampai dimana kita berpegangan sampai di bahu atau pundak ketika sudah tiba di alis sendiri maka mata adalah hak segalanya_turun melewati rambut keriting kusut yang mengalirkan denyut gelombang lalu detak jantung yang bernafas : kita adalah hidung yang me

Ini Cerita di Jalan

Oleh Mutiah Ayu Rasta ketika orangorang sampai pada waktu untuk mengemasi perjalanan yang sungguh gelisah, di antara mereka ada yang telah lebih dulu lewat sambil menyilang tangan, di pematang dan kursi mobil yang berjejeran : di situ mereka lekatkan sandaran berbungkus harapan tentang tanah yang mereka tinggalkan udara di balik kaca senantiasa menerpa kulit, tapi matahari yang dulunya menetaskan mereka tetap menyalanyala sebagai bayi 'tak cuma ditetaskan semata (kutitipkan meja makan dan dapur siang ini. bila malam ini paling temaram, di ceruknya panggillah bulan dengan seribu nama bahwa kau sedang kesepian. tentang jalan yang dititipkan untuk hari ini berilah lampu di tepian supaya orangorang tetap melaluinya dan lalu menyepikannya kembali) rentetan lagu selamat tinggal dipasang di pengupingan masingmasing : samasama mandi langit senja sudah waktunya harus ditutup rumahrumah dikunci tidak lagi sebagai kenangan bahwa kita pernah membangunnya untuk anakanak yang menetas di meja mak

Di Persimpangan Refleksi

: tod menyudahi malam di bawah unggun dan api merah sebagai tanda peziarah yang luput di kepalanmu berloncat melewati hembusan sepi dengan segala kekosongan. ini denyut nadi yang telah terbakar sebelum kau mengerti lebih panas dari keinginan sendiri. jika dari bongkahan batu yang kerikil kau mendampar di samodra, maka harus ada yang ditumpangi sedang kau adalah penumpang dari zaman yang telah abadi oleh waktu dan kembali menyala di dalam tungku. orangorang yang kau sebut beramsal dawai di tanganmu, setelah ribuan hari dalam kepala hampir meledak dan kembali memusnahkan kota yang kau susun berwinduwindu. dan inilah rahim kata yang berawal dari tongtong sampah__lalat dan larva sebagai pekerja yang kau perintahkan untuk memakan sisasisa dengus nafas yang telah lelah. kau akan sampai di malammu yang tua ini? api padam dan tungku adalah kealpaan dan musti dinyalakan. atau tetap menjadi tumpangan ketika di samodra pada zaman dan waktu telah abadi. Rumahsekayu, 5 des 09

Wanita Lengang

: mama mengenang lumut di pinggulmu kursikursi patah embun dan pakaian di pagi hari aku mengenakannya sebagai wujudmu pada air pun pada kursikursi di ruangan berikutnya menyediakan waktu yang lebih lapang untuk menyimpan kenangan di tamankota : musim berkejarkejaran cuaca seketika dalam kabut "aku wanita lengang yang ingin menemuimu dengan sebungkus coklat hampir leleh di tangan" matahari begitu panas kenangan kita menjerit mobilmobil dengan klakson adalah jasad yang terbakar tanpa ayah pantaimusi, 09

Sampai Matahari

aku akan tidur melebihi waktu sampai malam : hujan turun dari mata mengulang sajak pasir yang kautuang ke dalam cangkir buat ibu katamu dalam ranjang serta dipan pendek busa dan kapuk yang tertahan di hidungmu kita batuk sambil membawa mantra semalam ditahan dalam kantung suara hingga kembali terbangun matahari masih pagi lewat dindingdinding kamar burung mematuk daun kuping kita tuli tidak lagi mendengar ibu kamar menjelma jadi ingatan paling kosong di atas bantal kita menaruh mimpi hingga malam nanti, bila tangantangan dan jemari mulai rapat beringsut dari satu per satu ubin di rumah kau akan tidur pada gilirannya bertemu ibu di kelekak loronglorong sepanduk pada warung itu fotonya yang paling dikenal sambil menawar senyum dan sarapan pagi kita samasama akan tidur tidak hanya kamar kepada rumah dan ingatan kita bawa menuju perempuan waktu kepada ibu semua dibangunkan sampai matahari terbatas pada malam pantaimusi, 12-12-09

Menunggu Siapakah Bunyi

duduk di antara ketipisan suara angin cahaya dinyalakan malam dalam pergantian cuaca saat waktu paling tua akan sampai berhadaphadapan dan saling menutup diri mungkin pada satu atau dua sajak lagi akan tiba penyempurnaan di mana langit mulai bertangga meminjamkan waktu untuk dipulangkan kita akan duduk di taman merah adalah bunga mekar yang dipetik jauh sebelum matang disadap untuk bangkubangku pengunjung supaya malam paling hidup tidak sekadar jangkrik tapi juga reok patahan bangku yang makin panjang "menunggu siapakah bunyi hingga semua langkah di pengupingan terus sepi?" pantaimusi 09

Berjalan di Kelopak Mata

-Ganz (akan seperti apakah perut hidup yang berpuisi itu? mungkin kataku dan kau?) kerikil yang menggugus di halaman telah lama menjadi dingin, saat bulan menutup kornea malam dan membuka tubuhnya untuk dilapangkan bahwa malam adalah langit paling ganas. seketika orangorang dengan rangkaian bunga di telinganya mencoba terbang dengan kaki, lalu seperti apakah mereka merajut bulu dengan jarum dari sebuah cerita ayam dan elang. di situlah bayangan dikukuhkan. dan ketika ia sampai pada puncak altar, seluruh tubuh akhirnya setengah melingkar. dalam tengadah terbalik : ribuan mantra yang tersimpan di bawah laci lidah dirapalkan dengan sedikit kidung yang terasing, lalu hendak dipejamkan di mana mata. hendah ditenggelamkan di mana kornea alis yang tumbuh menanjak di setiap kening waktu: serupa kita yang hendak terbang. mengendapkan beberapa langkah di jembatanmata. hingga menjadi dada langit yang mengapungkan waktu. dan malam : berjalan di kelopak mata palembang, 2009-2010

Jadilah

berada di bawah langit pekat setiap kata yang ditetaskan melalui lelembut sepi harus ada birahi yang mendarat di bibir, mengenali bentuk dada puting dan lingkar pusar karena mereka ada pada tangan. tiaptiapnya senantiasa terbakar denyut kota denyut nadi denyut istirah denyut yang berdentum dengan rapalrapal yang tak musti diusaikan maka pantaimuka sewajarnya menyepi serupa ombak yang mencapai ke kedalaman terus mendasar di bawah air. pepohon seketika ungu bunga memekarkan kuncup menyisir dataran yang berundakundak menaiki setiap tangga setinggi kepala atau geletar yang diciptakan hanya sematamata akan kembali menjadi anak gunung oleh akar dan jejak puisi dan lalu batang pada daunnya akan luruh mata embun. karena matahari pun sebenarnya malam palembang, 251209

Sebelum Samadi

/1/ menggunakan arus yang tak pernah pecah, aku mengayuh segenap sampan sampai ke tepi hulu. mungkin pohon kelapa berdaun rambutmu akan membuka kulitkulitnya sebagai pintu dan jalan keluar menuju kata dan tulisan abadi di kertaskertas pernah ada pensil yang menulisi dirinya karena dulu tersimpan di almari dekat meja cokelatmu kacamata di atasnya. mengarah ke sejarah dulu saat masih banyak bantal berkapuk dan mimpi lapuk. sekian banyak harapan dari mataku yang berbusa ketika menatap ke luar jendela : kau selalu menjelma bayangan di balik tenggelamnya malam, padahal malam tak pernah sampai pada malam sebenarnya. lalu kaumenghilang di perutawan setelah burung pagi melintas di mukamatahari /2/ : karena waktu itu aku masih belum genap meninggalkan uraturat yang menggaris di tangan dan membentuk nasib lalu aku membolakbalik halamanhalaman bergambar bajumu dan saat ditemukan sebuah kantung, aku seperti mengingat tentang arus lalu bahwa tak pernah pecah /3/ ombak di rimbapulau belum merendah,