Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2021

Apa yang Kamu Pikirkan Hari Ini?

Dunia mengajarkan kita banyak hal. Kebahagiaan, keindahan, kebrutalan, kemiskinan, penindasan, ketidakadilan, dll. Seorang teman bercerita pada saya mengenai sudut pandangnya tentang hidup, bahwa tujuan manusia bersusah payah adalah untuk mencapai kebahagiaan. Kalau benar seperti itu, lantas mengapa di tengah pergumulan mencapai kebagiaan, saya justru  mendapatkan trauma, cemas, kesepian, dll, yang tentu jauh dari definisi kebahagiaan. Sejenak saya berpikir dan berkata dalam hati, "Mengapa kita begitu lena dengan bahagia dan tenggelam dalam sedih?" Ya, banyak hal yang terlintas dalam kepala. Saya merasa seolah semakin jauh dari kebahagiaan, mungkin karena saya tidak menjadikan diri saya sebagai bagian dari kebahagiaan. Saya terombang-ambing di luar lingkaran kebahagiaan, saya seolah berenang-renang dalam semesta yang lain. Begitu pun dengan mengapa tenggelam oleh kesedihan, mungkin penyebabnya adalah saya tidak melihat diri saya sebagai bagian dari kesedihan, seolah kesedihan...

Hasil dari Melepaskan

Aku melepaskanmu seperti aku melepaskan simpul dasi yang menjerat leher Aku melepaskanmu seperti aku melepaskan pengait besi pada sabuk yang mengunci pinggangku Aku melepaskanmu  seperti aku melepas kancing yang lolos dari lubangnya maka terbebaslah aku dari ruang yang menghimpit Aku melepaskanmu seperti aku melepas pengencang tali beha, dadaku terjepit, napasku berat, Dan ah, kini lega sekali Aku melepaskanmu Seperti aku melepaskan resleting celana jeans yang ketat, yang menekan kedua kakiku hingga seolah terlihat ramping, tapi palsu Aku melepaskamu Seperti aku merobek celana dalamku, melemparnya ke keranjang sampah, biar dimakan semut sari-sari yang nikmat itu Aku melepaskanmu Seperti melucuti sepatu berhak tinggi Aku biarkan tumit dan pundak kakiku mengobati dirinya sendiri, membalut luka kecil tanpa berdarah, mengompresnya dengan air dingin, dan meredakan nyeri yang menimbulkan penderitaan Seperti itulah yang kutemukan dalam kekesalan, hari-hari yang suntuk, persoalan ibu kota ...

O, 1, 2

/1/ Malam ini adalah malam saya Kelabu, dan rintik yang jatuh di atas genting Jatuh juga ke atas daun Ulat dan cacing menggeliat geli ke permukaan Hujan dan tanah beradu menjadi asam Batu terkikis, dan bunga-bunga kertas membusuk Jadi, kering pun terasa Meski kau tuang laut menjadi hujan Hujan pun belum lega Semenjak matamu begitu condong ke mstahari /2/ Di atas punggung O, saya mengangguk Bukan karena telah paham Saya menggangguk karena tanah yang dipijak Terguncang. Isi bumi menjadi anak itik yang hilang kesadaran saat bermain Di balik bukit dan puncaknya yang tumpul Anak itik terus berjalan mengikuti naluri  Tanpa menoleh lagi ke belakang Menghiraukan induknya yang letih dan cemas Isi bumi yang lincah  Membelah perutnya sendiri Dan aku, tinggal O

Nanti Kita Bertemu Lagi

Kita merayakan pertemuan virtual yang ke sekian Apa kau menghitung berapa kali kita melakukannya? Dengan apa kau menghitungnya? Jari ini, meski hanya sepuluh Ia juga yang bergerak lincah menukar pesan, kata demi kata, lalu dikirim secara beruntun menjadi percakapan dengan topik yang sama seperti kemarin Barangkali sudah sangat lama kita tidak duduk di taman, atau di area merokok kedai kopi Lalu memandangi orang-orang sambil membicarakan rasa es krim, tekstur kraker yang renyah dan remahannya yang menempel di ujung bibir juga celana, lasagna yang kelak kita masak hampir setiap hari, pelukan hangat di gedung sinema, kunjungan ke museum yang tinggal wacana, bir-bir yang dingin, hari libur dan lembur di kantor, sop buntut yang dimasak dengan kesabaran, pisau juru masak dari Jepang, teriakan anak-anak di kelas, silabus mengajar, seminar Montessori, perawatan rutin di salon, pencarian oven pizza yang melelahkan, hari jadi dengan drama-drama kecil, pandemi yang keras, virus yang bermutasi, ta...