Sylvia Plath
Waktu itu aku mengingat namamu
Lewat sepotong bulan yang memerah pipinya
suatu malam
aku datang mencari bulan
Bulan sedang merangkai bunga dalam sebuah wajan
Penuh dengan biji mawar, bauksit, timah, beton dan pilar
aku datang dengan perasaan haru dan bahagia
mengingat saat itu bukan malam apa-apa
bukan malam yang mengingatkanku pada sebuah pelukan yang
hampir palsu
diterpa angin, pelukan menjadi gontai
diam-diam aku sapa bulan itu
dengan suara parau yang dikeluarkan pelan-pelan
asap rokok, uap kopi, roti yang gosong,
londrian lima kilogram, dan seprei coklat
mereka berloncatan satu demi satu
saling berlari
menuju mulut dengan bentuk cekung dan lebam
mulut itu
akan tumbuh menjadi sebuah dunia
dengan biji mawar, bauksit, timah, beton dan pilar
air mengalir
tanah menjadi kokoh dan cahaya
akan muncul dengan pasukannya yang kuning dan hitam
lantas saat itu
bulan diam-diam mengedipkan matanya yang bulat
penuh dengan rasa kantuk
sebab semalam
rindu mendekam dengan kejam dalam tubuhnya
terkadang aku menyadari
melihat sepotong bulan di ujung sana
di ujung pencarian yang membawa jalan pulangku hilang
aku terkenang kisah ksatria yang mejemput seorang putri
dari tawanan penyihir jahat
lantas di tanganku
sepotong kain yang dijahit menjadi jubah hitam
diam-diam lenyap menjadi sebuah tubuh
lindap dalam ruang yang sunyi dan kopong
dalam pencarian ini
sebuah bayangan datang memelukku dari belakang
dengan tangan rapat dan agak memaksa
lantas aku cepat-cepat menuju cermin
aku hanya diam dan kedinginan
di sana pencarian namamu terus dimulai
Komentar
Posting Komentar
hembusan yang akan disampaikan pada nona-angin