Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2013

PIANO

Smoke is another name of black and white Sebuah palindrom sayang, siapa yang meletakkan bajunya di atas pohon berhantu? Pohon berhantu telah lama menyingsing sebuah cerita angker tentang petruk, anatomi yang disusun dari masa ke singgah waktu dimana gedung-gedung menghimpit jalan pulang. Tak ada gunung yang menyusui ketika debu meloloskan ibu jarinya ke salah satu lubang rumah siput. Aku mendengar canting yang dibakar. Liliput bernyanyi tentang semak yang terbakar oleh ingatan. Perang-perang dijatuhkan lewat hologram. Dan aku mendengar sebuah gelang perak yang kita gosokkan ke almari. Minggu ini, dimana baju berganti nama dan kita mesti melupa satu per satu. Ada yang mengupas mangga dan menanam kulitnya di jari manis kita. Kukecup lading berdarah. Pada hujan di langit percuma, seorang anak pria yang berdiri menantang perahu kayu, menyaksikan ikan-ikan telanjang, insang yang lunak, nafas yang mendengar suara jangkrik, ... 2013

UNTUK SIAPA ANAK KECIL ITU BERTANYA

Kemungkinan paling pahit pernah membengkak dan kering dengan sebuah luka Mengamati dengan firasat dan desire Sebuah jalan yang memungkinkan hujan Dan kita mesti berteduh di bawah rimbun yang entah, Mama, hujan itu kapan nyenyak tidurnya? Suara bensin yang menggilas pagar-pagar mimpi Suara takbir melonceng dari wadah kubah Suara anjing dan gugur langit pada tingkat pohon paling atas, Ma, mereka mengganggu malam kita. Mama mau mengusir? Mama punya sejumlah tongkat atau  police line? Mama mengamankan mereka untuk siapa? 2013

NGAMEN PUISI DAN MUSIK

“Mau balon yang mana? Yang besar, sedang, warna-warni, meriah, talinya panjang, bentuk boneka?” Aku masih punya balon yang kian hari, ia matang di bawah cahaya. Siang itu, aku ngamen musik dan puisi. Pasar yang sepi, kemudian dipenuhi orang-orang yang berkeringat. Mereka mendekat. Mereka-reka apa yang dikatakan oleh matanya, aku seolah sedang meramu jampi penglaris proses menjual dan membeli. Entahlah. Siapa saja boleh menebak. Hanya hati dan akal masing-masing yang berkata, “Itu jawabannya!” “Itu salah!” Sinar matahari yang tembus di badan rimbun pohon, mulai menggeliatkan waktu. Sejumlah awan beringsut mencari sumber dan cinta di langit lain. Tidak ada yang berteduh. Aku bersyukur jika takdir mengamen seperti menjadi rezeki sehari-hari. Puisi dan musik live concert , arah matahari mulai menikung. Wajah mereka yang menyaksikan semakin nampak murung dan menyebalkan. Setidaknya ketika ada yang menghibur, mengamen di depan mereka, ekspresi yang tergambar paling tepat seha

JEMBATAN TERINDAH

Jalan pintas adalah jalan yang dapat mencapai kepuasan. Aku teringat pada sebuah cerita tentang seorang pria yang ingin terjun dari tempat tinggi. Beberapa polisi sedang menarik rata sebuah matras empuk dan beberapa lagi ada yang melihat sebentar karena takut, dan sisanya merekam setiap langkah, setiap kegalauan, setiap keringat yang sia-sia dihisap awan sebagai pemantik, itu bunuh diri namanya. Namun tidak denganku yang membayangkan tempat tinggi itu sebagai jembatan terindah menurut hati dan pikirannya yang tercabik-cabik. Aku mampu melihatnya dari pakaian yang dinodai oleh sepasang bibir dengan gincu ungu, dan sebagian lagi seperti terbakar oleh sesuatu. Anggap saja itu intermezo atau pariwara televisi yang berisik dengan reka ulang dan berita. Itu bunuh diri namanya. Aku, dan jembatan terindah, kami membuat perjanjian palsu sebenarnya. siapa di antara kita yang mematok waktu lebih lama kapan pria itu akan hanyut ke telaga hati dan pikirannya, maka akan dapat hadiah. Ter

MEMBIARKAN ATAU TIDAK MEMBIARKAN

Pesanmu berjalan jauh. Ketika yang kau tutup rapat cuma pintu, aku mesti menangis pada hujan yang turun menggumpal, mesti mematok pisau pada trali jendela yang baru terkelupas. Aku ingin bagaimana jika caramu mengunci rapat, adalah mengunci yang tidak baik, yang luput dari sebotol pil diare . Aku ingin kau mengunci pintu rapat dengan setan-setan golok yang memenuhi kepalamu. Rumah ini lebih ringan dari segala dosa yang kita coba hapus tadi malam. Waktu tidak pernah terlambat memasukkan kosa kata baru ke dalam tubuh anginnya, ke wajah bintangnya Dan kepala yang dituntun merapat ke wajah pintu, barangkali cuma tembok yang memantulkan silau pagi, air yang menggenang di ujung mata, udara yang disadap oleh tanganmu. Aku bayangkan lima menit lalu semenjak jantungku melepaskan uratnya satu persatu, aku bayangkan ubin-ubin di depan yang kau tinggalkan bagai nyeri yang terus sakit - menjelaskan ombak seperti perahu yang tenggelam di kilang cuaca,  dan aku belajar menikmatinya hing