Di batas kecipak air dan meja makan yang kosong Mukamu yang dikenang masalalu Sepuluh tahun dijerat leher dan urat usus yang buntu dengan ide-ide Menulis harapan, dan siang tanpa mengenal api Yang menyuluk dari riak air tenang Mukamu, di batas perih dan luka bakar tanpa api Yang lebih dulu habis. Sebab matahari itu dendam Kepada waktu yang lebih terang. Tahun menjadi semakin kacau dan tak berangka Anak-anak sekolah kehilangan makna Sepatu-sepatu dan dasi merah kehilangan akal dan debu kuning Yang mengotori ban sepeda, juga gerobak, juga mukamu. Dan tentang tulisan di wajahmu yang menyisir bulu-bulu kenangan Di depan cermin, sebelum berangkat sekolah Harapan menjadi ketiadaan semata. Harapan menjadi kulit kacang. Harapan pergi, kemudian hilang begitu belum tutup jendela petang Dari riak dan teriak air tenang yang jatuh di mukamu Bersamanya datang itu luka Datang itu perih Datang itu segala lara yang kosong yang lalu yang buntu yang tanpa mengenal api Yang tenang...
Écoutez! J'ne vous raconte jamais des blagues, j'vous jure!