Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2019

2020 Is Almost Here

When I blink, I see these past three years have become an ill-fated trip. Who then would even know that I'm ready or just pretend to be ready. I settle and fit myself under the universe's arms like always, while watching the skies blur past as it spins around quite fast. Universe has turned into an omniscient narrator rather than a person that will only come when I need it. In a particular way, I was headed to a place I'd never been. Right there, a door was ajar. I scanned the room and found it was empty. My eyes then landed on a wall that soon became a focal point. "Hey that was me, wearing new glasses and another sexy-nerd things."  The light's off as I stepped inside. Somebody or maybe something clicked a picture of mine. I remained looking at it and suddenly my sweaty palms touched a bottle of water painting in varied color. I smeared it on the picture and used my two hands as the paint brushes to make large strokes. This is another version of

Terima Kasih, Hidup

Beberapa menit lalu, saya memutuskan untuk berhenti sejenak melakukan apa-apa. Sambil duduk di kursi penumpang, perlahan saya pejamkan mata. Kemudian diikuti dengan menarik napas secara teratur dan perlahan. Terkadang pikiran saya kalut tak karuan. Hanya saja akan menjadi lebih terkontrol saat sedang berada di tempat ramai. Membaca gambar yang dipublikasi oleh fotografer perang jelas membuat saya bergidik sambil sesekali mengalihkan perhatian karena tidak sanggup melihat efek yang di terima oleh orang-orang yang bermukim di sekitar itu. Yang terkena dampak pun bermacam-macam, mulai dari janin dalam kandungan hingga yang secara fisik terlihat sama seperti kakek nenek kita. Ketika bom dijatuhkan dan senjata api diterjangkan, saya melihat beberapa yang masih hidup meski harus merelakan tubuhnya tidak utuh, meratapi kepergian orang-orang tercinta. Tangisan mereka menjadi indikasi ketidakberdayaan dan kekecewaan atas konflik politik di tanah mereka. Tidak sampai di situ, mata saya selan

Apa Saja?

Dua hari yang lalu, saya bermimpi mengenai dua hal. Yang pertama mengenai pembagian kelas dan partner mengajar untuk term tiga sampai dengan empat. Yang kedua berkaitan dengan fotografi yang hampir setengah tahun saya tinggalkan begitu saja. Makin ke sini saya makin memahami ambisi saya, yakni mengerjakan dan menyelesaikan tugas tepat waktu dan dengan standar yang lebih baik. Tapi justru kesempatan untuk mengeksplorasi dunia luar menjadi semakin berkurang. Terkadang ada niatan untuk bangun lebih pagi, misalnya pukul lima, kemudian lari pagi sebentar sambil berkeliling menenteng kamera dan menangkap paling sedikit tiga atau lima momen. Ya memang bukan hal mudah untuk menghasilkan cerita yang baik lewat mata lensa. Diperlukan latihan mata dan kesadaran lebih dalam menjangkau hal-hal kecil. Beberapa tahun yang lalu yang bertekad ambil kuliah salah satu metode pengajaran anak usia dini dan dibarengi dengan kelas foto. Sayangnya terbentur dengan kesiapan fisik yang kurang prima, terutama

Ti Amo More Than Koala Loves Eucalyptus

Kemarin, Mas sedang off dan saya seperti biasa melakukan kegiatan di hari ke sekian pada bulan December. Mas memang rutin datang berkunjung. Kalau sudah begini, tiba-tiba saja dalam hati saya spontan menyanyikan lagu "Kemarin paman datang, pamanku dari desa. Dibawakannya rambutan pisang, dan sayur-mayur, segala rupa..." Saya adalah salah satu anak yang mengikuti tren menyanyikan lagu tersebut, baik di rumah maupun di sekolah. Sekarang nampaknya saya sedikit iseng, bernyanyi dengan mengubah kata paman menjadi Om Chef. Keduanya sama-sama bersuku kata dua. Mas baru tiba sekitar pukul setengah enam. Seperti biasa, kecerobohan membuat saya lupa satu hal penting hingga membuat Mas menunggu selama hampir setengah jam, ditambah KOHI sedang tutup. Setelah sampai, saya berlari menaiki anak tangga sambil berharap cemas Mas langsung putar balik dan pulang. Ternyata tidak. Justru dalam situasi yang cukup membuat saya tegang, sayalah yang merasa seolah sedang disambut Mas dengan seny

Tangan Kanan

Belakangan saya mulai muak dengan rutinitas itu-itu saja setiap hari. Katakanlah bangun pagi sebelum pukul enam, lalu dual atau tiga menit selanjutnya saya gunakan untuk mengumpulkan nyawa, barangkali berserakan di pojok kamar, di balik almari, di bawah roda koper, di sela lubang earphone, atau bahkan di samping saya sendiri, dengan diam-diam is meninabobokkan hingga membuat saya lantas begitu enggan bangkit bersiap-siap kerja sampai semalam suntuk. Duh Gusti, beberapa tahun lalu bukankah ini kesibukan yang saya idamkan, pulang ke kamar hanya untuk membersihkan tubuh dan lanjut tidur selama kurang lebih enam atau tujuh jam setiap malam. Mungkin saya sedang resah memikirkan tugas di sekolah tanpa henti. Jujur saja kepala pun terasa berat. Lantas kemana saya harus pergi? Apakah ada baiknya saya juga merencanakan perjalanan dimulai dari tempat-tempat terdekat? Tentu bukan ke pusat perbelanjaan, melainkan ke pameran di museum, perpustakaan, festival film Eropa, pertunjukkan teater, ke ta