Sedang apa katamu.
Tidak ada hal baru yang mesti dilakukan sepagi ini. Sekadar sesekali mengusap wajah di bawah keran air, membersihkan sisa sabun di badan, lalu bersandar di atas bahumu. Bahu yang lapang, menampung gelisah malam tadi. Aku terkenang mimpi kita tentang kain polos putih yang dikenakan seorang anak. Ia merobek gaunku, sambil berlari-lari kecil. Dari mulutnya yang mungil ia bertanya mana Mama.
Maka kami saling berpelukan.
Di tangannya gelombang ketakutan menjalar, menyebar bagai jaring yang tersangkut di tubuh karang. Di atas keningnya ada rindu dan luapan kantuk yang belum juga selesai. Ia mendekat, meremas pundakku dan meninggalkan pesan singkat yang aneh.
"Bila Mama berdiri di dekat pintu, artinya ia pulang. Kau mengingat wajahnya seperti candu di secangkir kopi. Kau mengenali uap hangat yang buyar, warna yang pekat, dan beberapa sendok stevia sengaja ditabur di permukaan yang masih melepuh. Duduk sejenak lalu berbaliklah menghadap tembok seolah yang kau rasakan sebatas ilusi yang kerap membuntutimu semalam suntuk. Katakan saja mimpi. Kau mengenal seseorang dan ia dirimu, yang sendirian termenung di musim hujan, menyalakan lilin saat sore, merapatkan diri pada sebuah channel memasak."
Lalu kutabur benih di atas permukaan mangkuk, satu persatu ingatanku pecah dan berlendir. Aku ingin makan sendirian, menghabiskan getir cuka apel dan garam pada potongan terakhir.
djekardah, 2017
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin