Langsung ke konten utama

Pembelajar

Aku seorang siswa, sedang belajar mengenal diri. Momentum untuk berkaca, selalu muncul di hadapanku saat aku merapatkan pandangan pada sebuaj kaca tebal. Permukaannya mengilap dan bening. Kedua bola mataku sedikitpun tidak lari melirik hal-hal di luar materi belajar.


Seekor ikan yang besar dan licin, berenang mengitari gelembung udara yang terperangkap di kedalaman air yang asin. Siripnya menerjang arus seperti kaki yang lincah berlarian di jalan beraspal. 


Terkadang ikan itu berenang melambat, namun tiba-tiba juga bisa berenang kelewat cepat. Gerakannya serupa suara, bergetar. Ikan itu, melayang-layang. Siripnya lebar, tipis, juga lentur, mirip dengan selendang satin yang tenggelam menuju dasar air yang dalam.


Selendang itu, barangkali ketakutan yang gagal kusuarakan. Ikan yang berenang-renang itu seolah bicara padaku, membaca pikiranku yang tak jinak pada apa pun. Maka terkenanglah masa kanak dan drama permainan sengit ketika berkejar-kejaran di teras rumah nenenda yang terlihat luas dari kacamata seorang bocah. 


Aku, anak yang gelisah di meja makan pun meja belajar. Aku kerap meraih tangan nenenda. Tekstur kulitnya keriput. Urat-urat di tangannya membikin lintasan terjal yang sulit disusuri oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri. Aku sengaja meminta nenenda datang menjemputku di sekolah lalu pulang menggandeng erat tanganku. Tangannya hangat, dan aku merasa aman. Nenenda sering menanyakan maukah mampir ke penjual kue basah. Lalu akan menjawab sekenanya sambil bilang, "Itu perkara gampang. Yang penting ada 'fish cake' aku akan makan sambil melihat-lihat kenangan yang hidup dan menyenangkan tersimpan rapih di lekukan saraf pengingat yang lunak.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Terjemahan William Wordsworth - I Wandered Lonely as a Cloud

Hari ini, saya mencoba lagi menerjemahkan sebuah sajak berjudul I Wandered Lonely as a Cloud yang ditulis oleh William Wordsworth. Selamat membaca kawan! Semoga apa yang kita baca hari ini, membuat kita merasa penuh dan bahagia.  *** Umpama Segumpal Awan Aku Berkelana Aku berkelana umpama segumpal awan Yang melayang di ketinggian melampaui lembah dan bukit, Ketika tak sengaja kudapati sejauh mata memandang, Sehamparan bunga-bunga daffodil; Di dekat danau, di bawah rimbun pepohonan, Bunga-bunga daffodil melambai dan menari dikibaskan angin. Tak henti-hentinya laksana bintang-gemintang yang berkilatan Dan mengerjap di keluasan bima sakti, Bintang-gemintang itu, meregang dalam lintasan tanpa batas Di sepanjang tepian danau yang luas: Sekilas kusaksikan berpuluh ribu, Bunga-bunga daffodil saling beradu lewat tarian yang begitu lincah. Ombak di sebelahnya menggulung dan pecah; namun bunga-bunga daffodil Menghempaskan kilauan ombak itu dalam sukacita: Seorang penyair menjumpai dirinya te...

2020 to 2024

The main themes for each year 2020 - pandemic, letting go, surrender, anxiety, invention, depression, betrayal, Italian food 2021 - teamwork, hope, vaccine, Italian food, people pleaser, hardworking, disappointment, letting go what doesn't serve me anymore, depressed, hard conversation, split, move on 2022 - healing, making plans, appointments with psychologists, false hope, broken heart, move on, blaming myself and others, seeking validation, betrayal, self love, meeting new people, photography, 2023 - fitness, new routine, falling in love, Montessori, self love, family, guilt, African food indecisiveness, failing to set boundaries, scared of failure, anger, manipulation, split, psychologist, hope, independence, redefining who I am, falling in love again, forgiveness, trust, adjustment to LDR, free from alcohol, cooking 2024 - family, gain my strength, self love, positivity, silence is gold, focus on becoming a better version of myself, gratitude, stress, peace, fitness, disciplin...

JEKARDAH

JEKARDAH Manakah rumahmu, Vito? Aku lupa menanyakanmu siang tadi, lupa mengirim pesan siang tadi, lupa menghubungimu siang tadi. Jekardah, sebuah kota yang lama kita tinggalkan, tapi namanya terus muncul di selembar kertas kosong. Lalu di meja kerja, absen-absen memenuhi tiap ruang yang sempit, mengubah simbol menjadi faal yang fatal. Mana mungkin aku mengingatnya satu persatu. Di Jekardah, kita tidak mengenal tidur. Jalanan dan gedung adalah cara lain untuk menikmati malam. Kita sembunyi di etalase-etalase makanan, menerobos lampu diskotik, dan nyatanya di Jekardah, suara yang senyap dan raib di saku bajuku telah membikin dije-dije sekarat dengan minuman. Waktu itu candu katamu. Aku tuangkan desah ciuman yang mabuk malam ini ke loki-loki berukuran sedang. Kau tahu Vito, anggur dalam kepalaku tidak akan tumpah di muaranya yang luber oleh kecupan. Satu persatu degup kencang membuatku semakin lapang menampung segala ingatan tentang kancing baju yang kau lepaskan. A...